Secangkir teh di pagi hari mungkin menjadi kebiasaan kita sebelum berangkat aktivitas. Umumnya teh yang kita minum baik itu dalam bentuk teh celup atau teh tubruk hasil produksi pabrik teh yang ada. Dengan rasa umum kebanyak teh dipasar.
Belum lama ini ketika saya berkunjung seorang sahabat di daerah kaki gunung Slamet, Baturaden-Banyumas. Saya berkesempatan menikmati aroma dan rasa yang unik berbeda dari aroma dan rasa teh pada umumnya. Campuran dari sepet dan sedikit aroma seperti kopi tercampur di teh ini menghasilkan rasa nikmat yang menyegarkan otak kita. Rasa ingin tahu saya pun muncul, menurut kawan saya ini Teh tersebut biasa dinamakan dengan nama "Teh Jawa".
Teh Jawa, teh tradisional dengan full penangannya secara manual tanpa sedikitpun bantuan alat mesin pabrik umumnya pabrik teh. Jika pada pabrik-pabrik teh, setiap daun teh yang dipanen dari kebun akan melewati Proses Pelayuan, Proses Pendinginan dan Proses Penggulungan daun (untuk Teh Hijau), Proses pengeringan dan sortasi. Pada "teh Jawa" ini, petani umumnya memetik daun teh dari kebun teh mereka sendiri kemudian melalui proses pelayuan setelah itu langsung di "Sangan"(sangrai-red). Setelah dingin langsung di pasarkan di pasar-pasar tradisional tanpa kemasan khusus, Jika musim kemarau per kilogramnya bisa mencapai Rp. 20.000,- namun jika musim hujan seperti saat ini harganya dibawah Rp 20.000,-
Sebuah khasanah kuliner Asli Indonesia dengan nilai-nilai tradisional yang masih tinggi, Jika kita kelola dengan baik tentunya akan lestari dan menambah nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan para petani.
Info Petani -