Kemarin saya berkesempatan jalan-jalan ke Bontang, Kaltim. Kabar yang saya terima selama ini Bontang terkenal kota yang berhawa panas, bahkan ada yang mengatakan lebih panas daripada Samarinda. Mungkin lebih karena Bontang dekat dengan pantai di Selat Sulawesi dan Samarinda dekat dengan pantai Mahakam saja (hehe…, banyak orang Samarinda bilang tepian Sungai Mahakam “pantai”).
Namun kemarin, Bontang terasa sejuk dan dingin, mirip dengan suasana di Jogja atau di Malang. Suasananya sangat damai dan bikin saya ngantuk saja bawaannya. Maklumlah,dari sebelum subuh, hujan sudah mengguyur deras dan kebetulan hari minggu dalam bulan Ramadhan pula. Komplit sudah pendukung suasana relax…
Malamnya saya diajak teman salat teraweh ke masjid pupuk kaltim.
Waw…!
Memasuki kawasan pupuk kaltim, terasa memasuki wilayah Negara yang lain. Semuanya terasa beda. Bersih, teratur, rapi, indah,dan megah tentunya. Masjidnya indah dengan pelengkap audio visual yang representatif sehingga kegiatan shalat dan ceramah taraweh bisa berjalan dengan baik. Penceramahnyapun lumayan berisi dan dari pengumuman, sering juga didatangkan penceramah dari luar kota. Hal yang jarang ada di masjid-masjid yang lain.
Melihat itu semuasaya jadi berpikir, perusahaan pupuk terbesar di Indonesia ini sangat kaya. Saya cari-cari di google juga saya dapatkan info memang untung gede. PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) pada semester I-2010 berhasil membukukan laba sebelum pajak mencapai Rp421,636 miliar. Sementara itu, laba yang berhasil diperoleh perseroan pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp370 miliar.
“Laba sebelum pajak semester ini masih lebih tinggi dibandingkan semester I tahun lalu. Laba hingga akhir tahun diharapkan bisa Rp1 triliun,” ujar Direktur Keuangan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Eko Sunarko, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, naiknya laba tersebut ditopang naiknya harga rata-rata pupuk semester I-2010 dibanding harga rata-rata pupuk pada tahun lalu.
Untuk harga urea nonsubsidi naik sekira 28 persen dan amoniak naik sekira 50 persen. Adapun, penjualan pupuk nonsubsidi, seperti penjualan pupuk amoniak, penjulan pupuk untuk kebun dan industri memberi kontribusi sebesar 84,6 persen terhadap laba perseroan. Sementara itu, sisanya sekira 15,4 persen disumbang dari penjualan pupuk subsidi.
Lihat kan, hebat benar perusahaan pupuk ini. Bandingkan dengan yang ini:
Harga pupuk di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, mengalami kenaikan hingga mencapai 100 persen, disebabkan terbatasnya stok di tingkat pedagang eceran, sehingga para petani mengeluhkan akibat melonjaknya biaya produksi.
Bahkan, katanya, akibat tingginya harga pupuk tersebut, beberapa petani di Deli Serdang mencoba mendapatkan pupuk bersubsidi harganya jauh lebih murah yang dijual di Medan, namun juga sulit untuk mendapatkannya.
Kami telah menempuh berbagai cara untuk mendapatkan pupuk dengan harga murah, namun tak berhasil. Kondisi ini membuat kami merugi karena biaya produksi tak sebanding dengan hasil pertanian, katanya.
Ini lagi,
Mayoritas petani di Kab. Sumedang menjerit, akibat kenaikan harga pupuk bersubsidi. "Kami sangat menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang menaikkan harga pupuk bersubsidi saat harga gabah tengah anjlok," kata Endan (35), petani di wilayah Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang kepada "GM", Senin (26/4).
Dikatakan, harga eceran tertinggi pupuk jenis urea di pasaran Rp 1.600/kg atau naik 33% dari harga sebelumnya. Pupuk jenis SP naik 29% menjadi Rp 2.000/kg. Pupuk NPK Kujang, NPK Pelangi, dan NPK Phonska harganya menjadi Rp 2.300/kg. Sedangkan untuk pupuk organik menjadi Rp 700/kg atau naik 40%.
Bagi petani kecil, kenaikan harga pupuk bersubsidi ini sangat memberatkan. Apalagi ketergantungan mereka terhadap pupuk kimia masih sangat dominan. Mereka mengaku merasa belum afdal jika tanamannya belum dipupuk dengan pupuk jenis urea. "Karena sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia, sangat sulit bagi kami untuk mencoba beralih ke jenis pupuk lain seperti pupuk organik," ujar Opik (43), petani lainnya.
Dan ini lagi,
Kenaikan harga pupuk mulai berdampak pada petani di Kabupaten Soppeng. Mereka mulai mengeluhkan kenaikan harga tersebut.
Seorang petani, Amir, Kamis 29 April mengaku biaya untuk membeli pupuk makin membengkak. Belum lagi biaya produksi lain yang juga makin mahal dibanding sebelumnya.
Padahal hasil pertanian tidak menunjukkan kenaikan. "Biaya pertanian makin tinggi. Tentu ini sangat berdampak," keluh Amir.
Di tempat terpisah, Kasi Pengendalian Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Soppeng, HM Jafar mengatakan, kenaikan harga pupuk tersebut tidak bisa dihindari. Kenaikan terjadi setelah pemerintah mengurangi subsidi pupuk.
Hiks, hiks….
Yah begitulah negeri ini, lucu, ironi, dan apalagi lah terserah …
Yang jelas, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.
Yang miskin, ya petani yang tidak mau berganti pupuk ke yang organic saja, semakin hari ya semakin tinggi harga pupuknya, ya semakin besar juga kebutugan pupuknya.
PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) dan konco-konconya ya semakin kaya raya dan sejahtera.
Selamat menunaikan ibadah puasa ya..
Maaf lahir batin.
Rating: 5
Reviewer: Info Petani -
ItemReviewed: LABA MENINGKAT, PETANI SEKARAT - 9756people
Namun kemarin, Bontang terasa sejuk dan dingin, mirip dengan suasana di Jogja atau di Malang. Suasananya sangat damai dan bikin saya ngantuk saja bawaannya. Maklumlah,dari sebelum subuh, hujan sudah mengguyur deras dan kebetulan hari minggu dalam bulan Ramadhan pula. Komplit sudah pendukung suasana relax…
Malamnya saya diajak teman salat teraweh ke masjid pupuk kaltim.
Waw…!
Memasuki kawasan pupuk kaltim, terasa memasuki wilayah Negara yang lain. Semuanya terasa beda. Bersih, teratur, rapi, indah,dan megah tentunya. Masjidnya indah dengan pelengkap audio visual yang representatif sehingga kegiatan shalat dan ceramah taraweh bisa berjalan dengan baik. Penceramahnyapun lumayan berisi dan dari pengumuman, sering juga didatangkan penceramah dari luar kota. Hal yang jarang ada di masjid-masjid yang lain.
Melihat itu semuasaya jadi berpikir, perusahaan pupuk terbesar di Indonesia ini sangat kaya. Saya cari-cari di google juga saya dapatkan info memang untung gede. PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) pada semester I-2010 berhasil membukukan laba sebelum pajak mencapai Rp421,636 miliar. Sementara itu, laba yang berhasil diperoleh perseroan pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp370 miliar.
“Laba sebelum pajak semester ini masih lebih tinggi dibandingkan semester I tahun lalu. Laba hingga akhir tahun diharapkan bisa Rp1 triliun,” ujar Direktur Keuangan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) Eko Sunarko, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, naiknya laba tersebut ditopang naiknya harga rata-rata pupuk semester I-2010 dibanding harga rata-rata pupuk pada tahun lalu.
Untuk harga urea nonsubsidi naik sekira 28 persen dan amoniak naik sekira 50 persen. Adapun, penjualan pupuk nonsubsidi, seperti penjualan pupuk amoniak, penjulan pupuk untuk kebun dan industri memberi kontribusi sebesar 84,6 persen terhadap laba perseroan. Sementara itu, sisanya sekira 15,4 persen disumbang dari penjualan pupuk subsidi.
Lihat kan, hebat benar perusahaan pupuk ini. Bandingkan dengan yang ini:
Harga pupuk di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, mengalami kenaikan hingga mencapai 100 persen, disebabkan terbatasnya stok di tingkat pedagang eceran, sehingga para petani mengeluhkan akibat melonjaknya biaya produksi.
Bahkan, katanya, akibat tingginya harga pupuk tersebut, beberapa petani di Deli Serdang mencoba mendapatkan pupuk bersubsidi harganya jauh lebih murah yang dijual di Medan, namun juga sulit untuk mendapatkannya.
Kami telah menempuh berbagai cara untuk mendapatkan pupuk dengan harga murah, namun tak berhasil. Kondisi ini membuat kami merugi karena biaya produksi tak sebanding dengan hasil pertanian, katanya.
Ini lagi,
Mayoritas petani di Kab. Sumedang menjerit, akibat kenaikan harga pupuk bersubsidi. "Kami sangat menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang menaikkan harga pupuk bersubsidi saat harga gabah tengah anjlok," kata Endan (35), petani di wilayah Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang kepada "GM", Senin (26/4).
Dikatakan, harga eceran tertinggi pupuk jenis urea di pasaran Rp 1.600/kg atau naik 33% dari harga sebelumnya. Pupuk jenis SP naik 29% menjadi Rp 2.000/kg. Pupuk NPK Kujang, NPK Pelangi, dan NPK Phonska harganya menjadi Rp 2.300/kg. Sedangkan untuk pupuk organik menjadi Rp 700/kg atau naik 40%.
Bagi petani kecil, kenaikan harga pupuk bersubsidi ini sangat memberatkan. Apalagi ketergantungan mereka terhadap pupuk kimia masih sangat dominan. Mereka mengaku merasa belum afdal jika tanamannya belum dipupuk dengan pupuk jenis urea. "Karena sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia, sangat sulit bagi kami untuk mencoba beralih ke jenis pupuk lain seperti pupuk organik," ujar Opik (43), petani lainnya.
Dan ini lagi,
Kenaikan harga pupuk mulai berdampak pada petani di Kabupaten Soppeng. Mereka mulai mengeluhkan kenaikan harga tersebut.
Seorang petani, Amir, Kamis 29 April mengaku biaya untuk membeli pupuk makin membengkak. Belum lagi biaya produksi lain yang juga makin mahal dibanding sebelumnya.
Padahal hasil pertanian tidak menunjukkan kenaikan. "Biaya pertanian makin tinggi. Tentu ini sangat berdampak," keluh Amir.
Di tempat terpisah, Kasi Pengendalian Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Soppeng, HM Jafar mengatakan, kenaikan harga pupuk tersebut tidak bisa dihindari. Kenaikan terjadi setelah pemerintah mengurangi subsidi pupuk.
Hiks, hiks….
Yah begitulah negeri ini, lucu, ironi, dan apalagi lah terserah …
Yang jelas, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.
Yang miskin, ya petani yang tidak mau berganti pupuk ke yang organic saja, semakin hari ya semakin tinggi harga pupuknya, ya semakin besar juga kebutugan pupuknya.
PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) dan konco-konconya ya semakin kaya raya dan sejahtera.
Selamat menunaikan ibadah puasa ya..
Maaf lahir batin.
Info Petani -