OLEH :
EDDY PRAMINTO dan SRIYANTO
BIDANG INFORMASI PERKARANTINAAN, PUSAT INFORMASI DAN KEAMANAN HAYATI, BADAN KARANTINA PERTANIAN, DEPARTEMEN PERTANIAN
1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Jepang merupakan salah satu negara maju dikawasan Asia baik di bidang industri maupun pertaniannya. Hasil komoditas pertanian di Jepang baik hewan, produk hewan, tumbuhan dan produk tumbuhan sebagaian besar untuk kebutuhan dalam negeri. Bahkan mereka rela membeli produk pertanian dari negaranya meskipun harganya cukup mahal seperti buah mangga, buah jeruk, apel, beras. Semua hasil produksi pertaniannya dengan kualitas yang sangat bagus.
Oleh karenanya untuk mencegah dari kemungkinan masuknya hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan antar area diterapkan sistem perkarantinaan secara ketat. Sistem perkarantinaan hewan dan tumbuhan Jepang telah berjalan lebih dari 1 abad, sehingga dengan berbagai fasilitas yang dimiliki serta penerapan sistem informasi yang memadai telah menempatkan karantina Jepang ke jajaran karantina yang disegani di negara lain.
Dalam rangka mengembangkan sistem informasi perkarantinaan pertanian di Indonesia agar selaras dengan perkembangan situasi dan kondisi terkini yaitu arus globalisasi perdagangan bebas, Bidang Informasi Perkarantiaan, Badan Karantina Pertanian mengadakan kunjungan ke Dinas Karantina Jepang.
Hasil-hasil selama kunjungan dipaparkan dalam laporan ini. Untuk selanjutnya dalam laporan ini akan diuraikan secara berurutan mengenai Sistem Perkarantinaan di Jepang, Sistem Pertukaran Data Elektronik dan Penutup. Dengan laporan perjalanan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pengembangan sistem perkarantinaan di Indonesia khususnya sistem perkarantinaan hewan dan tumbuhan untuk mencapai visi yang diinginkan yaitu Badan Karantina Pertanian yang tangguh dan modern tahun 2009.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan kunjungan ke Dinas Karantina Hewan dan Tumbuhan di Jepang ini adalah :
1) Menggali dan mempelajari sistem informasi perkarantinaan di Jepang,
2) Menjajaki kemungkinan kerjasama teknis antar dua negara serta
3) Melihat secara lebih dekat penerapan sistem operasional perkarantina baik Hewan dan Tumbuhan di Jepang.
2. SISTEM PERKARANTINAAN DI JEPANG
A. Sistem Karantina Hewan
Pendahuluan
Dinas Karantina Hewan Jepang (Animal Quarantine Service) bertujuan untuk memajukan industri peternakan melalui pencegahan masuknya penyakit hewan menular yang dapat terbawa melalui importasi hewan dan produk hewan, menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (public health dan welfare) melalui pencegahan masuknya penyakit hewan menular seperti Rabies dan Ebola (Ebola hemorrhagic fever). Pelaksanaan inspeksi terhadap kegiatan importasi ini dilakukan oleh dokter hewan dan tenaga handal lainnya yang telah dilatih di lapangan seperti bagaimana menangani hewan. Disamping pencegahan dari kemungkinan masuknya penyakit hewan menular dan zoonosis dari luar negeri, karantina hewan Jepang juga berperan penting dalam pencegahan menyebarnya wabah penyakit hewan menular dari suatu area / distrik ke area atau distrik lain dengan melakukan isolasi dan pengendalian bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Hal ini telah dibuktikan dengan berhasilnya mengendalikan wabah penyakit flu burung (avian flu) beberapa tahun lalu.
Jepang merupakan salah satu negara maju yang memiliki komitmen tinggi untuk melindungi sumber daya alam hayatinya dari kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit hewan serta organisme pengganggu tumbuhan dari negara lain. Hanya dari negara yang telah bebas penyakit utama OIE yang diijinkan mengekpor hewan dan produknya ke Jepang seperti Australia dan New Zealand serta negara-negara di kawasan Eropa.
Untuk dapat merealisasikan ekspor hewan dan produk hewan ke Jepang, dipersyaratkan adanya preshipment inspection ke negara asalnya. Jepang akan mengecek secara detail perusahaan pengekspor dan akan meregistrasinya apabila beberapa persyaratan telah terpenuhi. Tujuannya adalah untuk memudahkan menelusuri ke belakang jika di kemudian hari terjadi pelanggaran atau ditemukan barang yang tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Oleh karena itu untuk dapat menembus ekspor ke Jepang diperlukan adanya komunikasi antar pemerintah ke dua negara dan partisipasi pengusaha/perusahaan untuk dapat mengikuti aturan yang dipersyaratkan. Eksportasi komoditas karantina hewan ke Jepang dari Indonesia selama ini adalah kera ekor panjang (ada 4 perusahaan yang telah disetujui Jepang), udang (tahap negosiasi sehubungan ditemukan residu antibiotik), tepung ikan serta pucuk daun tebu (Jepang meminta justifikasi sehubungan dengan pernyataan Indonesia bebas penyakit PMK seperti berupa bukti kegiatan surveilan PMK).
Organisasi karantina hewan Jepang
Sebagaimana negara lain didunia, karantina hewan Jepang merupakan suatu alat proteksi dari masuknya hewan dan produk hewan yang tidak sehat dan tidak aman ke Jepang. Sejarah karantina hewan Jepang pertama dikenalkan berdasarkan Surat Keputusan pemerintahan Meiji tahun 1871 yang bertujuan untuk mencegah masuknya penyakit Rinderpest yang telah melanda di Siberia saat itu. Sistem perkarantinaan hewan diterapkan pada tahun 1896 dengan ditetapkannya UU No. 60 tahun 1896 tentang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Epizootic.
Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi, organisasi karantina hewan di Jepang juga terus mengalami dinamisasi. Pelabuhan Nagasaki merupakan pelabuhan karantina hewan pertama untuk impor sapi dan domba pada tahun 1897, kemudian diikuti pelabuhan Kobe, Yokohama dan Kanmon. Sebagai konsekuensinya sistem dan struktur organisasi karantina hewan pun mengalami perubahan. Tahun 1947, karantina hewan bergabung bersama karantina tumbuhan menjadi Dinas Karantina Hewan dan Tumbuhan (Animal and Plant Quarantine Service) dibawah Kementrian Pertanian dan Kehutanan. Selang 3 tahun kemudian, tepatnya tahun 1951 berdasarkan UU No. 166 tentang Pengendalian Penyakit Hewan Menular Domestik, sistem ekspor/impor karantina hewan diperbaiki dan konsekuensinya organisasi karantina hewan terpisah dari karantina tumbuhan menjadi Animal Quarantine Service sebagaimana sebelumnya dibawah kementrian Pertanian dan Kehutanan.
Saat ini organisasi dinas karantina hewan Jepang (Animal Quarantine Service) berada dibawah Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries) dengan kantor pusat di Pelabuhan Yokohama. Animal Quarantine Service ini membawahi 6 kantor cabang (branch) di seluruh Jepang yaitu Narita branch, Chubu branch, Kansai branch, Kobe branch, Moji branch dan Okinawa branch, dimana masing-masing kantor cabang membawahi kantor subcabang (sub-branch) dengan total ada 17 kantor subcabang.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Animal Quarantine Service di Yokohama memiliki 4 Bagian (department) yaitu Bagian Perencanaan dan Koordinasi (Department of Planning and Coordination), Bagian Umum (Department of General Affairs), Bagian Karantina (Department of Quarantine) dan Bagian Penyidikan dan Penelitian (Department of Investigation and Research). Bagian karantina membawahi 3 divisi yaitu divisi jaminan mutu (Quality Assurance), divisi pemeriksaan hewan (Animal Inspection) dan divisi pemeriksaan produk hewan (Animal Product Inspection). Bagian Perencanaan dan Koordinasi membawahi 2 divisi yaitu divisi perencanaan dan koordinasi dan divisi inteligent. Bagian Penyidikan dan Penelitian membawahi 3 divisi yaitu divisi pemeriksaan Mikrobiologi, divisi pemeriksaan Pathology dan Physiochemical dan divisi Analisa Resiko. Struktur organisasi secara lebih jelas dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
Tindakan Operasional Karantina Hewan
Untuk menjalankan kegiatan operasionalnya karantina hewan di Jepang berlandaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
1. Undang-undang tentang pengendalian penyakit hewan menular domestik (domestic animal infectious control law)
2. Undang-undang tentang pencegahan penyakit rabies (the rabies prevention law)
3. Undang-undang yang memperhatikan pencegahan infeksi dan perawatan medis bagi pasien yang terinfeksi.
Setelah kami mengamati kegiatan di lapang yaitu di Karantina Hewan di Pelabuhan Yokohama dan di bandara Internasional Narita, kegiatan operasional Karantina hewan di Jepang hampir sama dengan yang dilakukan di Indonesia.
Secara umum tindakan karantina hewan di Jepang ditujukan untuk :
a. Pencegahan masuknya penyakit hewan menular
Hewan yang diimpor dari luar negeri harus masuk dan diperiksa di dalam fasilitas karantina (instalasi karantina hewan) selama periode tertentu. Hewan-hewan tersebut akan menjalani pemeriksaan seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah, pemeriksaan serologi dan test reaksi intradermal. Untuk produk hewan, pemeriksaan akan dilakukan di gudang dan terminal kontainer yang telah disediakan oleh petugas Karantina di bandara maupun pelabuhan laut. Sementara hewan dan produk hewan yang dibawa sebagai barang bawaan penumpang, akan diperiksa oleh petugas Karantina di konter Karantina hewan dalam areal bandara. Pemeriksaan juga dilakukan untuk komoditas hewan dan produk hewan yang akan diekspor dan dilalulintaskan antar pulau.
Penyakit hewan menular yang patut diwasdai pemerintah Jepang mencakup 26 jenis penyakit yang harus dinotifikasi (notifiable) seperti PMK, African swine fever, BSE (sapi gila), Equine infectious anemia, HPAI (flu burung), dan Foul brood serta 71 jenis penyakit yang perlu dilaporkan (reportable) antara lain Bluetongue, Bovine leukemia, Aujeszky, Contagious equine metritis.
Adapun hewan dan produk hewan yang masuk dalam kategori yang diperiksa untuk mencegah penyakit hewan menular ini adalah 1) hewan berkuku genap (sapi, domba, kambing, babi), kuda, unggas domestik (itik, ayam, angsa, kalkun dll), anjing, kelinci dan lebah madu; 2) Tulang, daging, bulu, telur, dan produk lain asal hewan, 3) pakan ternak (jerami, pucuk daun, tepung ikan dll)
b. Pencegahan penyakit rabies
Jepang merupakan salah satu Negara yang telah bebas dari penyakit rabies, oleh karenanya untuk melindungi ketentraman masyarakat akan serangan penyakit rabies yang datang dari luar negeri dilakukan pemeriksaan secara ketat. Undang-undang pencegahan rabies Jepang menyatakan bahwa setiap anjing, kucing, rubah dll yang berpotensi membawa penyakit rabies yang diimpor ke Jepang harus dilakukan tindakan karantina. Hewan-hewan tersebut akan dimasukkan ke Instalasi Karantina untuk menjalani serangkaian tindakan pemeriksaan/skrining rabies. Anjing atau hewan pembawa rabies yang berasal dari Negara atau wilayah yang bebas rabies maka periode karantinanya 12 jam jika hewan tersebut telah dilengkapi sertifikat kesehatan, identitas dalam microchip ID (yang di tempatkan dibawah kulit) dan telah divaksinasi menggunakan vaksin rabies in-aktif. Diluar itu maka akan dikenakan ketentuan karantina selama 180 hari.
c. Pencegahan penyakit zoonosis
Berdasarkan undang-undang pencegahan infeksi dan perawatan medis bagi pasien yang terinfeksi, semua hewan primata yang diimpor ke Jepang akan dikarantina untuk menentukan bahwa hewan tersebut bebas penyakit zoonosis seperti Ebola hemorrhagic fever dan Marburg hemorrhagic fever.
Masa Karantina hewan di Jepang
Untuk sapi dan ruminansia kecil yang diimpor baik dari Australia maupun dari New Zealand mereka juga menerapkan wajib masuk ke instalasi Karantina hewan untuk menjalani masa Karantina. Lamanya kurang lebih 15 hari. Sementara untuk produk hewan, setelah mereka lakukan pemeriksaan dan didapati dalam kondisi yang baik maka produk hewan itu akan diijinkan masuk ke dalam Negara Jepang.
Minimum periode masa karantina hewan di Jepang telah ditentukan. Periode minimum masa karantina untuk impor dan ekspor masing-masing Kuda10 hari dan 5 hari; Hewan berkuku genap15 hari dan 7 hari; DOC 14 hari dan 2 hari; Anjing dalam 12 jamndan dalam 12 jam; Kelinci 1 hari dan 1 hari; Lebah madu 1 hari dan 1 hari; Unggas domestik 10 hari dan 2 hari.
Untuk mendukung operasional di lapang, mereka melakukan pengujian secara laboratorium, dimana disetiap cabang karantina hewan memiliki fasilitas laboratorium dan 1 laboratorium khusus yang berkedudukan di kantor pusat Dinas Karantina Hewan di Yokohama yaitu untuk pemeriksaan penyakit berbahaya yang memerlukan penanganan secara hati-hati serta untuk laboratorium rujukan. Di laboratorium rujukan ini dilengkapi dengan fasilitas uji PCR, Elisa, Mikroskop elektron serta fasilitas laboratorium yang memiliki bio-sekuritas tinggi (biosekuritas level 3).
Dalam Laboratorium biosekurity level 3, orang tidak bisa keluar masuk secara leluasa, udara yang keluar dari ruang laboratorium harus melewati filter yang menggunakan HEFA filter sehingga tidak membahayakan/mencemari lingkungan, demikian juga air yang keluar dari laboratorium ditampung dan disterilisasi sebelum dibuang keluar. Virus-virus yang diperiksa dilaboratorium dengan biosekuritas level 3 ini seperti penyakit virus yang menyebabkan keguguran pada kuda, Vesicular stomatitis, Clasical swine fever, PMK, Aujesky disease, Equine viral artitis dll. Semua sampel dari penyakit-penyakit ini harus dilewati melalui lorong (tidak dibawa masuk orang secara langsung) dan keluar melalui oven dulu sehingga kemungkinan dari dalam laboratorium keluar penyakit sangat kecil.
Satu hal catatan yang menarik untuk dicermati bahwa perhatian pemerintah Jepang terhadap kelestarian sumber daya alam hayatinya cukup besar hal ini dibuktikan dengan memberikan porsi yang memadai bagi petugas karantina untuk dapat melaksanakan tugasnya secara optimal baik di areal bandara maupun di pelabuhan.
Bandara Internasional Narita
Di bandara internasional Narita, di setiap terminal disediakan kantor karantina yang representatif serta di pintu kedatangan penumpang disediakan konter pemeriksaan barang bawaan. Untuk memudahkan dalam mendeteksi barang bawaan penumpang disamping menggunakan ex-ray juga memanfaatkan keahlian 2 ekor anjing pelacak yang mampu mendeteksi produk hewan yang dibawa oleh penumpang. Konter pemeriksaan barang bawaan terlihat secara jelas di dekat pintu keluar dengan penyinaran yang cukup terang dan terpampang poster-poster karantina.
Jika dalam hasil pemeriksaan petugas ditemukan adanya barang bawaan penumpang yang berasal dari produk hewan maka semua barang bawaan milik penumpang yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal maka barang-barang bawaan itu disita untuk dimusnahkan.
Disamping disetiap terminal, fasilitas pemeriksaan dan kantor untuk karantina juga disediakan di gudang (cargo) sama seperti fasilitas yang disediakan untuk beacukai (disesuaikan dengan jumlah dan frekuensi importasi). Jumlah fasilitas untuk karantina tumbuhan lebih banyak dibandingkan karantina hewan karena jumlah, variasi dan frekuensi import tumbuhan lebih banyak dibandingkan karantina hewan. Khusus komoditas karantina, setelah selesai diperiksa petugas karantina dimana semua dokumen yang dipersyaratkan lengkap serta dinyatakan bebas dari penyakit maka akan diterbitkan sertifikat pelepasan yang akan disampaikan ke beacukai lewat elektronik data interchange (EDI). Setelah respon dari karantina diterima maka pihak beacukai akan mengeluarkan barang-barang yang diimpor setelah pemilik atau kuasa pemilik barang telah membayar bea yang ditetapkan. Untuk semua pelayanan karantina mulai dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium hingga ke penggunaan fasilitas instalasi karantina hewan tidak dikenakan pungutan imbalan jasa karantina.
Pelabuhan Laut Yokohama
Pelabuhan laut Yokohama merupakan pelabuhan pemasukan terbesar di Jepang (seperti Tanjung Priok di Indonesia). Di Yokohama inilah Kantor pusat Dinas Karantina Hewan berkedudukan. Kantor Karantina Hewan di Yokohama ini cukup luas dengan fasilitas yang sangat memadai. Beberapa fasilitas tersebut adalah unit laboratorium yang dilengkapi bio-sekurity level 3, Instalasi Karantina Hewan untuk sapi, kuda, dan ruminansia kecil (domba dan babi), unit pengolahan kotoran hewan menjadi amoniak, unit incenerator dan kantor. Fasilitas lain yang disediakan untuk keperluan pemeriksaan hampir sama dengan yang disediakan di bandara sesuai yang dibutuhkan.
B. Sistem Karantina Tumbuhan
Pendahuluan
Dinas Karantina Tumbuhan Jepang menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan ketentuan yang ada dalam Plant Quarantine Law yang diundangkan pada tahun 1914. Ketetapan ini dibentuk dengan mempertimbangkan bahwa pada pada era EDO telah diterapkan kebijakan isolasi yang ketat dalam kerangka mencegah masuknya organisme pengganggu tumbuhan (OPT) asing dari luar negeri. Namun demikian, selama era MEIJI, yaitu zaman setelah EDO, didapatkan beberapa jenis OPT memasuki wilayah Jepang dan mengancam pertanian Jepang secara keseluruhan.
Mempertimbangkan pula bahwa laju arus lalu-lintas perdagangan produk pertanian yang sedemikian cepat didukung oleh modernisasi teknologi transportasi yang memungkinkan percepatan gerakan perpindahan komoditas perdagangan, yang juga berarti membuka gateway masuknya OPT Karantina dari luar negeri, mendorong dibentuknya Dinas Karantina Tumbuhan ini. Dinas tersebut bertujuan melindungan pertanian Jepang dari infiltrasi OPT Karantina yang berasal dari luar negeri melalui pelabuhan laut dan bandar udara. Pelayanan karantina domestik juga dilakukan dalam usaha mencegah penyebaran OPT lokal yang mampu mengancam produksi pertanian dalam negeri. Sedangkan karantina ekspor ditujukan sebagai upaya memenuhi ketentuan karantina Negara tujuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Dinas Karantina Tumbuhan Jepang terdiri dari :
a. Karantina Tumbuhan Internasional:
1. Karantina Tumbuhan Impor:
a) Pemeriksaan tumbuhan impor;
b) Karantina Pasca-Masuk;
c) Preshipment Quarantine di negara asal.
2. Karantina Tumbuhan Ekspor: Pemeriksaan Tumbuhan Ekspor
b. Karantina Tumbuhan Domestik.
1. Karantina bagi Benih/bibit tumbuhan dalam negeri;
2. Program eradikasi terhadap OPT tertentu;
3. Survai pemantauan terhadap OPT yang diduga baru;
4. Pengendalian darurat.
Kemudian ada 2 kegiatan lagi yang dianggap penting untuk ditambahkan yaitu Penelitian dan Pelatihan.
Pelaksanaan Operasional Karantina Tumbuhan
Dinas Karantina Tumbuhan Jepang berada di bawah Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (MAFF), yang terpisah dengan Dinas Karantina Hewan. Terdapat 5 Head Office yang tersebar di seluruh Kepulauan Jepang, yaitu : Kobe Plant Protection Station dengan 19 tempat pemeriksaan; Moji Plant Protection Station dengan 14 tempat pemeriksaan; Naha Plant Protection Station dengan 5 tempat pemeriksaan; Nagoya Plant Protection Station dengan 12 tempat pemeriksaan; dan Yokohama Plant Protection Station dengan 27 tempat pemeriksaan. Yokohama merupakan stasiun karantina tumbuhan terbesar dan berada di pelabuhan laut terbesar Jepang dan menjadi obyek kunjungan studi banding, disamping Narita Airport Plant Protection Station.
Kegiatan operasional Karantina Tumbuhan dilakukan sebagai berikut :
1. Karantina Tumbuhan Impor:
Tumbuhan dan hasil tumbuhan yang diimpor dari luar negeri, baik melalui barang muatan, bagasi penumpang, maupun paket/kiriman pos, dll. harus melalui pemeriksaan petugas karantina tumbuhan. Tumbuhan dan hasil tumbuhan impor ini diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kelompok komoditas pertanian yang dilarang masuk, yaitu komoditas yang dikirim dari Negara yang telah ditulari OPT yang tidak diketahui adanya di Jepang, dan pemasukan OPT tersebut dapat berakibat merusakkan pertanian dan lingkungan Jepang, atau OPT penyebab kerusakan pertanian, atau tanah dan tanaman yang disertai tanah;
b. Kelompok komoditas pertanian yang harus diperiksa petugas Karantina Tumbuhan, yaitu komoditas tertentu yang tidak termasuk ke dalam kelompok a tetapi harus diperiksa petugas karantina tumbuhan. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah berbagai jenis benih, tanaman hias, bunga potong segar, umbi, biji-bijian, buah segar, sayuran segar, serealia, polong-polongan, kayu gelondongan, rempah-rempah, jamu, dll.
c. Kelompok komoditas yang tidak memerlukan pemeriksaan karantina, yaitu kelompok komoditas yang sudah mengalami proses sempurna, seperti: kayu gergajian (lumber), teh dan sejenisnya.
Kegiatan operasionalnya sendiri dilakukan sebagai berikut :
1.a. Pemeriksaan Barang Muatan di Pelabuhan Laut:
Barang muatan ini dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu : kelompok curah dan kelompok kontainerisasi. Kelompok curah umumnya terdiri dari serealia, buah dan sayuran, kayu gelondongan, dll. Sedangkan kelompok kontainerisasi antara lain adalah: buah segar, sayuran segar, bunga potong segar, umbi-umbian, benih, dsb. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan di atas alat pengangkut, lapangan penumpukan kontainer, gudang, dan/atau lapangan khusus tempat kayu gelondongan.
1.b. Pemeriksaan Barang Muatan di Bandar Udara:
Tumbuhan yang diangkut melalui pesawat umumnya adalah bunga potong, umbi-umbian, sayuran segar, buah segar, dll. Disamping itu juga berbagai jenis paket-paket kecil atau contoh komoditas untuk diperdagangkan. Pemeriksaan dilakukan di fasilitas karantina di dalam wilayah pergudangan bandara.
1.c. Pemeriksaan Karantina Terhadap Benih dan Bibit Tanaman:
Disamping pemeriksaan di tempat-tempat pemasukan, umbi-umbian dan benih/bibit tanaman buah ditanam di lahan isolasi rata-rata selama 1 tahun dan diamati secara ketat dengan berbagai teknik pemeriksaan seperti uji inokulasi, uji serologi dsb. Tujuan dari karantina pasca-masuk ini adalah untuk menguji bebas virus atau berbagai jenis OPT Karantina lainnya yang tidak dapat dideteksi pada pemeriksaan di pelabuhan/bandara. Benih juga diamati di laboratorium terhadap kemungkinan penyakit tular benih. Untuk beberapa jenis tanaman yang OPT Karantinanya sulit dideteksi, dilakukan pemeriksaan lapang selama pertumbuhannya di Negara pengekspor.
1.d. Diagnosa dan identifikasi OPT
Identifikasi OPT yang didapatkan pada saat pemeriksaan merupakan hal yang sangat penting bagi tugas perkarantinaan. Pakar identifikasi melakukan pengujian secara teliti dan rinci terhadap OPT dan menetapkan taksonominya. Dalam rangka mengidentifikasi OPT dengan benar dan cepat, para pakar ini menggunakan pedoman dan memberikan pelatihan tentang teknik-teknik identifikasi kepada petugas karantina tumbuhan. Selanjutnya, para pakar ini akan mengklasifikasi dan mengawetkan specimen tersebut sebagai koleksi temuan karantina dari hasil pemeriksaan.
1.e. Preshipment Quarantine di Negara Pengekspor
Beberapa jenis komoditas terlarang tertentu dapat juga diimpor bila memenuhi standar khusus yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Standar tersebut meliputi antara lain terminologi dan persyaratan tertentu bagi jenis dan varitas tumbuhan, area produksi, metoda sterilisasi, cara pengangkutan, dll. Pada saat komoditas tersebut akan diekspor, petugas karantina tumbuhan Jepang dikirimkan ke Negara pengekspor untuk menyaksikan pelaksanaan perlakuan sterilisasi dan pemeriksaan ekspor yang dilakukan oleh petugas di Negara pengekspor.
Contoh lain dari pelaksanaan pemeriksaan pra-pengapalan ini adalah yang dilakukan terhadap bunga potong hias dan umbi bunga-bungaan dari Belanda yang diekspor secara besar-besaran ke Jepang. Petugas karantina tumbuhan Jepang akan berada di Belanda untuk melakukan pemeriksaan preclearance agar dapat memenuhi ketentuan impor yang dipersyaratkan Jepang.
Beberapa Negara yang sudah menyelenggarakan perjanjian bilateral untuk pelaksanaan pemeriksaan pra pengapalan dengan pihak karantina tumbuhan Jepang ini adalah : Argentina (jeruk manis, lemon dan grapefruit), Australia (jeruk manis, lemon, mangga, Imperial, Ellendale, Murcott, dan Minneola), Belgia (ketimun dan tomat), Brazil (mangga), Kanada (cherry, jerami gandum dan tanaman dari genus Agropyron yang menghasilkan jerami), Cili (cherry), RRC (melon Xinjiang Uighur, leci, dan jerami padi), Kolumbia (Yellow pitaya), Perancis (apel), Hawaii (papaya dan mangga), Israel (Jeruk manis, grapefruit, pomelo, dan buah kesemek), Belanda (strawberry, ketimun, paprika, tomat, terung, anggur, melon, dan labu), New Zealand (Cherry, nektarin dan apel), Filipina (mangga dan papaya), Afrika Selatan (Jeruk manis, lemon, dan grapefruit), Spanyol (lemon, jeruk manis dan jeruk Clementine), Swaziland (jeruk manis dan grapefruit), Taiwan (jeruk Ponkan, mangga, leci, anggur, pomelo, dan papaya), Thailand (mangga dan manggis), daratan Amerika Serikat (cherry, nektarin, apel Washington dan Oregon, jerami gandum dan tanaman genus Agropyron yang menghasilkan jerami, walnut berkulit dan plum), Tasmania (apel).
2. Karantina Tumbuhan Ekspor:
Dahulu, guna menghindari hambatan terhadap komoditas ekspor dari Jepang, komoditas yang akan diekspor tersebut terlebih dahulu dikarantina di Jepang. Saat ini, beberapa Negara tujuan menginginkan pemeriksaan lapangan terhadap bibit dan benih tanaman sebelum diekspor dari Jepang. Juga beberapa Negara memerlukan dikenakan tindakan perlakuan terhadap bahan kemasan yang berasal dari kayu sebelum dikapalkan dari Jepang. Dinas Karantina Tumbuhan Jepang telah melakukan sosialisasi bagi para pengusaha perusahaan pengepakkan/kemasan kayu tentang hal-hal yang berkaitan dengan perlakuan panas dan fumigasi.
Beberapa jenis komoditas yang dapat dicontohkan adalah pengiriman bonsai ke Eropa, benih-benih tumbuhan ke berbagai Negara Asia, buah segar untuk Negara-negara Asia dan Amerika Serikat.
3. Karantina Tumbuhan Domestik:
Karantina Tumbuhan domestik dilakukan terhadap bibit kentang dan bibit tanaman buah-buahan guna memastikan bebas dari virus dan berbagai jenis penyakit lainnya dalam kerangka menjamin penyediaan benih/bibit yang sehat bagi para petani. Karantina tumbuhan domestik ini terdiri dari:
3.a. Karantina terhadap benih/bibit dalam negeri:
Petugas karantina tumbuhan akan melakukan pemeriksaan lapanga terhadap jenis-jenis tanaman tertentu. Kenytang adalah salah satu jenis tanaman yang telah ditetapkan untuk selalu diamati. Jika telah ditetapkan oleh petugas bahwa benih/bibit kentang tersebut sehat, baru diijinkan untuk dipasarkan.
Stok induk tanaman buah-buahan juga menjadi obyek pemeriksaan karantina tumbuhan. Tanaman tersebut antara lain adalah: jeruk, apel, anggur, pear, persik, cherry dan plum.
3.b. Program eradikasi terhadap OPT Tertentu:
Program ini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terhadap OPT yang telah ditetapkan dan diatur dalam peraturan karantina tumbuhan domestik. Stasiun Perlindungan Tumbuhan bekerjasama dalam program tersebut dengan melakukan monitoring hasil eradikasi dan memberikan keputusan akhir keberhasilan program ini.
OPT yang berhasil dieradikasi antara lain adalah : Lalat buah oriental (1986), dan lalat buah melon (1993). Saat ini sedang dilakukan eradikasi penggerek ubi jalar (Cylas formicarius) dan pencegahan penyebaran dan pelaksanaan pengendalian terhadap Citrus greening.
3.c. Survai pemantauan terhadap OPT yang diduga baru
Sangatlah penting mendeteksi OPT yang diduga introduksi baru lebih awal agar dapat dengan mudah dilakukan pencegahan sebelum timbul outbreak. Petugas karantina tumbuhan akan melakukan survai penyebaran lalt buah di sekitar tempat-tempat pemasukan penting serta di sekitar kantor pos internasional.
3.d. Pengendalian darurat:
Guna mencegah penyebaran lebih lanjut OPT asing di Jepang, Pemerintah menjalankan pengendalian darurat. Stasiun Perlindungan Tumbuhan bekerjasama dalam pelaksanaannya dan mengkonfirmasi tindakan eradikasi yang dilakukan pada program ini.
4. Penelitian:
Agar mencapai keefektivan pelaksanaan tugas, tindakan karantina tumbuhan harus selalu didasarkan pada latar belakang teknis yang berkaitan dengan aspek keilmuan termasuk diantaranya klasifikasi, ekologi, analisis risiko OPT, dan perlakuan sterilisasi OPT dimaksud. Berdasarkan hal tersebut, penelitian kemudian dilakukan yang meliputi:
a. Pengembangan teknik-teknik pemeriksaan;
b. Analisis Risiko OPTK (AROPTK);
c. Pengembangan teknik-teknik sterilisasi
d. Pengkoleksian informasi OPTK dari luar negeri;
e. Penelitian terhadap OPT; dan
f. Penyiapan data karantina.
5. Pelatihan:
Dengan tujuan mendapatkan petugas karantina tumbuhan yang kapabel, dapat dipercaya, petugas karantina harus mengikuti berbagai jenis pelatihan yang berkaitan dengan pelaksanaan tupoksinya. Aspek-aspek yang berkaitan dengan botani, entomologi terapan, patologi tumbuhan, zat kimia yang sering digunakan dalam bidang pertanian, teknik-teknik sterilisasi, adminsitrasi karantina tumbuhan dan praktek-praktek dalam hubungannya dengan perdagangan. Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan di Pemusatan Pelatihan Yokohama.
3. PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK (E-GOVERMEN )
Dalam mendukung pelaksanaan tugas, institusi karantina hewan dan karantina tumbuhan telah menerapkan program pertukaran data yang disebut PQ-Network (Plant quarantine network) untuk karantina tumbuhan dan ANIPAS (Animal quarantine inspection procedure automated system) untuk karantina hewan. Kedua program ini dibangun pada tahun 1997 oleh suatu perusahaan swasta besar (out-sourcing) yaitu NTT-Data. Semua data yang berkaitan dengan perkarantinaan berada pada server yang ditempatkan di kantor pusat NTT-Data di Shinkawa dengan backup data ditempatkan di kota lain yaitu Chiba. Penempatan backup data di tempat yang berjauhan ini dimaksudkan sebagai pengamanan apabila terjadi sesuatu bencana pada server induk di Shinkawa. NTT-Data tidak hanya menangani sentra data karantina saja namun juga NACCS (program milik Bea & Cukai Jepang), FAINS (Food Automated Import Notification and Inspection Network System), dan JETRAS (Japan Electronic Open Network Trade Control System). Dengan demikian sistem serupa National Single Windows telah diterapkan di Jepang.
Cara kerja PQ-Net
Pengguna Jasa (Importir dan Custom Broker) menyampaikan data tentang komoditasnya melalui jaringan tertutup kepada NACCS (Sea-NACCS dan Air-NACCS). Komputer NACCS kemudian akan melanjutkan data tersebut kepada pihak-pihak berkepentingan melalui jaringan IFS (Interface System). Data yang telah diterjemahkan untuk masing-masing pihak ini kemudian akan diterima oleh sistem PQ-Network dan diolah serta disimpan secara otomatis oleh komputer. Stasiun Karantina Tumbuhan dan tempat-tempat pemeriksaan akan melakukan browsing data guna mengetahui komoditas yang dilaporkan dan harus ditangani oleh petugas Karantina. Hasil penanganan komoditas oleh Stasiun Karantina Tumbuhan setempat, akan diupload ke dalam sistem dan langsung diakses ke dalam NACCS.
Selanjutnya petugas akan melakukan kegiatan operasionalnya, yaitu antara lain pemeriksaan kesehatan komoditas dimaksud. Hasil pemeriksaannya akan dilaporkan melalui sistem menuju komputer induk PQ-Network. Data inilah yang kemudian akan diteruskan kepada pengguna jasa melalui komputer NACCS.
PQ-Network sudah digunakan oleh 71 Stasiun dengan 100 clients dan pada tahun 2005 telah menangani 284.579 permohonan secara on-line atau 84% dari seluruh permohonan pemeriksaan karantina dan tindak lanjutnya.
Pada saat ini PQ-Network hanya menangani kegiatan impor saja, untuk ekspor baru akan diterapkan pada 2 (dua) tahun mendatang. Sistem berjalan dengan trafik tertutup yang ditangani oleh NTT-Data. Namun kesemuanya tidak dikenakan biaya, baik biaya trafik, upload dan download data, maupun pelaksanaan kegiatan perkarantinaan semuanya dilakukan secara gratis. Pengembangan sistem menuju web-based baru akan dilaksanakan kemudian.
PQ-Network dan ANIPAS dioperasikan sejak tahun 1997. Sedangkan NACCS yang pada awalnya diterapkan oleh Bea & Cukai Narita Airport (Narita Airport Customs Cargo Clearance System) dioperasikan lebih awal.
Pertukaran data antar unit kerja di dalam Dinas Karantina Tumbuhan sendiri dilakukan dengan memanfaatkan jaringan LAN (intranet). Pada setiap jam 12 siang penanggung-jawab PQ-Network akan mengambil data melalui flash-disk dari server induk, mengolah dan memindahkannya secara manual kepada web server untuk disebarluaskan baik secara terbatas maupun secara meluas.
Pada sistem ini terlihat bahwa sentral yang terhubung kepada pengguna jasa adalah NACCS, baik untuk data masuk maupun data keluar. Akses data oleh PQ-Network kepada NACCS dilakukan melalui mediator, yaitu IFS. PQ-Network tidak langsung berhubungan dengan pengguna jasa. Oleh karena itu hubungan pertukaran data secara elektronik dengan pihak Bea & Cukai dapat berjalan dengan baik.
Rencana penerapan e-certification dengan Negara lain masih belum dilakukan. Hal yang menjadi alasan mereka adalah karena belum ada standar yang mengatur. Berbeda halnya dengan ANIPAS yang telah terhubung dengan AQIS melalui program SANCRT. Program ini sendiri sudah dianggap out-of-date oleh AQIS dan akan segera digantikan dengan e-certification.
Cara kerja ANIPAS
Cara kerja program operasional ANIPAS hampir sama dengan PQ-Net, dimana trasfer data yang dilakukan oleh pengguna jasa ke sistem operasional bea cukai (NACCS) dan kemudian diteruskan ke karantina dilakukan secara realtime. Pengguna Jasa (Importir dan Custom Broker) menyampaikan data tentang komoditasnya melalui jaringan tertutup kepada NACCS (Sea-NACCS dan Air-NACCS). Komputer NACCS kemudian akan melanjutkan data tersebut kepada pihak-pihak berkepentingan melalui jaringan IFS (Interface System). Data yang telah diterjemahkan untuk masing-masing pihak ini kemudian akan diterima oleh sistem ANIPAS dan diolah serta disimpan secara otomatis oleh komputer. Kantor pusat karantina hewan dan cabang-cabang karantina hewan berikut sub-sub cabang karantina hewan akan melakukan browsing data guna mengetahui komoditas yang dilaporkan dan harus ditangani oleh petugas Karantina. Hasil penanganan komoditas oleh Stasiun Karantina Hewan setempat, akan diupload ke dalam sistem dan langsung diakses ke dalam NACCS.
Selanjutnya petugas akan melakukan kegiatan operasionalnya, yaitu antara lain pemeriksaan kesehatan komoditas dimaksud. Hasil pemeriksaannya akan dilaporkan melalui sistem menuju komputer induk ANIPAS. Data inilah yang kemudian akan diteruskan kepada pengguna jasa melalui komputer NACCS.
Berbeda dengan PQ-net, ANIPAS telah terhubung dengan AQIS Australia melalui program SANCRT. Dengan program ini maka petugas karantina dapat mencari informasi secara lebih dini komoditas karantina hewan yang diimpor dari Australia pada saat hari itu dan dapat mencetak sertifikat kesehatan yang telah dikeluarkan Australia. Program ini baru satu arah yaitu dari Australia ke Jepang, sementara dari Jepang ke Australia belum dilaksanakan.
4. PENUTUP
PQ-Network dan ANIPAS pada dasarnya menyerupai SIPUSRA (Sistem Operasional Karantina Tumbuhan) dan Sikawan (Sistem Operasional Karantina Hewan), namun dalam pengoperasiannya sangat berbeda. Kerjasama dengan Bea & Cukai telah dijalin dengan baik melalui program NACCS mereka. Bea & Cukai bertindak sebagai sentral data untuk semua program yang dihubungkan dengan IFS.
Sistem ini mungkin akan sulit diterapkan di Indonesia karena ada beberapa hal teknis dan non-teknis yang masih menjadi kendala, antara lain pembuatan program IFS guna pembacaan semua sistem yang ada saat ini masih belum dilakukan, kalaupun ada instansi mana yang akan membangun sistem ini yang bertindak sebagai leading sector. Ada semacam kekhawatiran deviasi data apabila data dari pengguna jasa tidak langsung mengakses ke komputer SIPUSRA dan Sikawan melainkan harus melalui komputer Bea & Cukai dulu, meskipun hal ini secara teknis mungkin masih dapat diatasi.
Sistem baru yang akan diterapkan melalui SIPUSRA dan Sikawan on-line ditunjang dengan program pertukaran data elektronik PPK, adalah bahwa pengguna jasa akan mengakses data secara langsung ke komputer SIPUSRA dengan menggunakan trafik public (web-based). PPK yang diterima oleh komputer SIPUSRA akan ditindak-lanjuti petugas fungsional POPT dan sistem akan berpindah ke in-house application yang dimiliki oleh unit-unit kerja Karantina Tumbuhan di seluruh Indonesia. Semua kegiatan akan dipantau oleh Sentra Data pada Bidang Informasi Perkarantinaan melalui program In-house Barantan dan akan disajikan kepada Menteri Pertanian melalui Executive Information System (EIS) serta untuk publik melalui website Badan Karantina Pertanian. Hubungan pertukaran data dengan Bea & Cukai akan dilakukan melalui web-based program serta pemanfaatan Harmonized System Codes (Kode HS). Penggunaan Kode HS ini adalah untuk mencegah masuknya data (PIB) yang bermuatan komoditas karantina oleh pengguna jasa, langsung menuju komputer Bea & Cukai sebelum dilaporkan kepada komputer SIPUSRA atau Sikawan.
Dengan melihat pada program yang digunakan oleh Dinas Karantina Hewan dan Tumbuhan Jepang, program SIPUSRA dan Sikawan akan dianalisis kembali guna menutup kekurangan (bug) yang mungkin ada pada sistem tersebut.
Usulan Tindak lanjut
Beberapa hal yang dapat diusulkan dalam kegiatan pembelajaran sistem informasi perkarantinaan di Jepang ini adalah :
1. Mengusulkan terjalinnya hubungan kerjasama perkarantinaan yang lebih erat di antara kedua negara, antara lain dengan :
a. Menerapkan kerjasama operasional, dengan pembicaraan bilateral tentang pelaksanaan pre-clearance procedures dan pre-shipment inspection system baik bagi produk-produk Jepang yang akan diimpor ke Indonesia maupun produk-produk ekspor Indonesia yang akan memasuki Jepang;
b. Membahas kemungkinan kerjasama pertukaran data elektronik melalui sistem e-certification dan atau sistem pelaporan yang lain.
2. Mengajukan usulan penguatan sarana dan prasarana pemeriksaan karantina pertanian melalui forum Economic Patnership Agreement yang telah dibangun antar Pemerintah Jepang dengan Indonesia melalui Dirjend P2HP Perikanan. Dalam hal ini pihak Atase Pertanian KBRI bersedia menjadi fasilitator.
3. Melakukan usulan technical assisstance dalam bidang Teknologi Informasi (pelatihan petugas pengolah data dan pemantapan peralatan pertukaran data di Unit-Unit Pelaksana Teknis Karantina Hewan dan Tumbuhan) dan bidang Laboratorium Karantina Hewan dan Tumbuhan (pelatihan petugas dan peralatan laboratorium).
ACKNOLEDGEMENT
Terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA, Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian RI.
2. Suharto, SH, MA, Kepala Pusat Informasi dan Keamanan Hayati, Badan Karantina Pertanian.
3. Pudjiatmoko, DVM., Ph.D, Atase Pertanian Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo.
4. Director General, Yokohama Animal Quarantine Service, MAFF-Japan, Mr. Minoru Yoshida, D.V.M.
5. Director General, Narita Branch Animal Quarantine Service, MAFF-Japan, Mr. Hirohiko Sano, D.V.M.
6. Senior Researcher, Yokohama Plant Protection Station, MAFF-Japan, Mr. Shin’ichi Takahara
7. Supervisory PPQ Officer, Narita Sub-Station, Mr. Haruki Itoh
8. Pak Hardiyanto dan Pak Taufik (staf KBRI - Tokyo) dan mas Bowo Prasetyo serta semua pihak yang telah membantu terselenggaranya pembelajaran sistem informasi perkarantinaan di Jepang.