KEWIRAUSAHAAN DI BIDANG PERTANIAN , PERTANIAN UNTUK MEMULAI BISNIS , CARA BERBISNIS DI PERTANIAN , DAFTAR BISNIS PERTANIAN , KEWIRAUSAHAAN UNTUK BISNIS PERTANIAN , BISNIS PERTANIAN DARI DASAR , KEGIATAN BISNIS KEWIRAUSAHAAN , MODAL BISNIS PERTANIAN , MENCARI MODAL BISNIS PERTANIAN , MODAL AWAL UNTUK BISNIS PERTANIAN , PENANAM MODAL BISNIS PERTANIAN
PENDAHULUAN
Kegiatan P4MI
yang antara lain bertujuan meningkatkan pendapatan petani menyadarkan
mereka bahwa upaya untuk mentas dari kemiskinan harus dimulai dari
dirinya. Kesadaran tersebut dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan investasi desa. Dengan
pemberdayaan yang dilakukan pada berbagai kegiatan telah terjadi
kebangkitan dirinya yang selanjutnya membawa perubahan dalam kegiatan
usahataninya.
Berdasarkan pemantauan di lapangan terlihat bahwa pembangunan investasi desa P4MI melalui KID
yang diawali pemberdayaan dan diikuti inovasi teknologi telah
menunjukan adanya peningkatan pendapatan petani. Pemba-ngunan irigasi
di Blora (embung, checkdam, glontoran, pompa air) telah mampu
meningkatkan produktivitas padi dari 4,5 ton GKP/ha menjadi 6 - 8 ton
GKP/ per ha, meningkatkan IP dan
menurunkan biaya pengairan. Bendungan Mini di desa Jenggik, Lombok
Timur mampu mengairi sawah 420 ha dan menaikkan produksi dari 4 ton
menjadi 5-6 ton/ha. Pembangunan jalan usahatani di Donggala dan
Temanggung membuka aksesibilitas dan menghemat biaya transport.
Usahatani mereka tidak lagi berorientasi untuk mencukupi kebutuhan
keluarga tetapi menjadi petani yang berwawasan komersial.
Keberhasilan
yang dicapai saat ini baru merupakan titik awal dari kegiatan
pengembangan agribisnis sebagai sarana dalam upaya pengentasan
kemiskinan. Sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin
diperlukan kegiatan berlanjut dan terus berkembang. Keberlanjutan yang
dimaksud antara lain dengan meningkatkan perkembangan sistem agribisnis
yang telah tumbuh. Pengembangan agribisnis dimaksudkan untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui nilai tambah, diversifikasi usaha
dan pemanfaatan terbukanya peluang bekerja dan berusaha di desanya.
Salah satu hambatan pengembangan agribisnis
di pedesaan adalah rendahnya kemampuan untuk berwirausaha. Kemampuan
berwirausaha dapat dicontohkan seperti kemampuan dalam melihat peluang
kegiatan usaha, memanfaatkan peluang kerja, pemilihan jenis usaha,
peluang pasar, teknik memasuki pasar, manajemen usaha dan keuangan,
sumber informasi, mencari mitra usaha dan sebagainya.
Peningkatan
kewirausahaan merupakan salah satu bentuk pemberdayaan petani.
Pemberdayaan merupakan “proses menjadi” bukan proses instant.
Pemberdayaan tahap awal dilakukan untuk memberi kesadaran bahwa
peningkatan kesejahteraan harus dimulai dari mereka sendiri. Tahap
selanjutnya adalah pengkapasitasan yang meliputi pengkapasitasan
sumberdaya manusia, organisasi dan sistem nilai. Pada tahap akhir
pemberdayaan adalah pemberian daya pada target. Pada
perintisan agribisnis pedesaan dan kewirausahaan adalah langkah
pemberdayaan dalam pengkapasitasan target yaitu pengka-pasitasan calon
wirausaha, organisasi dan sistem nilai dalam agribisnis.
Dalam
pengembangan agribisnis program P4MI, yang akan berusaha adalah petani
atau kelompok tani dengan kewirausahaannya yang masih rendah. Oleh
karena itu pengembangan agribisnis pedesaan akan disertai dengan
peningkatan kewirausahaan mereka. Peningkatan kewirausahaan akan
mengajak mereka berpikir positip dan ditananamkan suatu keyakinan
terhadap keberhasilan usaha yang dipilih.
Pada
uraian berikut disampaikan gambaran tentang beberapa faktor yang
menghambat terhadap berkembangnya kewirausahaan di pedesaan. Faktor yang
menghambat berkembangnya kewirausahaan dapat berasal dari budaya
masyarakat ataupun mitos yang berkembang di masyarakat Beberapa faktor
yang menghambat kewirausahaan di pedesaan antara lain sebagai berikut :
1.
Pengaruh feodal di masyarakat Indonesia masih sangat kencal. Hal
ini dapat dilihat bahwa orang tua mengharapkan anaknya dapat bekerja
sebagai pegawai. Tujuan menyekolahkan anak agar anaknya dapat bekerja
sebagai pegawai terutama pegawai negeri. Setelah anak lulus dari
pendidikan, mereka berusaha untuk melamar pekerjaan menjadi pegawai.
Bahkan keluarganya malu bila anak yang dididik sampai perguruan tinggi
hanya bekerja seperti ayahnya yaitu sebagai petani.
2.
Dalam kalangan masyarakat ada mitos bahwa pengusaha itu hanya dapat
dilakukan oleh orang pintar, tidak mungkin orang bodoh dapat menjadi
pengusaha. Tetapi banyak orang yang mempunyai titel sarjana bahkan
doktor kurang berhasil dalam berwirausaha, sebaliknya dijumpai ada
wirausaha yang berhasil meskipun ia tidak dapat membaca huruf latin.
3.
Ada mitos lain di kalangan masyarakat bahwa keberhasilan seseorang
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Anak seorang guru akan menjadi guru
setelah dewasa. Anak kepala desa dapat menjadi kepala desa, sedangkan
keturunan keluarga miskin tidak mungkin dapat menjadi kepala desa, dan
selamanya akan tetap miskin.
4.
Selain itu ada yang beranggapan bahwa kehidupan yang mereka terima
adalah takdir dan tidak mungkin dapat mengubah takdir yang diberikan
oleh Allah. Anggapan ini melemahkan semangat seseorang untuk berusaha
merubah nasibnya sehingga tetap miskin.
Anggapan
dan mitos yang salah di masyarakat seperti yang diuraikan diatas telah
membudaya menyebabkan seseorang menjadi skeptis, kurang percaya diri,
sehingga tidak memunculkan kreativitas seseorang untuk perubahan dalam
hidupnya. Pada paper ini, penulis mengajak mendobrak anggapan yang salah
tersebut dan diharapkan setelah memahami apa yang diuraikan dalam
tulisan ini, dapat memotivasi masyarakat untuk merubah nasib karena
nasib baik itu harus dibangun sendiri. Jangan pernah menunggu nasib.
Nasib ini tidak akan berubah, bila kita tidak mengubah sendiri. Nasib
baik adalah hak bagi mereka yang mengelola hidupnya dengan baik.
Transformasi sebuah kehidupan membutuhkan transpormasi pribadi yang
mengisi kehidupan itu.
MEMULAI BISNIS DARI NOL
Kebanyakan
orang berpikir bahwa yang penting dalam memulai usaha adalah
tersedianya modal. Dalam kenyataan di masyarakat bahwa banyak orang yang
memulai usaha dengan modal yang cukup, tetapi mereka mengalami
kegagalan. Bahkan mereka terus menerus mengalami kegagalan dengan
berganti-ganti usaha. Mereka tidak memperoleh apa apa selain kegagalan
karena tidak dipelajari sebab-sebab kegagalan yang menimpa usahanya.
Bagi
pemula bisnis yang penting bukan ketersediaan modal tetapi adanya suatu
cita-cita untuk menjadi orang kaya. Pada hakekatnya, setiap orang
menghendaki hidup sejahtera dan ingin bahagia. Tetapi cita-cita tanpa
ada usaha untuk mewujudkan hanyalah mimpi. Usaha mewujudkan cita-cita
merupakan perjuangan. Perjuangan menghendaki pengorbanan dan pengorbanan
menghendaki kemantapan hati.
Mempunyai
cita-cita berarti mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu atau
tujuan. Cita-cita bukanlah sekedar apa yang terbayang di dalam pikiran
seseorang, tetapi juga bagaimana orang tersebut mengarahkan pikirannya.
Cita-cita mengawali kemunculan niat yang kuat sehingga menimbulkan
minat yang merupakan kecenderungan hati kepada sesuatu. Cita-cita yang
mereka miliki akan membimbing dalam menentukan suatu usaha sebagai
sarana untuk mencapai cita-citanya. Sukses atau keberhasilan tidak dapat
datang sendiri dan sifatnya pasif. Oleh karena itu untuk mencapai
keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita harus aktif atau ada usaha
manusia itu untuk meraihnya.
Cita-cita
untuk menjadi orang kaya diawali dari niat yang kuat untuk berbisnis di
jalan yang halal. Keputusan untuk mempunyai usaha diyakini
sedalam-dalamnya bahwa usaha tersebut merupakan langkah yang benar untuk
mencapai tujuan menjadi kaya di jalan Allah. Oleh karena itu usaha
bisnis tersebut harus diusahakan agar menjadi kenyataan.
Keinginan
untuk mewujudkan cita-cita dijabarkan dalam bentuk suatu rencana yang
realistik. Selanjutnya mereka memulainya dengan langkah-langkah nyata
untuk mencapainya. Usaha sebaiknya dimulai dari kecil, sederhana tetapi
hidup, tumbuh dan berkembang. Usaha yang hidup dicirikan oleh
pertumbuhan dari segi skala usaha sedangkan perkembangan dilihat dari
sisi kemampuannya merespon perkembangan sekitarnya.
Dalam
memulai merintis usaha diperlukan keberanian untuk memilih suatu bisnis
tertentu. Pemilihan usaha tentu didasarkan pada keuntungan yang akan
diperoleh. Semakin besar keuntungan yang akan diperoleh semakin antusias
untuk mewujudkan bisnis. Tahap berikutnya berani melangkah memulai
usaha. Tahap ini sangat penting tanpa ada langkah memulai bisnis maka
bisnis yang dicita-citakan tidak akan terwujud. Seperti orang dari Bogor
mau ke Jakarta tanpa ada langkah pertama untuk berangkat tidak akan
sampai ke Jakarta.
Untuk
menjadi kaya adalah hak semua orang, baik mereka sebagai buruh,
pegawai, pengusaha kecil, dan sebagainya. Untuk menjadi orang kaya
diperlukan perubahan dalam kehidupannya, pola berpikir, keberanian
memuai usaha. Ada pendapat bahwa untuk menjadi kaya harus bekerja keras.
Untuk beberapa hal benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Sebagai contoh
seorang buruh tani yang bekerja keras kurang memungkinkan untuk menjadi
kaya tanpa ada perubahan dalam usaha. Pada tulisan ini ada kasus
seorang buruh yang sukses hidupnya setelah berhasil mewujudkan usaha
pemotongan ayam. Demikian juga banyak dijumpai ada pengusaha kecil
(industri sandal) atau pedagang yang bekerja keras dari muda sampai tua
tetap hidup dalam kekurangan bahkan terlilit oleh hutang.
Pada
tulisan ini juga diberikan contoh seorang pedagang beras yang buta
huruf latin tetapi sukses mewujudkan impiannya menjadi kaya dijalan
Allah. Pada uraian berikut akan diuraikan suatu langkah untuk menjadi
keluarga sukses di jalan Allah. Salah satu langkah adalah
memanfaatkan modal dasar pemberian Allah, berani merubah pola hidup,
mengubah pola pikir dan kebiasaan, mengubah pola pengeluaran, belajar
pada keberhasilan orang lain dan belajar dari kegagalan.
MEMILIH KEGIATAN USAHA
Kiyosaki
membagi jenis pekerjaan dalam 4 kuadran yaitu sebagai pekerja pada
orang lain (karyawan), pekerja pada dirinya sendiri (tenaga
profesional), pebisnis dan investor. Sebagai pegawai mempunyai
penghasilan tetap sehingga terjamin pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Tetapi peningkatan gaji dari waktu ke waktu relatif
kecil. Mungkin dengan kerja keras akan memperoleh bonus tetapi hanya
sewaktu-waktu dan jumlahnya relatif kecil. Kalau mereka tidak mempunyai
usaha sampingan sulit untuk menjadi kaya.
Kiyosaki
tidak memasukan golongan yang paling bawah yaitu kelompok buruh yang
tidak mempunyai pekerjaan tetap dan upah rendah. Golongan inilah yang
menjadi tugas P4MI untuk mengentaskan dari kemiskinannya. Kiyosaki tidak
membahas golongan informal ini, karena karyawan dengan gaji tetap sulit
menjadi kaya apalagi kelompok dibawahnya yang tidak mempunyai kepastian
dapat pekerjaan.
Kuadran
kedua menurut Kiyosaki ditempati oleh orang yang bekerja pada dirinya
sendiri atau kaum profesional. Golongan ini tidak mempunyai bos. Mereka
relatif lebih bebas mengatur jadwal kerja, tidak ada kewajiban pada jam
tertentu datang kekantor atau jam pulang kantor, kecuali mereka sendiri
yang mewajibkannya. Golongan ini hanya tunduk pada pelanggan atau klien
atau pasien. Mereka juga tunduk pada assosiasi yang memberi ijin untuk
praktek. Penghasilan dari golongan ini tidak menentu, pada suatu waktu
memperoleh pendapatan yang lumayan tetapi pada waktu-waktu tertentu
tidak ada pemasukan.
Dalam bukunya yang berjudul ”Cashflow Quadrant”,
Kiyosaki mengemu- kakan bahwa ada dua kuadran yang memungkinkan
seseorang bisa kaya raya yaitu menjadi pengusaha dan menjadi investor.
Untuk menjadi wirausaha tidak harus dimulai dengan modal dalam bentuk
uang, sedangkan sebagai investor harus ada modal dalam bentuk uang. Maka
sebagai wirausaha terbuka bagi siapa saja yang bercita-cita menjadi
kaya.
MODAL DASAR PEMBERIAN TUHAN.
Tuhan
memberi modal dasar bagi manusia untuk kegiatan usaha atau bisnis.
Kedua faktor modal tersebut adalah waktu dan diri manusia itu sendiri.
Waktu tidak terbatas adanya, tetapi terbatas bagi kita, umur kita
terbatas adanya dan dalam sehari semalam hanya terdapat 24 jam.
Sedangkan diri manusia dapat dikembangkan sehingga potensinya dapat
dikatakan tidak terbatas.
Orang sering mengatakan bahwa ”waktu adalah uang (time is money)”. Artinya
waktu adalah sesuatu yang sangat berharga, bila tidak memanfaatkan
waktu dengan baik, akan mengalami kerugian yang besar. Waktu yang telah
berlalu tidak pernah kembali lagi. Dengan keterbatasan waktu tersebut,
orang-orang yang berhasil mampu mengelola waktu sedemikian rupa agar
mendapatkan manfaat sebesar mungkin dalam upaya mencapai cita-citanya.
Dipihak
lain, Tuhan memberi diri manusia dengan sarana pengembangan dirinya,
yaitu otak, mata, kaki, tangan, mulut, hidung, telingga, dan sebagainya
yang dapat dipakai untuk pengembangan diri. Pengembangan diri
diperoleh dari peningkatan pendidikan, peningkatan ketrampilan,
pengalaman, pergaulan dan sebagainya. Pengembangan diri tidak terbatas
dan tergantung pada kemampuam dan kemauan diri manusia itu sendiri.
Dengan
demikian manfaat yang diperoleh sangat terkait antara pengoptimalan
waktu dengan potensi pengembangan diri untuk kegiatan usahanya.
Penggunaan waktu untuk berfoya-foya, mabuk-mabukan, narkoba, main judi
tidak meningkatkan potensi dirinya bahkan merusak dirinya sendiri. Bagi
orang yang mempunyai waktu luang selayaknya dipergunakan untuk bekerja
mengembangkan bakat, hobi, belajar, membaca, ibadah, berolah raga, yang
akan meningkatkan potensi dirinya. Pergunakan waktu untuk menemukan ide
yang dapat dikerjakan dan mulailah dikerjakan dan tidak usah menunggu
situasi menjadi baik.
Dari
uraian diatas bahwa waktu dan diri sendiri merupakan modal pemberian
Allah yang penting dalam mengembangkan usaha. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan waktu dan diri yang antara lain untuk :
a. Bekerja
b. Belajar berbisnis yang baik melalui pendidikan formal, kursus, pelatihan, pengalaman orang lain dan dsb
c. Mencari informasi tentang teknologi, pasar dsb
d. Mengevaluasi kinerja bisnis
e. Olahraga dan istirahat
f. Silaturahmi dan bersantai bersama keluarga.
Pada
waktu memulai usaha, mungkin banyak alokasi waktu yang dicurahkan untuk
bekerja, tetapi dengan berkembangnya usaha, waktu untuk bekerja secara
fisik semakin berkurang. Sebagian pekerjaan yang semula dikerjakan
sendiri dapat didelegasikan kepada orang lain.
Alokasi
waktu dari a sampai f, ada hubungannya dengan peningkatan diri dan
keberhasilan bisnis seseorang. Belajar berbisnis tidak hanya dapat
diperoleh melalui pendidikan formal dan pelatihan tetapi juga dapat
diperoleh dengan belajar dari pebisnis yang berhasil. Olahraga dan
istirahat yang cukup untuk menjaga badan agar tetap fit dalam melakukan
pekerjaan. Kegiatan usaha dilakukan perlu dievaluasi untuk melihat kelemahan dan kekuatannya.
Informasi
teknologi bermanfaat dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha yang
dilakukan dan sangat mungkin dapat ditemukan ide untuk mengembangkan
bisnis baru. Informasi pasar merupakan informasi untuk menyusun strategi
pemasaran untuk pengembangan usahanya. Silaturahmi merupakan ajaran
yang sepertinya dilakukan hanya pada hubungan sosial saja. Tetapi
didalamnya juga mengandung ajaran untuk pengembangan bisnis.
Silaturahmi dilakukan dengan sesama bisnis, karyawan maupun pelanggan.
Demikian juga diperlukan santai bersama keluarga untuk menghilangkjan
kejenuhan bekerja dan memberi makna untuk siapa ia bekerja keras.
BELAJAR BISNIS DARI PENGALAMAN ORANG LAIN
Kasus Wirausaha Agribisnis Pedesaan
Dalam
memulai suatu usaha sebaiknya dimulai dari usaha yang kecil, sederhana,
dengan kemampuan modal sesuai dengan kekuatannya. Pada uraian berikut
diberikan contoh beberapa orang yang berhasil mengembangkan usaha.
Mereka bukan dari orang-orang berpendidikan tinggi, bukan dari keluarga
kaya. Mereka adalah orang-orang pedesaan yang mempunyai jiwa wirausaha.
Mereka mampu melihat peluang usaha, pandai mengelola waktu, berfikiran
positif yang melahirkan kreativitas untuk mengembangan usahanya.
Pada uraian berikut akan dikemukakan 3 kasus wirausaha yang berasal dari pedesaan. Sebenarnya
banyak tokoh nasional yang berangkat dari usaha yang kecil yang saat
ini menjadi pengusaha besar. Tokoh yang dijadikan kasus pada tulisan ini
berasal dari desa yang sebagian tetap tinggal di desa atau masih
terkait dengan desanya. Kasus yang akan dikemukakan hasil pengamatan
tentang orang pedesaan yang berhasil mengembangkan usaha.
Kasus 1,
diambil dari sebagian kisah sukses story Pak Kambyah, seorang petani di
kabupaten Majalengka. Petani ini salah satu responden penelitian studi
dinamika pedesaan, Survey Agro Ekonomi, merupakan studi yang dilakukan
selama 5 tahun dari 1975 s/d 1980. Setiap melakukan penelitian di
desanya, penulis menginap di salah satu rumahnya yang baru selesai
dibangun (dicadangkan untuk anak bungsunya).
Pak
Kambyah tidak dapat membaca dan menulis huruf latin, tetapi dapat
menulis huruf Arab dengan baik. Bahkan semua kegiatan usahanya dicatat
dalam huruf arab. Catatannya meliputi kegiatan usahatani, usaha
penggilingan beras, usaha angkutan yang dimilikinya, usaha gedung
bioskop dan catatan tentang tetangganya yang utang gabah kepadanya. Pak
Kambyah tergolong pada petani paling kaya di desanya, dan sebagai
donatur bila desa memerlukan bantuan untuk kegiatan tertentu. Termasuk
peneliti yang bertamu di desanya dititipkan oleh Kepala desa di
rumahnya.
Berdasar
cerita Pak Kambyah yang juga di konfirmasikan dengan tetangga dan
beberapa tokoh desa bahwa Pak Kambyah lahir dari keluarga kurang mampu.
Pada waktu mudanya menjual beras keliling (dipikul) di desanya dan
desa-desa tetangganya. Pak Kambyah membeli gabah dari penderep dan
petani dalam jumlah yang kecil, kemudian diolah menjadi beras. Berkat
ketekunannya dan hemat menggunakan uangnya, pada umur sekitar 25 tahun
mampu menyewa sawah milik tetangganya. Dengan ketekunannya, sawah yang
disewa semakin luas dan secara bertahap mampu membeli sawah. Pada saat
dilakukan penelitian (1976), Pak Kambyah mengelola sawah seluas 26 ha,
12 ha sawah milik (atas nama anak-anaknya) dan sisanya sawah yang
disewa dari tetangga dan beberapa pamong desa.
Disamping
itu, Pak Kambyah mempunyai kegiatan membantu petani lain dengan memberi
pinjaman dalam bentuk gabah kering lumbung (GKL). Melalui kesepakatan
mereka bahwa setiap pinjaman sebanyak 100 kg GKL akan dikembalikan dalam
bentuk gabah sebanyak 150 kg GKL. Dari catatannya jumlah peminjam
sekitar 186 petani (1976). Dari perhitungan kasar bunga pinjaman
tergolong besar yaitu 50 persen selama 6 bulan. Kalau dibandingkan
dengan bunga kredit bimas yang disempurnakan pada waktu itu hanya 1
persen atau sebesar 6 persen dalam 6 bulan. Berdasar informasi dari
pamong desa (Pak Tua), petani lebih senang pinjam ke Pak Kambyah, karena
mudah, cepat dan murah.
Penjelasan
bahwa bunga pinjaman dari Pak Kambyah lebih murah dibandingkan kredit
Bimas tidak hanya dibenarkan oleh pamong desa tetapi juga oleh petani
yang meminjamnya. Sebagai penjelasan adalah sebagai berikut :
Jumlah pinjaman = 100 kg GKL
Harga gabah pada waktu pinjam (musim paceklik) = Rp. 7.000/ku
Nilai pinjaman = Rp. 7.000
Pembayaran hutang dalam bentuk gabah = 150 kg GKL
Harga gabah kering giling pada waktu panen = Rp. 4.250/ku
Nilai pembayaran hutang (150 kg gabah) = Rp. 6.375,-
Berdasarkan perhitungan kredit Bimas yang disempurnakan :
Nilai pinjaman setara 100 kg GKL = Rp 7.000,-
Bunga selama 6 bulan (6 x 1 % x Rp. 7000,-) = Rp. 420,-
Jumlah pengembalian (pinjaman + bunga) = Rp. 7.420,-
Untuk membayar pinjaman petani harus menjual (7420 : 4250) = 174,6 kg GKL
Kalau
dihitung dalam bentuk uang maka pinjaman dalam bentuk gabah oleh Pak
Kambyah lebih murah sebesar Rp.1.045,- per 100 kg GKL atau petani
diuntungkan sekitar 24,6 kg gabah dibandingkan dengan kredit bimas,
lebih lebih kalau dibandingkan dengan bunga kredit oleh pelepas uang di
desa itu sebesar 10 persen sebulan.
Contoh
bentuk kredit yang diuraikan diatas bukan bertujuan untuk membandingkan
bahwa sistem ijon lebih baik dari pada sistem bimas, tetapi ingin
mengemukakan bahwa Pak Kambyah mampu melihat peluang adanya kegiatan
kredit dan dijamin dapat dibayar nasabah. Kredit bentuk natura seperti
yang diuraikan diatas menguntungkan pemberi pinjaman maupun nasabah
karena situasi fluktuasi harga gabah yang relatif tajam antara harga
musim paceklik dan musim panen. Dihitung dengan rupiah Pak Kambyah
merugi, tetapi secara natura Pak Kambyah mempunyai jumlah gabah 1,5 kali
dari jumlah yang dipinjamkan. Pak Kambyah yakin bahwa gabahnya akan
kembali karena pinjaman bentuk uang yang berlaku umum di masyarakat
sebesar 10 persen sebulan. Menurut Pak Kambyah ada 7 orang yang tidak
mengembalikan kredit. Mereka tidak ditagih. Menurut Pak Kambyah,
orang-orang tersebut tidak lagi berani pinjam dan kehilangan kesempatan
bekerja sebagai penyakap maupun pengedok di sawah milik Pak Kambyah.
Pada
kunjungan lapang 1978, Pak Kambyah tidak lagi mempunyai kegiatan
perkreditan seperti diuraikan diatas dengan alasan harga gabah tidak
banyak berbeda antara harga di musim paceklik dan harga di musim panen.
Ia hanya memberi pinjaman kepada para buruhnya yang tidak ditentukan
besar bunganya asal dikembalikan dalam bentuk kering. Tetapi Pak
Kambyah mempunyai usaha baru disamping sebagai petani yaitu mempunyai
usaha penyewaan jasa traktor dan usaha penggilingan beras (Pabrik
Beras Kecil atau PBK) dan mempunyai 2 kendaraan angkut barang.
Semula,
usaha jasa pengolahan tanah dengan traktor ditujukan untuk mengolah
sawahnya sendiri. Demikian juga PBK dan kendaraan angkut barang hanya
ditujukan untuk mengangkut dan menggiling gabah/beras milik sendiri.
Gabah dari pengembalian pinjaman diperkirakan 90 ton dan dari sawah
sendiri sekitar 75 ton per musim. Oleh karena itu ia memutuskan akan
lebih menguntungkan bila ia menjual padinya dalam bentuk beras. Ia
membeli satu huller yang dilengkapi dengan mesin pemutih (poliser).
Pengalaman mempunyai PBK akhirnya Pak Kambyah juga membeli gabah dari
tengkulak atau menggiling gabah tengkulak padi untuk dijadikan beras.
Untuk memudahkan angkutan gabah dari sawah dan dari rumah petani yang
menjual gabah telah disediakan 2 mobil sebagai sarananya.
Satu
hal yang belum diuraikan diatas bahwa Pak Kambyah mempunyai anak angkat
lulusan SMEA yang membantu pembukuan semua kegiatan usahanya disamping
istri dan anaknya perempuan sebagai pengelola PBK. Anak angkat ini
akhirnya menjadi menantu yang banyak memegang peranan dalam usahanya.
Kunjungan
pada 1980, usaha Pak Kambyah semakin berkembang baik pada kegiatan
usaha tani, menyewakan jasa alsintan (traktor tangan), penggilingan
beras, alat transportasi dan gedung pertunjukan. Pada waktu itu telah
mempunyai 2 buah traktor tangan, 2 PBK, 2 truk untuk mengangkut tebu, 2
colt untuk mengangkut gabah atau beras, armada pembelian gabah, armada
pembelian bata mentah, dan sebuah gedung bioskop yang berada di ibukota
kecamatan.
Usaha
produksi bata merah dipilih untuk memanfaatkan limbah sekam dari 2 buah
PBK. Pak Kambyah tidak mengusahakan pembuatan bata mentah tetapi
membeli dari tetangga atau penduduk di desanya. Usaha bata mentah dan
sistem penjualan bata mentah sudah lama diusahakan di desa ini. Usaha
Pak Kambyah melakukan pembakaran bata mentah yang dibeli dengan
menggunakan sekam dari 2 PBK yang dimilikinya.
Pada
tahun 1980 mempunyai tenaga kerja administrasi sebanyak 4 orang, tenaga
keuangan, 15 tengkulak padi, 6 orang mengurus pembelian bata mentah, 4
orang operator traktor, tiga orang pengelola gedung bioskop, 6 orang
tenaga PBK, 4 sopir dan 4 kernet. Disamping itu masih mempekerjakan
tenaga lepas (harian/borongan) untuk kegiatan penjemuran padi,
pembakaran bata merah dan buruh lainnya.
Kasus 2,
diambil kisah sukses story dari seorang guru agama di desa Gerih,
Kecamatan Geneng kabupaten Ngawi. Desa Gerih merupakan salah satu desa
contoh Panel Petani Nasional di Propinsi Jawa Timur yang mulai diteliti
Pusat Penelitian Agro Ekonomi pada awal tahun delapan puluhan. Seperti
halnya pengamatan di Majalengka studi kasus dilakukan atas inisiatif
sendiri terpisah dari studi Patanas. Ia menjadi guru agama di kota
kabupaten Ngawi. Meskipun sudah kawin, mereka masih tinggal ikut orang
tuanya. Karena sesuatu hal telah terjadi kesalah pahaman dengan orang
tuanya, ia memutuskan untuk pindah ke desa Gerih desa asal istrinya dan
mereka menempati rumah kosong milik salah satu keluarga istrinya. Jarak
desa Gerih ke Ngawi sekitar 13 km, ia tetap mengajar di Ngawi yang
dilaju dengan menggunakan sepeda.
Sambil
bekerja sebagai guru, ia mulai merintis menjual jamu secara berkeliling
setelah pulang dari mengajar. Jamu yang dijual buatan sendiri bersama
istrinya. Ketrampilan meramu jamu berasal dari istri pegawai kehutanan.
Sekitar 2 tahun ia bersama istrinya bekerja membantu istri pegawai
kehutanan dari membersihkan bahan jamu, mengantar jamu ke warung-warung
dan akhirnya belajar meramu berbagai macam jamu. Istrinya seorang drop
out SLA telah mencacat ramuan jamu yang dibuat oleh majikan yang
mengajarinya.
Pengetahuan
meramu jamu yang didapat dari istri seorang pegawai kehutanan tersebut
merupakan bekal dalam memulai usahanya. Bahkan dalam pengembangan
usahanya dia belajar dari beberapa peramu yang terkenal di Madiun, Solo
serta mencoba ramuan dari berbagai literatur. Suami istri ini tidak
segan untuk menanyakan rasa jamunya pada konsumen dan menerima kritik
dari konsumen langgananya.
Pada
awal usaha jamu di Gerih, penjualan jamu dilakukan sendiri dengan
menggunakan gerobak dorong. Ramuan jamu dibuat istrinya yang tidak
terlepas dari pengamatannya, terutama dalam kebersihan dan kualitas
jamunya (dari rasa). Berselang setengah tahun ia tidak lagi mendorong
sendiri gerobaknya, tetapi mengupah orang untuk mendorong gerobak
jamunya dan ia yang melayani bila ada orang beli. Pada tahun berikutnya
tidak kurang dari 5 gerobak dorong yang seluruhnya dikerjakan oleh orang
lain. Perkembangan usaha jamunya tidak hanya dijual di desa-desa di
daerah kecamatan Geneng tetapi meluas ke daerah lain.
Ia
membentuk jaringan dengan membuka agen di kecamatan lain bahkan
terakhir di kota kabupaten lain. Dengan makin banyak permintaan jamu
dari kota lain dan lebih mengefisienkan usaha jamu, ia mengusahakan
babon jamu yaitu jamu yang dibuat kental. Penjualan babon jamu hanya
kepada pedagang penyalurnya di luar daerah. Dengan penjualan babon jamu
relatif lebih efisien dalam biaya pengangkutan dan penggunaan botol. Untuk
dijual kepada konsumen, babon jamu diencerkan yaitu ditambah air matang
atau air panas. Satu botol babon jamu ditambah air menjadi 5 botol jamu
siap minum.
Setelah
usaha jamu berjalan 2 tahun, Pak Nurcholis mulai mengembangkan usaha
baru yaitu Pabrik Beras Kecil (PBK), usaha PBK berkembang pesat setelah
bekerjasama dengan Subdolog kabupaten Ngawi. Kerjasama mencakup
menggiling padi untuk Subdolog maupun penjualan beras Subdolog ke
pasaran. Kerjasama mereka terputus setelah ada masalah masalah penjualan
beras dan penggantian stock gabah dari hasil panen baru.
Dalam
kegiatan perberasan, ia tidak hanya bekerja sama dengan Sub-Dolok
tetapi juga bekerja sama dengan pedagang penebas padi, pedagang
pengumpul gabah, penjual beras antar wilayah dan bekerja sama dengan
sesama pengusaha PBK. Berkerja dengan pedagang pembeli padi dan penebas
padi terutama dalam upaya meningkatkan kapasitas olah PBK. Dalam hal
ini Pak Nurcholis bersedia membeli dalam bentuk gabah maupun dalam
bentuk beras. Pak Nurcholis juga memberi upah giling yang lebih rendah
kepada pedagang dibandingkan dengan upah giling beras untuk petani.
Dalam kegiatan perberasan ini Pak Nurcholis mempunyai 5 PBK, 6 truk dan 4
colt angkut gabah dari lahan sawah ke lokasi penggilingan.
Disamping
itu juga bekerjasama dengan pengusaha PBK lain, terutama dalam rangka
pemenuhan kontrak untuk memasok Subdolog dan pedagang besar lainnya. PBK
yang diajak kerjasama yaitu pengusaha PBK yang mampu menghasilkan beras
sesuai dengan standar kualitas beras yang diminta pembeli. Sedangkan
kerja sama dengan pedagang beras antar pulau terutama memenuhi
permintaan beras dari Nusa Tenggara.
Dari
waktu ke waktu usaha Pak Nurcholis semakin berkembang. Meskipun
demikian usaha jamu sebagai cikal bakal usahanya tetap dipertahankan.
Usaha Pak Nurcholish meliputi usaha jamu, berusahatani padi,
mengusahakan penanaman tebu kepras, usaha penggiligan beras (PBK), usaha
angkutan dan perdangangan beras, Disamping itu ia mengembangkan usaha
baru untuk menangani peluang adanya pekerjaan proyek pemerintah. Untuk
itu Pak Nurcholis mendirikan 5 CV, untuk menangkap kegiatan kontrak
kerja bangunan di Ngawi, Bojonegoro, Lamongan, Magetan dan Madiun. Usaha
lain yang ditangani oleh Pak Nurcholish adalah melakukan kerjasama
dengan Pertamina untuk mengusahakan SPBU yang terletak dijalan raya
Ngawi-Madiun (kecamatan Geneng).
Kasus 3. Kasus
ketiga adalah sukses story dari pedagang ayam di Pondok Rumput
kelurahan Kebon Pedes, Bogor, dimana penulis tinggal. Penulis mulai
tinggal di Pondok Rumput pada tahun 1973. Daerah ini merupakan daerah
perumahan baru (1970), dari tanah milik kotamadya Bogor yang dikapling
untuk perumahan rakyat. Pada waktu mulai tinggal tahun 1973, belum ada
jalan, listrik, PAM dan gas alam. Perumahan masih tergolong sangat
sedikit bahkan untuk ke jalan raya dihubungkan dengan jalan setapak.
Di perbatasan Kebon Pedes dan Pondok Rumput terdapat saluran pembuangan air dari pabrik ban Good Year. Di
tepi saluran pembuangan air tersebut dekat lintasan jalan kereta api
KRL Bogor-Jakarta, pada awal tahun tujuh puluhan ada 2 pengusaha potong
ayam. Yang menjadi tokoh kita kali ini adalah Pak Sukarno salah seorang
dari buruh potong ayam milik Pak Darno salah satu dari dua pengusaha
potong ayam di lokasi tersebut.
Pengusaha
potong ayam dan karyawannya serta pengecer daging ayam hampir
seluruhnya berasal dari daerah Wonogiri. Pak Sukarno datang ke Bogor
atas ajakan Pak Darno untuk bekerja membantu usaha potong ayam. Pak
Sukarno ditawari sebagai tenaga potong ayam (pekerjaan dari memotong,
membersihkan sampai daging ayam siap dikirim ke pasar) atau sebagai
tenaga pengecer ayam. Sebagai buruh potong ayam diupah secara borongan
per ekor, sedangkan sebagai pengecer harus mencari keuntungan sendiri
dari ayam yang ia jual (dipercayai menjual oleh majikan).
Pak
Sukarno memilih sebagai buruh potong ayam dengan upah borongan,
sedangkan istrinya membantu temannya menjual daging ayam di Pasar Anyar.
Pengalaman sebagai buruh potong ayam, Pak Soekarno secara lambat
menguasai cara memotong ayam yang baik, menggunakan mesin perontok bulu,
membersihkan usus dan jerohan, mengolah lemak ayam jadi minyak dan
sebagainya. Sedangkan istrinya mendapat pengalaman memotong-motong ayam
sesuai dengan permintaan pembeli. Bagaimana memotong daging seekor ayam
menjadi 10, 12, 15 atau 16 potong sesuai dengan pemintaan pembeli. Dari
waktu ke waktu ia mengenal beberapa pembeli ayam terutama pemilik
warung, pengusaha katering, dan pedagang sayur keliling.
Setelah
bekerja sebagai buruh potong ayam selama 4 bulan. Pak Sukarno ditawari
untuk membantu dalam pembelian ayam hidup dari peternak di sekitar
Bogor. Pengalaman sebagai tenaga pembelian ayam hidup menambah
pengalaman baru tentang penyebaran lokasi peternak ayam potong maupun
peternak ayam petelur, cara negoisasi dengan peternak, penentuan harga
pembelian dan harga penjualan ayam dan sebagainya. Pengalaman tersebut
merupakan bekal dalam pengembangan usahanya kelak. Pada malam hari Pak
Sukarno masih tetap bekerja pada kelompok pemotong ayam.
Setelah
berselang beberapa bulan Pak Sukarno minta kepada Pak Darno untuk
dapat menjadi pengecer ayam. Seperti pengecer yang lain ayam potong
diperoleh dari Pak Darno yang dibayar sore hari setelah dagangan
terjual. Pak Darno menyetujui dengan catatan setelah ada tenaga
pengganti Pak Sukarno sebagai tenaga kerja di pemotongan ayam maupun
sebagai tenaga pembelian ayam. Berselang seminggu telah ada tenaga
pengganti dan, setelah tenaga pengganti mampu mengerjakan pekejaannya,
Pak Sukarno mulai mendapat kepercayaan untuk menjual ayam potong.
Semula
Pak Sukarno ditawari untuk menjual 50 ekor ayam, tetapi Pak Sukarno
hanya minta 25 ekor yang beratnya sekitar 35 kg. Ayam dijual berkelling
dengan sepeda, tetapi tidak segera habis yang akhirnya sisa ayam yang
belum terjual dibawa ke pasar tempat istri berjualan.
Berselang
beberapa hari Pak Sukarno memulai berjualan ayam, terjadi kebakaran
Pasar Anyar. Kebakaran pasar tersebut membawa dampak positif bagi
keluarga Pak Sukarno, istrinya yang tiap hari membantu berjualan di
pasar disarankan oleh temannya untuk mendaftar agar mendapat lapak
sendiri. Dalam kesempatan tersebut Pak Sukarno berani untuk membawa
dagangan 100 ekor ayam untuk dijual dikios istrinya. Dalam keadaan
perubahan lapak, sebagian pedagang kehilangan langganan, tetapi bagi
keluarga Pak Sukarno diuntungkan oleh situasi itu bahwa sebagian dari
langganan temannya cepat mengenalinya dan menjadi pelanggannya sehingga
dalam waktu yang relatif singkat omzet penjualan ayam cepat besar yang
membawa usaha pemotongan ayamnya.
Setelah
dua tahun sebagai pengecer daging ayam, Pak Sukarno telah mampu membeli
motor dan rumah di deretan sungai tempat pemotong ayam. Pak Sukarno
membangun bagian belakang rumah (tepi sungai) yang dipersiapkan untuk
pemotongan ayam. Selanjutnya Pak Sukarno memulai usaha memotong ayam
sendiri. Pada awalnya Pak Sukarno membeli ayam hidup pada bekas
juraganya yaitu Pak Darno. Selanjutnya ia membeli langsung ke peternak
ayam. Pengalaman sebagai pembeli ayam pada waktu sebagai karyawan Pak
Darno mempermudah dalam mencari bahan baku ayam.
Setelah 20 tahun, Pak Sukarno sudah menjadi pengusaha potong ayam yang cukup besar. Dalam hari-hari biasa telah memotong antara 800 sampai 1000 ekor per hari. Untuk
membantu pemotongan ayam, pengemudi dan pengecer daging ayam,
didatangkan tenaga kerja dari daerahnya Wonogiri, Jawa Tengah.
Ia
telah mempunyai kendaraan truk untuk mengangkut ayam hidup dari
peternak, dua kendaraan Susuki Bak untuk mengangkut ayam potong dari
rumah ke pasar. Pak Sukarno membangun rumah cukup besar dekat pemotongan
ayam, mempunyai 2 mobil pribadi (Merci dan BMW) dan menyekolahkan
anaknya ke perguruan tinggi. Disamping itu ia mempunyai usaha rumah
sakit bersalin tetapi usaha ini tampaknya kurang berjalan baik. Tiga
tahun yang lalu Pak Sukarno telah menunaikan ibadah haji.
PENUTUP
1. Ketiga
orang pengusaha desa yang sukses pada cerita diatas berasal dari orang
yang berpendidikan rendah, seorang dari pesantren kampung, seorang
lulusan PGA dan seorang berpendidikan sekolah menengah pertama. Mereka
bukan berasal dari keluarga yang mempunyai banyak modal, bahkan mereka
adalah keluarga miskin yang memulai usaha sebagai pedagang beras
keliling, guru agama dan buruh yang bermigrasi ke kota. Dari kesuksesan
mereka membuktikan bahwa orang yang berhasil tidak tergantung pada
tingginya pendidikan dan juga tidak dari pemilikan modal. Mereka
terutama belajar dari pengalaman sebagai karyawan atau buruh. Mereka
memulai usaha yang sangat kecil dan sederhana. Ketiga pengusaha desa
yang sukses tersebut bergerak dari usaha dagang dengan memroses sendiri
barang dagangannya. Beli gabah dijual beras, meramu jamu dan membeli
ayam hidup dijual dalam bentuk daging ayam.
2.
Meskipun kesuksesan usaha dapat diraih oleh mereka yang
berpendidikan rendah dan modal kecil, hal ini bukan berarti pendidikan
dan modal tidak penting. Bahkan dengan pendidikan yang lebih tinggi dan
modal yang cukup mempunyai peluang yang lebih besar untuk mencapai
tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih cepat.
3.
Salah satu sifat yang dimiliki oleh pebisnis yang sukses, mereka
mampu menyisihkan keuntungannya untuk mengembangkan usahanya. Seorang
pebisnis yang sukses seakan-akan mampu menternakan uangnya agar dapat
berlipat ganda. Usaha menternakan uang ini dalam bentuk menginvestasikan
uangnya untuk pengembangan usaha. Orang yang semula hanya berusaha
sebagai pedagang beras keliling telah berkembang dalam usaha pertanian,
usaha penggilingan beras, transportasi, bisnis genting dan hiburan
(bioskop). Seorang
guru agama yang semula beruasaha mensual jamu juga berkembang dalam
usaha penggilingan beras, usaha kontraktor bangunan dan POM bensin.
4. Pengusaha dapat digolongkan dalam 3 type yaitu :
a.
Type pebisnis yang semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Karena semua
pekerjaan dikerjakan sendiri, maka perusahaannya sulit untuk berkembang
menjadi besar karena terkendala oleh kemampuan dirinya.
b. Type pebisnis yang mampu mendelegasikan sebagian dari pekerjaannya tetapi pekerjaan tertentu masih dikerjakan sendiri. Type
pebisnis semacam ini dapat mengembangkan usahanya tetapi
pengembangannya terbatas karena terkendala oleh pekerjaan yang ia
lakukan.
c.
Type pebisnis yang mampu mendelegasikan semua pekerjaan lepada orang
lain. Type pengusaha ini mampu mengembangkan dan menumbuhkan usaha.
Dengan mendelegasikan kepada orang lain, ia mempunyai waktu untuk
belajar dan menemukan peluang untuk mengembangkan usahanya bahkan menumbuhhkan usaha baru.
5.
Dari cerita ketiga kasus bahwa pada awalnya semua pekerjaan dilakukan
sendiri. Kasus Pak Nurcholis, semula pekerjaan membuat jamu dan
menjualnya dilakukan sendiri. Setelah usahanya berjalan, pembuatan jamu
dibantu oleh tenaga buruh dan merekrut beberapa tenaga penjual jamu.
Tahap berikutnya memasarkan jamunya ke daerah lain. Setelah usaha jamu
berkembang ia juga mengembangkan usaha lain seperti usaha penggilingan
beras, usaha kontraktor bangunan dan POM bensin. Demikian juga Pak
Kambyah yang tidak dapat menulis huruf latin, merekrut tenaga pembukuan,
pengelola penggilingan dan pengelola gedung bioskop.
6.
Seorang wirausaha mampu melihat peluang usaha yang ada di daerahnya.
Kasus Pak Kambyah yang melihat kelangkaan buruh tani di desanya,
menumbuhkan usaha jasa traktor untuk mengolah tanah. Demikian juga Pak
Nurkolis yang melihat banyaknya proyek bangunan yang dilakukan oleh
pemerintah mendirikan 5 CV untuk menangkap peluang tersebut dsb.
7. Seorang pengusaha mampu menciptakan nilai tambah. Pengembangan
usaha penggilingan beras meningkatkan nilai tambah, demikiian juga
pemanfaatan sekam. Dalam menciptakan nilai tambah diperlukan inovasi
teknologi, baik untuk tujuan efisiensi maupun penciptaan produk dan jasa
baru.
8. Pengusaha yang sukses mampu untuk melakukan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan. Kasus
Pak Nurcholis dalam usaha perberasan melakukan kerjasama dengan
Subdolog, pedagang beras antar pulau dalam upaya pemasaran. Disamping
itu ia melakukan kerjasama dengan sesama pengusaha penggilingan beras
untuk memenuhi kontrak dan kerjasama dengan penebas gabah untuk memenuhi
bahan baku Penggilingan beras miliknya.
9.
Salah satu kelebihan dari seorang pengusaha adalah keberanian untuk
memutuskan, merencanakan dan mengambil resiko untuk memulai
melaksanakan kegiatan usaha yang dipilihnya. Yang paling penting dalam
usaha adalah keberanian untuk memulai kegiatan usaha yang telah
direncanakan. Ibarat orang mau bepergian dari Jakarta ke Surabaya,
langkah pertama merupakan langkah yang paling penting. Tanpa ada langkah
pertama tidak akan sampai ke tujuan. Bagi seorang wirausahawan
kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Dari kegagalan mereka
memperoleh pengetahuan baru untuk bangkit karena diperoleh jalan menuju
keberhasilan. Kehilangan pada kesempatan pertama, masih tersedia sejuta
kesempatan kedua.
10. Pebisnis yang sukses dicirikan antara lain:
a). Pekerja keras; b). Tekun; c) Berani memulai bisnis; d). Berani
mengambil keputusan; e). Pandai memanfaatkan waktu; f). Mampu
mendelegasikan pekerjaan pada orang lain; g). Jeli terhadap peluang
usaha; h). Menyisakan sebagian pendapatannya untuk kegiatan usaha.
11.
Kasus ketiga pengusaha yang sukses diatas sebagai contoh bagaimana
seseorang pengusaha memulai bisnisnya. Mereka adalah orang-orang
pedesaan. Mereka tidak berangkat dari modal yang besar atau dari orang
yang berpendidikan tinggi. Mereka memulai dari usaha yang kecil tetapi
berkat ketekunannya, kerja keras, adanya tekat yang kuat untuk mencapai
hidup yang lebih sejahtera serta jiwa kewirausahaannya akhirnya berhasil
apa yang dicita-citakan.
12.
Kasus pengusaha yang sukses seperti yang diuraikan diatas dapat
dijumpai di semua daerah. Orang-orang seperti ini merupakan nara sumber
bagi masyarakat di sekitarnya. Pada umumnya mereka senang untuk
mengutarakan pengalamannya, karena mereka sadar bahwa mereka juga
belajar dari orang lain. Ibarat uang akan habis bila dibelanjakan,
tetapi ilmu akan bertambah bila diamalkan kepada orang lain.
Dikutip
dari bahan-bahan pelatihan kewirausahaan P4MI (Program Peningkatan
Pendapatan Petani Melalui Inovasi - Badan Litbang Pertanian - 2003-2008)
DAFTAR LITERATUR
Ananto, E.E 2007. “Strategi Pemberdayaan Petani dan Inovasi Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Pendapatan Petani”.
Bahan Seminar Nasional Pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna dan
Pemberdayaan Petani Mendukung Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga di
Lahan Marginal, Palu 24-25 Juli 2007.
Ginnis, Alan Loy. “Menumbuhkan Motivasi Memupuk Semangat Memetik Yang Terbaik” , Pustaka Tangga, Jakarta 1991
Goman, Carol Kinsey n. 2003. “Creativity in Business” PPM, Jakarta. 2003.
Goldstein, Arnold S. 2003. “Modal
Dengkul : Membangun Usaha Dengan Sumber Dana Terbatas” Judul asli “
Starting on a Shoestring: Building a Business Without a Bankroll”. Mitra Utama, Jakarta 2003.
Indra Ismawan, 2007. “Langkah Awal Buka Usaha”. .EdPress, Yogyakarta, cetakan ke kedua 2007
Ichsanudin, 2007. “Kiat Sukses Bisnis Kiat Sukses Kerja”. Al-Ihsan Media Utama, Jakarta 2007.
James O. Gil. 2006. “Dasar-dasar Analisis Keuangan”, Penerbit PPM, JakartaPusat, Cetakan cetakan ke 4, 2006
Jamess Gwee. “Positive Business Ideas”. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2007
Julianto Eka Putra. 2007. “Anda Ingin Sukses?. Selama Tidak Berdosa Lakukan.” MIC, PT Menuju Insan Cemerlang, Surabaya 2007.
Komaidi Didik, 2008. 2008. ”Rahasia Sukses 10 Pengusaha Terkaya Indonesia”. Sabda Media, Cet. 1., Jakarta jnuari 2008.
Leman. 2007. “The Best of My Life”, Kesuksesan Anda Sepenuhnya Pilihan Anda, Bijaksanalah dalam memilih. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2007
Mas’ud Chasan. “Sukses Bisnis Modal Dengkul: Mengubah Gagasan Menjadi Keuntungan ”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2003.
.Pantaouw, Elle 2008. “230+ Sumber Pinjaman Untuk Usaha Anda” Gradien Mediatama, Jakarta.
Safir Senduk, 2007. “Buka usaha Tidak Kaya? Percuma”. PT. Elex Media Komutindo, KIelompok Gramedia, Jakarta. Cet. 9, 2007.
Suharno. Bambang, 2007. “Langkah Jitu Memulai Bisnis Dari Nol ”. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Cetakan ke 9, 2007.
Suharno. Bambang 2007. “CURHAT BISNIS, Langkah Jitu Mengatasi Masalah Berwirausaha”. Penebar Swadaya, Jakarta 2007.
--------- “Pedoman Partisipasi Dan Pemberdayaan Petani”, AHT Group AG.