Jepang sedang membidik bioethanol sebagai bahan bakar untuk mencegah ketergantungan energi yang diimpor dari luar negeri. Meskipun produksi biethanol di Jepang baru tahap awal, terdapat langkah-langkah penting baik umum maupun sektor swasta untuk menggunakan teknologi Jepang dalam rangka meningkatkan produksi bahan bakar berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Para ahli mengatakan bahwa agar dapat bersaing dengan produk impor, produksi bioethanol dalam negeri perlu waktu bertahun-tahun. Akan tetapi mereka juga berkata bahwa Jepang akan terdepan dalam menerapkan teknologi fermentasi dan teknologi konservasi energi.
Pengembangan proses pembuatan bioethanol yang efisien dengan hasil besar akan membantu Jepang dalam menurunkan ketergantungan terhadap sumber energi dari luar negeri. Dan pada saat yang bersamaan dapat mengurangi pencemaran udara yang dipersyaratkan oleh Protokol Kyoto.
Bioethanol adalah alkohol yang dibuat dari fermentasi bahan organic seperti jagung, tebu, jerami gandum atau padi dalam suatu proses yang mirip dengan pembuatan bir. Hasil akhirnya dicampur dengan bensin untuk mengurangi polutan gas buang kendaraan termasuk diantaranya karbodioksida.
Emisi karbondioksida yang dihasilkan pembakaran bioethanol sama dengan pembakaran bensin. Akan tetapi dengan bioethanol, karbondioksida akan digunakan oleh tanaman tebu, jagung, padi, gandum dsb. ketika terjadi fotosintesis pada tumbuhan. Hal tersebut menyebabkan bioethanol menjadi sangat menarik dalam mencari jalan keluar dalam mengurangi emisi; yang dapat menurunkan emisi 6% dibawah 1990 seperti yang dipersyaratkan Protokol Kyoto. Akan tetapi para pembuat kebijakan dan para peneliti menyatakan masih terdapat kekurangan bioethanol.
Dua produsen bioethanol terbesar adalah Brazil dan Amerika Serikat, Brazil memproduksi bioethanol dari tebu, sedangkan Amerika Serikat dari Jagung. Peningkatan permintaan bioethanol akan menarik perhatian, dalam waktu dekat mereka akan kekurangan gula dan jagung untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan.
Masalah besar lain adalah bahwa akan diperlukan jumlah besar bahan bakar fosil untuk membuat bioethanol dalam pabrik dan pengapalan bioethanol ke Jepang.
Honda Motor Co. telah bekerjasama dengan the Kyoto-based Research Institute of Innovative Technology for the Earth (RITE) untuk memproduksi bioethanol dengan bahan jerami padi dan sampah pertanian lain yang dapat diperoleh di Jepang. Jepang relative baru dalam masalah bahan bakar bioethanol ini, akan tetapi Honda yang beraliansi dengan RITE telah memulai pekerjaannya pada musim gugur tahun lalu, dan telah memperoleh hasil yang menjanjikan.
Sampai sekarang dalam proses fermentasi, bahan yang kurang murni akan mengganggu kerja yeast bacteria dalam merubah glukosa dalam jerami padi menjadi alkohol sehingga produk ethanol yang diperoleh sedikit. RITE telah mendapatkan solusi dengan cara menggantikan Yeast bacteria dengan Coryne bacteria hasil rekayasa genetika yang dapat bekerja dengan baik terhadap kondisi bahan yang kurang murni. Penemuan pertama kali oleh Honda dan RITE ini dapat meningkatkan produk ethanol 20 kali lebih banyak. Menurut Mr. Yoshikazu Fujisawa Pimpinan Senior Honda R&D dalam metode baru ini 1 kg jerami padi dapat menghasilkan sekitar 200 gram alkohol.
Pemerintah juga mendanai penelitian bagaimana cara merubah limbah pertanian menjadi bioethanol. Tahun lalu diperkirakan terdapat 6 pilot project yang menghasilkan 30 kiloliter ethanol. Satu diantara projek tersebut dilakukan oleh Mitsui Enginering & Shipbuilding Co. Perusahaan tersebut telah memproduksi ethanol dari limbah kayu di Okayama Prefecture sejak tahun 2005 menggunakan enzyme yang dikembangkan oleh Finland ‘S VTT Technical Research Center. Bahan baku lainnya termasuk gandum, sorghum dan tebu.
Pada awal bulan ini pemerintah juga telah meresmikan dua proyek baru di Hokkaido dan Niigata Prefecture. Proyek tersebut diharapkan setiap tahunnya dapat memproduksi 31.000 kiloliter bioethanol yang terbuat dari beras dan gandum selama lebih dari 5 tahun.
Masalah sangat sensitif apabila produk bahan makanan digunakan untuk keperluan selain sebagai makanan. Jepang adalah salah satu negara industri yang swasembada pangannya rendah, hanya dapat mencukupi sendiri 40% dari kebutuhan kalorinya. Maka dari itu, hal ini akan mendorong Jepang untuk memproduksi bahan bakar yang berasal dari bagian tanaman padi yang tidak dapat dimakan.
Sumber: Japan Time 15 Juni 2007
Info Petani -