oleh HERI KURNIANTA
Mahasiswa Pascasarjana Program Ekonomi Pertanian Universitas Shinshu, Jepang
You are what you think you are. Kamu adalah apa yang kamu pikirkan.
Terlahir 29 tahun yang lalu di desa kecil di ujung bagian timur propinsi DIY, tepatnya di Dusun Karangwuni, Desa Karangwuni, Rongkop, Gunungkidul,Yogyakarta. Gunungkidul terkenal sebagai daerah kritis dan langganan kekeringan. Begitupun di desaku, tanpa ada sumber air selain hujan, air bagaikan berlian yang hanya bagian dari impian penduduknya sampai sekarang ini juga, walaupun pipa air telah merentang beberapa tahun lalu, tapi tetesan air tak kunjung ada.
Bapakku seorang pekerja magang di kecamatan Rongkop waktu itu, yang selanjutnya menjadi PNS sebagai Mantri Hewan ketika aku telah pertengahan SD. Ibuku seorang petani.
Belajar dalam gelap tanpa listrik, berjalan dalam lumpur ketika hujan dan panas berdebu ketika kemarau adalah keseharian yang menghiasi perjalananku menuju bangunan tempat aku mencari ilmu (SD Karangwuni II, 1 km, SMPN Semugih, 3 km). Alhamdullillah listrik telah bisa aku nikmati ketika kelas 2 SMP dan jalan itu sekarang telah berblockcor, walaupun aspal yang kami harapkan (yang juga pernah kami mengajukan proposal bersama dengan mahasiswa-mahasiswa sekampung ketika aku S1) belum terealisasi. Mungkin masih banyak hal yang lebih penting untuk dibiayai. Tetapi seperti apa yang terucap sebagai doa, semoga pemangku jabatan itu selalu bijaksana dalam keputusannya, amiien.
Setelah lulus SMP aku meneruskan ke SMU 2 Wonosari, di ibukota kabupaten Gunungkidul, yang berjarak 30 km dari rumahku. 3 km harus aku lalui dengan jalan kaki sampai di jalan besar, selanjutnya angkutan yang akan membawaku sampai di wonosari dengan Rp 300,-.Di dalam keterbatasan disitulah terdapat kekuatan yang luar biasa.
Keterbatasan biaya ternyata tidak menyurutkan semangat orangtuaku untuk tetap menyekolahkan aku di perguruan tinggi. Walau tidak diterima di perguruan tinggi negeri(karena memang bodoh?!!, dan sesuatu yang tidak memungkinkan saya diterima), aku meneruskan ke universitas swasta (Universitas Wangsa Manggala yang sekarang menjadi Universitas Mercu Buana Yogyakarta). Kalau kita menyadari, sesungguhnya keputusan Allah adalah keputusan terbaik dan terindah untuk kita, hanya kadang kita yang tidak bisa menerima kenyataan, tidak ridho, padahal kita belum mengetahui rahasia besar dibalik keputusan-Nya.
Aku selesaikan kuliahku pada tahun 2001, dan aku sebenarnya diterima bekerja di peternakan sapi di Bekasi (seleksi sebelum lulus kuliah). Tapi bapak ibuku tidak mengijinkannya.
Ada semangat yang besar untuk melanjutkan sekolah keluar negeri walaupun waktu itu tidak punya biaya sama sekali. Aku bercita-cita melanjutkan S2 di Australia atau Selandia Baru. Dengan penuh semangat aku mengikuti kursus TOEFL di laboratorium bahasa inggris di Universitas Wangsa Manggala sampai akhirnya aku menjadi asisten untuk English Conversation sekalian mencari informasi beasiswa keluar negeri. Tapi predikat pengangguran tanpa uang memaksaku berpikir mencari penghasilan.
Kuhubungi temen-temenku yang pengusaha peternakan ayam. Kutanya harga jagung untuk pakan ayamnya. Kumulai lobi untuk mensuplai jagung dengan harga bibawah harga pasar dengan cara memutus rantai pemasaran (kebetulan ditempatku sedang musim panen jagung). Pengiriman 1 rit truk (5 ton) untuk setiap pengiriman dengan uang dimuka. 5 ton adalah kebutuhan untuk 1 bulan, berarti pengiriman aku lakukan setiap bulan sampai musim jagung di tempatku habis. Bisnis awal ini berjalan lancar dan sukses karena biaya kirim dapat ditutupi dengan menjual pasir yang dibawa truk sekembalinya dari kirim jagung.
Selanjutnya aku juga mensuplai ayam-ayam siap telur ( umur 3 bulan) dengan model yang sama, uang muka sebagian untuk membeli DOC, dan selanjunya perminggu aku ambil lagi untuk membeli pakannya. Kandangpun aku memimjam kandang milik teman yang sedang kosong sekalian untuk memeliharanya dengan sistem bagi hasil. Ini adalah awal usahaku yang benar-benar tanpa modal uang. Untuk memulai menjadi entrepreneur(wiraswasta) tidak harus bermodal uang tetapi bermodal semangat yang kuat untuk maju, waktu yang tersedia gratis ini adalah modal utama untuk mencari banyak ilmu, pengalaman dan relasi.
Bisnisku masih berlanjut, dengan tambahan uang 5 juta hasil hutang ke BRI dengan jaminan tanah simbah(kakek), aku buat kandang ayam, kemudian kubuat lagi satu kandang untuk puyuh dengan system kemitraan, sampai akhirnya aku bisa membeli mobil pick-up. Tetapi aku lebih banyak di jogja,membantu mengelola bisnis temanku, sementara peternakan diurusi anak kandang. Untuk memberdayakan mobil pick-up, aku mengambil barang kebutuhan pokok dari toko grosir di yogyakarta, telur dari kulonprogro, kelapa dari purworejo dan kulonprogo untuk dijual ke toko-toko di wilayahku dengan mengambil tenaga sales dari tetangga, sementara aku bertugas belanja barang dan aku kirim pakai mobil teman dari jogja. Aku juga merambah bisnis penjualan kayu dan meubel. Dan dengan uang hasil hutangan dari BMT dengan jaminan BPKB mobil (hutang di BRI sudah lunas) aku juga membuat warung bakso dan mie ayam sampai 2 tempat, dan produksi bakpia (tapi sampai sekarang aku tidak bisa membuat bakso, mie ayam apalagi bakpia). Walaupun tidak semua bisnis yang aku jalankan menguntungkan secara finansial, tetapi banyak pengalaman dan pelajaran yang aku dapatkan. Kegagalan juga merupakan kesuksesan, yaitu sukses mengetahui penyabab kegagalan, disana kita bisa introspeksi memperbaiki kesalahan.
Di tahun 2004 dengan informasi dari paman saya yang anggota KTNA (Kelompok Tani Nelayan Andalan) Kabupaten Gunungkidul, aku ikut seleksi program magang Jepang mewakili pemuda tani Gunungkidul. Setelah tahapan seleksi kabupaten dan propinsi selesai, aku dinyatakan lulus sebagai calon peserta magang mewakili DIY. Aku tinggalkan semua bisnisku menunggu keberangkatanku ke Jepang. Aku yakin ini jalan
Allah menuju kehidupannku yang lebih baik.
Aku berangkat ke Jepang awal bulan april 2005, tanpa kemampuan bahasa jepang, bahkan belum hafal katakana hiragana. Kuinjakkan kakiku di Jepang dengan semangat “aku harus bisa bahasa Jepang, dan aku harus berubah”. Setelah pembekalan di Propinsi Ibaraki aku mendapat jatah magang di peternakan ayam di Propinsi Wakayama, sebuah propinsi di dekat Osaka. Disinilah aku menjalani kehidupan yang paling pahit yang pernah aku alami sebagai manusia, disinilah tetesan airmataku kering terkuras.
Banyak surat surat simpatik dari teman-teman kenshusei(peserta magang) yang aku terima sebagai penghibur lara. Satu yang paling mengesankan, yaitu nasehat dari temanku yang sedang magang di kebun mikan (jeruk): Jeruk yang paling kecut dimasa mudanya adalah jeruk yang akan menjadi paling manis dimasa tuanya..
Setelah bertahan 6 bulan di Wakayama, aku dijemput pihak penyelenggara (JAEC) untuk rencana dipulangkan ke Indonesia. Hati ini terasa tentram sekaligus gelisah karena belum mendapatkan apa yang saya harapkan di Jepang. Dengan berbagai argument aku berusaha untuk sementara bertahan di Jepang. Setelah 10 hari menunggu di Tokyo (3 hari di Saitama), dan atas kerja keras pihak penyelenggara (JAEC), aku mendapat induk semang yang baru di kebun bunga pot di Nagano.
Aku akan menyelesaikan sisa waktu magangku selama 4 bulan di tempat yang baru tersebut. Selama awal kedatanganku di rumah induk semangku yang baru, kurasakan banyak aura positif, tanggapan yang hangat luar biasa. Perkembangan bahasa jepangku meningkat cepat berkat bantuan dan bimbingan semua anggota keluarga. Mereka sibuk mencarikan buku, majalah dan lain lain untuk mendukungku belajar bahasa jepang. Bahkan aku disambungkan internet sampai dikamarku.
Berawal dari pertanyaan keluarga induk semang tentang keinginanku setelah selesai magang, kujawab dengan penuh pengharapan bahwa aku punya keinginan untuk melanjutkan S2 dan kalau bisa di Jepang. Ternyata pertanyaan yang aku anggap basa-basi dan jawaban apa adanya dengan keterbatasan bahasa jepangku, ditanggapi serius oleh semua anggota keluarga. Sisa waktu 2 bulan masa magangku waktu itu disibukkan dengan mencari berbagai informasi, karena kami semua masih buta tentang proses perekrutan mahasiswa asing untuk bisa kuliah di Jepang. Semua anggota keluarga saling bahu membahu mencari berbagai informasi dengan berbagai cara: menelepon ke berbagai instansi, mencari di internet sampai memanggil mahasiswa asing(1 orang Indonesia dan 1 orang Mongolia) untuk di”korek” informasinya.
Akhirnya perjuangan itu tidak sia-sia, 2 minggu sebelum kepulangannku ke Indonesia, aku dites oleh salah satu professor di Universitas Shinshu (Prof. Takasi sasaki) dan dinyatakan diterima di laboratoriumnya sebagai mahasiswa peneliti. Tetapi karena tidak mendapat izin dari pihak penyelenggara untuk mengubah visa sebelum terlebihdahulu pulang ke Indonesia, akhirnya aku hanya berjanji segera ke Jepang lagi secepatnya dengan visa wisata untuk mengurus administrasi di kampus.
Beberapa minggu setelah aku di Indonesia, datanglah dokumen-dokumen yang aku minta dari induk semangku di Jepang sebagai penjaminku untuk pembuatan visa. Tetapi mengurus visa ke Jepang waktu itu sangat sulit dan sangat melelahkan. Dengan pengorbanan yang luar biasa, akhirnya pengajuan visaku dinyatakan ditolak. Walau tidak tau lagi jalannya, dalam hati kecil ini yakin aku bisa ke Jepang lagi, hanya Allah sedang mencarikan waktu keberangkatanku yang paling tepat. Karena terlalu percaya dirinya aku akan keyakinanku itu. sampai-sampai aku tidak berpikir untuk mulai berbisnis lagi atau bekerja. There is always door on every wall (selalu ada pintu di setiap dinding :selalu ada jalan keluar dari setiap permasalahan)
Beberapa hari sebelum bulan puasa tahun 2006, dokumen untuk pembuatan visa dikirimkan lagi untuk yang kedua kalinya dari induk semangku di Jepang. Walau sampai 4 kali kedatanganku ke Kedubes Jepang di Indonesia akhirnya visa wisataku diterima dengan masa waktu 1 bulan. Setelah menghabiskan waktu selama 7 bulan di Indonesia, bakda lebaran 2006 aku berangkat lagi ke Jepang dengan uang hasil hutang ke teman sesama magang dulu.
Setelah kedatanganku di Jepang, segera aku selesaikan administrasi di kampus dan segera merubah status visa menjadi visa pelajar. Tetapi ternyata merubah visa membutuhkan waktu sampai 3 bulan, sedangkan waktu tinggalku hanya 1 bulan. Selain itu juga uang masuk sebesar 80.000 yen dan uang spp 1 semester sebesar 180.000 yen harus segera dibayar setelah aku masuk kuliah. Dan aku tidak punya uang waktu itu, aku hanya berharap untuk berhutang sebesar kebutuhan kuliah saja yaitu sebesar 260.000 yen kepada induk semangku. Tetapi (terima kasih ya Allah) ternyata induk semangku telah memasukkan 500.000 yen di rekeningku untuk keperluan awal kuliahku.
Tetapi karena masa berlaku visa wisataku telah habis, akhirnya saya pulang lagi ke Indonesia dan menunggu lagi di Indonesia selama 2 bulan. Ketika Letter of Eligibility telah dikirimkan oleh induk semangku dari jepang segera aku urus visa pelajar ke kedubes Jepang di Jakarta. Selanjutnya aku segera pergi ke Jepang lagi dengan uang hutang ke paman (Karna aku pulang hanya boleh menbawa uang cukup untuk transportasi sampai rumah saja, dan tiket keberangkatanku nanti akan dikirimkan dari Jepang. Tetapi karena saya anggap terlalu rumit, aku putuskan untuk berhutang lagi dulu)
Saya sampai di Jepang lagi awal februari 2007, tetapi aku tidak langsung kuliah, karena kampus di Jepang sedang libur, dan akhirnya aku mulai kuliahku sebagai mahasiswa peneliti dari tanggal 1 april 2007. Hari-hariku kuhabiskan dengan arubaito(kerja sambilan) di rumah induk semang dan kuliah. Hasil dari arubaito inilah yang aku gunakan untuk hidup sehari-hari karena aku telah menyewa apartemen (apato) sendiri di dekat kampus. Tetapi untuk membayar spp yang kedua aku masih meminta(hutang) lagi ke induk semang (kebetulan tidak ada beasiswa ataupun pengurangan spp untuk mahasiswa peneliti)
Pada waktu sebagai mahasiswa peneliti, aku mengikuti ujian masuk S2 dan alhamdullillah diterima (karema ada teman yang tidak diterima ). Setelah masuk sebagai mahasiswa S2 mulai 1 april 2008, aku berjanji untuk tidak merepotkan lagi keluarga induk (semangku terutama masalah uang. Padahal spp 1 semester 270.000 dan uang masuk 280.000 dan aku tidak punya simpanan uang. Tetapi Allah memang maha sempurna akan rencana-rencananya. Betapa tidak ternyata aku mendapat keringanan uang masuk 50% dan selanjutnya keringanan spp 100%, praktis aku cuma membayar 140.000 yen, dan cukup bermodalkan lebih gambatte (berusaha) dalam arubaito(kerja sambilan) uang segitu insya Allah bisa didapatkan. Tetapi baroqah Allah tidak sampai disitu, ketika aku sedang “gambatte” arubaito, ternyata ada pengumuman yang menyatakan aku lolos mendapatkan beasiswa sebesar 70.000 yen per bulan selama setahun dari JASSO. Dan akhirnya akan kuhabiskan waktuku di Universitas Shinshu Insya Allah sampai S3, dan dengan rezeki Allah saya ingin menyempatkan lebaran di Indonesia dan akan merupakan kepulangan saya yang kedua untuk tahun ini (2008).
Saudaraku, setiap kita adalah orang-orang yang luar biasa, tiada diantara kita yang terlahir bodoh, bukan kita yang bodoh tetapi kita hanya belum tahu. Kita semua terlahir cerdas, hanya kadang kita kurang memberdayakannya (your brain is just like a sleeping giant: pikiranmu bagai raksasa yang sedang tidur). Dan kunci sukses ternyata cukup dengan selalu berusaha berbuat baik, selalu berfikir posif, sabar dan syukur.
(Shinshu, 17 Agustus 2008)
Mahasiswa Pascasarjana Program Ekonomi Pertanian Universitas Shinshu, Jepang
You are what you think you are. Kamu adalah apa yang kamu pikirkan.
Terlahir 29 tahun yang lalu di desa kecil di ujung bagian timur propinsi DIY, tepatnya di Dusun Karangwuni, Desa Karangwuni, Rongkop, Gunungkidul,Yogyakarta. Gunungkidul terkenal sebagai daerah kritis dan langganan kekeringan. Begitupun di desaku, tanpa ada sumber air selain hujan, air bagaikan berlian yang hanya bagian dari impian penduduknya sampai sekarang ini juga, walaupun pipa air telah merentang beberapa tahun lalu, tapi tetesan air tak kunjung ada.
Bapakku seorang pekerja magang di kecamatan Rongkop waktu itu, yang selanjutnya menjadi PNS sebagai Mantri Hewan ketika aku telah pertengahan SD. Ibuku seorang petani.
Belajar dalam gelap tanpa listrik, berjalan dalam lumpur ketika hujan dan panas berdebu ketika kemarau adalah keseharian yang menghiasi perjalananku menuju bangunan tempat aku mencari ilmu (SD Karangwuni II, 1 km, SMPN Semugih, 3 km). Alhamdullillah listrik telah bisa aku nikmati ketika kelas 2 SMP dan jalan itu sekarang telah berblockcor, walaupun aspal yang kami harapkan (yang juga pernah kami mengajukan proposal bersama dengan mahasiswa-mahasiswa sekampung ketika aku S1) belum terealisasi. Mungkin masih banyak hal yang lebih penting untuk dibiayai. Tetapi seperti apa yang terucap sebagai doa, semoga pemangku jabatan itu selalu bijaksana dalam keputusannya, amiien.
Setelah lulus SMP aku meneruskan ke SMU 2 Wonosari, di ibukota kabupaten Gunungkidul, yang berjarak 30 km dari rumahku. 3 km harus aku lalui dengan jalan kaki sampai di jalan besar, selanjutnya angkutan yang akan membawaku sampai di wonosari dengan Rp 300,-.Di dalam keterbatasan disitulah terdapat kekuatan yang luar biasa.
Keterbatasan biaya ternyata tidak menyurutkan semangat orangtuaku untuk tetap menyekolahkan aku di perguruan tinggi. Walau tidak diterima di perguruan tinggi negeri(karena memang bodoh?!!, dan sesuatu yang tidak memungkinkan saya diterima), aku meneruskan ke universitas swasta (Universitas Wangsa Manggala yang sekarang menjadi Universitas Mercu Buana Yogyakarta). Kalau kita menyadari, sesungguhnya keputusan Allah adalah keputusan terbaik dan terindah untuk kita, hanya kadang kita yang tidak bisa menerima kenyataan, tidak ridho, padahal kita belum mengetahui rahasia besar dibalik keputusan-Nya.
Aku selesaikan kuliahku pada tahun 2001, dan aku sebenarnya diterima bekerja di peternakan sapi di Bekasi (seleksi sebelum lulus kuliah). Tapi bapak ibuku tidak mengijinkannya.
Ada semangat yang besar untuk melanjutkan sekolah keluar negeri walaupun waktu itu tidak punya biaya sama sekali. Aku bercita-cita melanjutkan S2 di Australia atau Selandia Baru. Dengan penuh semangat aku mengikuti kursus TOEFL di laboratorium bahasa inggris di Universitas Wangsa Manggala sampai akhirnya aku menjadi asisten untuk English Conversation sekalian mencari informasi beasiswa keluar negeri. Tapi predikat pengangguran tanpa uang memaksaku berpikir mencari penghasilan.
Kuhubungi temen-temenku yang pengusaha peternakan ayam. Kutanya harga jagung untuk pakan ayamnya. Kumulai lobi untuk mensuplai jagung dengan harga bibawah harga pasar dengan cara memutus rantai pemasaran (kebetulan ditempatku sedang musim panen jagung). Pengiriman 1 rit truk (5 ton) untuk setiap pengiriman dengan uang dimuka. 5 ton adalah kebutuhan untuk 1 bulan, berarti pengiriman aku lakukan setiap bulan sampai musim jagung di tempatku habis. Bisnis awal ini berjalan lancar dan sukses karena biaya kirim dapat ditutupi dengan menjual pasir yang dibawa truk sekembalinya dari kirim jagung.
Selanjutnya aku juga mensuplai ayam-ayam siap telur ( umur 3 bulan) dengan model yang sama, uang muka sebagian untuk membeli DOC, dan selanjunya perminggu aku ambil lagi untuk membeli pakannya. Kandangpun aku memimjam kandang milik teman yang sedang kosong sekalian untuk memeliharanya dengan sistem bagi hasil. Ini adalah awal usahaku yang benar-benar tanpa modal uang. Untuk memulai menjadi entrepreneur(wiraswasta) tidak harus bermodal uang tetapi bermodal semangat yang kuat untuk maju, waktu yang tersedia gratis ini adalah modal utama untuk mencari banyak ilmu, pengalaman dan relasi.
Bisnisku masih berlanjut, dengan tambahan uang 5 juta hasil hutang ke BRI dengan jaminan tanah simbah(kakek), aku buat kandang ayam, kemudian kubuat lagi satu kandang untuk puyuh dengan system kemitraan, sampai akhirnya aku bisa membeli mobil pick-up. Tetapi aku lebih banyak di jogja,membantu mengelola bisnis temanku, sementara peternakan diurusi anak kandang. Untuk memberdayakan mobil pick-up, aku mengambil barang kebutuhan pokok dari toko grosir di yogyakarta, telur dari kulonprogro, kelapa dari purworejo dan kulonprogo untuk dijual ke toko-toko di wilayahku dengan mengambil tenaga sales dari tetangga, sementara aku bertugas belanja barang dan aku kirim pakai mobil teman dari jogja. Aku juga merambah bisnis penjualan kayu dan meubel. Dan dengan uang hasil hutangan dari BMT dengan jaminan BPKB mobil (hutang di BRI sudah lunas) aku juga membuat warung bakso dan mie ayam sampai 2 tempat, dan produksi bakpia (tapi sampai sekarang aku tidak bisa membuat bakso, mie ayam apalagi bakpia). Walaupun tidak semua bisnis yang aku jalankan menguntungkan secara finansial, tetapi banyak pengalaman dan pelajaran yang aku dapatkan. Kegagalan juga merupakan kesuksesan, yaitu sukses mengetahui penyabab kegagalan, disana kita bisa introspeksi memperbaiki kesalahan.
Di tahun 2004 dengan informasi dari paman saya yang anggota KTNA (Kelompok Tani Nelayan Andalan) Kabupaten Gunungkidul, aku ikut seleksi program magang Jepang mewakili pemuda tani Gunungkidul. Setelah tahapan seleksi kabupaten dan propinsi selesai, aku dinyatakan lulus sebagai calon peserta magang mewakili DIY. Aku tinggalkan semua bisnisku menunggu keberangkatanku ke Jepang. Aku yakin ini jalan
Allah menuju kehidupannku yang lebih baik.
Aku berangkat ke Jepang awal bulan april 2005, tanpa kemampuan bahasa jepang, bahkan belum hafal katakana hiragana. Kuinjakkan kakiku di Jepang dengan semangat “aku harus bisa bahasa Jepang, dan aku harus berubah”. Setelah pembekalan di Propinsi Ibaraki aku mendapat jatah magang di peternakan ayam di Propinsi Wakayama, sebuah propinsi di dekat Osaka. Disinilah aku menjalani kehidupan yang paling pahit yang pernah aku alami sebagai manusia, disinilah tetesan airmataku kering terkuras.
Banyak surat surat simpatik dari teman-teman kenshusei(peserta magang) yang aku terima sebagai penghibur lara. Satu yang paling mengesankan, yaitu nasehat dari temanku yang sedang magang di kebun mikan (jeruk): Jeruk yang paling kecut dimasa mudanya adalah jeruk yang akan menjadi paling manis dimasa tuanya..
Setelah bertahan 6 bulan di Wakayama, aku dijemput pihak penyelenggara (JAEC) untuk rencana dipulangkan ke Indonesia. Hati ini terasa tentram sekaligus gelisah karena belum mendapatkan apa yang saya harapkan di Jepang. Dengan berbagai argument aku berusaha untuk sementara bertahan di Jepang. Setelah 10 hari menunggu di Tokyo (3 hari di Saitama), dan atas kerja keras pihak penyelenggara (JAEC), aku mendapat induk semang yang baru di kebun bunga pot di Nagano.
Aku akan menyelesaikan sisa waktu magangku selama 4 bulan di tempat yang baru tersebut. Selama awal kedatanganku di rumah induk semangku yang baru, kurasakan banyak aura positif, tanggapan yang hangat luar biasa. Perkembangan bahasa jepangku meningkat cepat berkat bantuan dan bimbingan semua anggota keluarga. Mereka sibuk mencarikan buku, majalah dan lain lain untuk mendukungku belajar bahasa jepang. Bahkan aku disambungkan internet sampai dikamarku.
Berawal dari pertanyaan keluarga induk semang tentang keinginanku setelah selesai magang, kujawab dengan penuh pengharapan bahwa aku punya keinginan untuk melanjutkan S2 dan kalau bisa di Jepang. Ternyata pertanyaan yang aku anggap basa-basi dan jawaban apa adanya dengan keterbatasan bahasa jepangku, ditanggapi serius oleh semua anggota keluarga. Sisa waktu 2 bulan masa magangku waktu itu disibukkan dengan mencari berbagai informasi, karena kami semua masih buta tentang proses perekrutan mahasiswa asing untuk bisa kuliah di Jepang. Semua anggota keluarga saling bahu membahu mencari berbagai informasi dengan berbagai cara: menelepon ke berbagai instansi, mencari di internet sampai memanggil mahasiswa asing(1 orang Indonesia dan 1 orang Mongolia) untuk di”korek” informasinya.
Akhirnya perjuangan itu tidak sia-sia, 2 minggu sebelum kepulangannku ke Indonesia, aku dites oleh salah satu professor di Universitas Shinshu (Prof. Takasi sasaki) dan dinyatakan diterima di laboratoriumnya sebagai mahasiswa peneliti. Tetapi karena tidak mendapat izin dari pihak penyelenggara untuk mengubah visa sebelum terlebihdahulu pulang ke Indonesia, akhirnya aku hanya berjanji segera ke Jepang lagi secepatnya dengan visa wisata untuk mengurus administrasi di kampus.
Beberapa minggu setelah aku di Indonesia, datanglah dokumen-dokumen yang aku minta dari induk semangku di Jepang sebagai penjaminku untuk pembuatan visa. Tetapi mengurus visa ke Jepang waktu itu sangat sulit dan sangat melelahkan. Dengan pengorbanan yang luar biasa, akhirnya pengajuan visaku dinyatakan ditolak. Walau tidak tau lagi jalannya, dalam hati kecil ini yakin aku bisa ke Jepang lagi, hanya Allah sedang mencarikan waktu keberangkatanku yang paling tepat. Karena terlalu percaya dirinya aku akan keyakinanku itu. sampai-sampai aku tidak berpikir untuk mulai berbisnis lagi atau bekerja. There is always door on every wall (selalu ada pintu di setiap dinding :selalu ada jalan keluar dari setiap permasalahan)
Beberapa hari sebelum bulan puasa tahun 2006, dokumen untuk pembuatan visa dikirimkan lagi untuk yang kedua kalinya dari induk semangku di Jepang. Walau sampai 4 kali kedatanganku ke Kedubes Jepang di Indonesia akhirnya visa wisataku diterima dengan masa waktu 1 bulan. Setelah menghabiskan waktu selama 7 bulan di Indonesia, bakda lebaran 2006 aku berangkat lagi ke Jepang dengan uang hasil hutang ke teman sesama magang dulu.
Setelah kedatanganku di Jepang, segera aku selesaikan administrasi di kampus dan segera merubah status visa menjadi visa pelajar. Tetapi ternyata merubah visa membutuhkan waktu sampai 3 bulan, sedangkan waktu tinggalku hanya 1 bulan. Selain itu juga uang masuk sebesar 80.000 yen dan uang spp 1 semester sebesar 180.000 yen harus segera dibayar setelah aku masuk kuliah. Dan aku tidak punya uang waktu itu, aku hanya berharap untuk berhutang sebesar kebutuhan kuliah saja yaitu sebesar 260.000 yen kepada induk semangku. Tetapi (terima kasih ya Allah) ternyata induk semangku telah memasukkan 500.000 yen di rekeningku untuk keperluan awal kuliahku.
Tetapi karena masa berlaku visa wisataku telah habis, akhirnya saya pulang lagi ke Indonesia dan menunggu lagi di Indonesia selama 2 bulan. Ketika Letter of Eligibility telah dikirimkan oleh induk semangku dari jepang segera aku urus visa pelajar ke kedubes Jepang di Jakarta. Selanjutnya aku segera pergi ke Jepang lagi dengan uang hutang ke paman (Karna aku pulang hanya boleh menbawa uang cukup untuk transportasi sampai rumah saja, dan tiket keberangkatanku nanti akan dikirimkan dari Jepang. Tetapi karena saya anggap terlalu rumit, aku putuskan untuk berhutang lagi dulu)
Saya sampai di Jepang lagi awal februari 2007, tetapi aku tidak langsung kuliah, karena kampus di Jepang sedang libur, dan akhirnya aku mulai kuliahku sebagai mahasiswa peneliti dari tanggal 1 april 2007. Hari-hariku kuhabiskan dengan arubaito(kerja sambilan) di rumah induk semang dan kuliah. Hasil dari arubaito inilah yang aku gunakan untuk hidup sehari-hari karena aku telah menyewa apartemen (apato) sendiri di dekat kampus. Tetapi untuk membayar spp yang kedua aku masih meminta(hutang) lagi ke induk semang (kebetulan tidak ada beasiswa ataupun pengurangan spp untuk mahasiswa peneliti)
Pada waktu sebagai mahasiswa peneliti, aku mengikuti ujian masuk S2 dan alhamdullillah diterima (karema ada teman yang tidak diterima ). Setelah masuk sebagai mahasiswa S2 mulai 1 april 2008, aku berjanji untuk tidak merepotkan lagi keluarga induk (semangku terutama masalah uang. Padahal spp 1 semester 270.000 dan uang masuk 280.000 dan aku tidak punya simpanan uang. Tetapi Allah memang maha sempurna akan rencana-rencananya. Betapa tidak ternyata aku mendapat keringanan uang masuk 50% dan selanjutnya keringanan spp 100%, praktis aku cuma membayar 140.000 yen, dan cukup bermodalkan lebih gambatte (berusaha) dalam arubaito(kerja sambilan) uang segitu insya Allah bisa didapatkan. Tetapi baroqah Allah tidak sampai disitu, ketika aku sedang “gambatte” arubaito, ternyata ada pengumuman yang menyatakan aku lolos mendapatkan beasiswa sebesar 70.000 yen per bulan selama setahun dari JASSO. Dan akhirnya akan kuhabiskan waktuku di Universitas Shinshu Insya Allah sampai S3, dan dengan rezeki Allah saya ingin menyempatkan lebaran di Indonesia dan akan merupakan kepulangan saya yang kedua untuk tahun ini (2008).
Saudaraku, setiap kita adalah orang-orang yang luar biasa, tiada diantara kita yang terlahir bodoh, bukan kita yang bodoh tetapi kita hanya belum tahu. Kita semua terlahir cerdas, hanya kadang kita kurang memberdayakannya (your brain is just like a sleeping giant: pikiranmu bagai raksasa yang sedang tidur). Dan kunci sukses ternyata cukup dengan selalu berusaha berbuat baik, selalu berfikir posif, sabar dan syukur.
(Shinshu, 17 Agustus 2008)
Info Petani -