• Meningkatnya pemanasan : Sebelas dari dua belas tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkatpemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratus tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74 °C selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada lautan.
• Jumlah karbondioksida yang lebih banyak di atmosfer : Karbondioksida adalah penyebab paling dominan terhadap adanya perubahan iklim saat ini dan konsentrasinya di atmosfer telah naik dari masa pra-industri yaitu 278 ppm (parts-permillion) menjadi 379 ppm pada tahun 2005.
• Lebih banyak air, tetapi penyebarannya tidak merata : Adanya peningkatan presipitasi pada beberapa dekade terakhir telah diamati di bagian Timur dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara serta Asia Tengah. Tetapi pada daerah Sahel, Mediteranian, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami pengurangan presipitasi. Sejak tahun 1970 telah terjadi kekeringan yang lebih kuat dan lebih lama.
• Kenaikan muka laut : Saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17 meter. Pengamatan geologi mengindikasikan bahwa kenaikan muka laut pada 2000 tahun sebelumnya jauh lebih sedikit daripada kenaikan muka laut pada abad 20. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 3000 meter.
• Pengurangan tutupan salju : Tutupan salju semakin sedikit di beberapa daerah, terutama pada saat musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan sungai-sungai akan lebih lambat membeku (5.8 hari lebih lambat daripada satu abad yang lalu) dan mencair lebih cepat 6.5 hari.
• Gletser yang mencair : Pegunungan gletser dan tutupan salju rata-rata berkurang pada kedua belahan bumi dan memiliki kontribusi terhadap kenaikan muka laut sebesar 0.77 milimeter per tahun sejak 1993 – 2003. Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun untuk kenaikan muka laut (antara 1993 – 2003).
• Benua Arktik menghangat : Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata di Arktik telah berkurang sebesar 2.7% per dekade.
• Emisi gas rumah kaca (GRK) yang kontinu pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global selama abad ke-21 yang dampaknya lebih besar daripada yang diamati pada abad ke-20.
• Tingkat pemanasan bergantung kepada tingkat emisi : Jika konsentrasi karbondioksida stabil pada 550 ppm – dua kali lipat dari masa pra-industri – pemanasan rata-rata diperkirakan mencapai 2-4.5 °C, dengan perkiraan terbaik adalah 3 °C atau 5.4 °C. Untuk dua dekade ke depan diperkirakan tingkat pemanasan sebesar 0.2 °C per dekade dengan skenario yang tidak memasukkan pengurangan emisi GRK.
• GRK lain turut berperan dalam pemanasan dan jika dampak dari kombinasi GRK tersebut setara dengan dampak karbondioksida 650 ppm, iklim global akan memanas sebesar 3.6 °C, sedangkan angka 750 ppm akan mengakibatkan terjadinya pemanasan sebesar 4.3 °C. Proyeksi bergantung kepada beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, populasi, perkembangan teknologi dan faktor lainnya.
• Temperatur global yang lebih panas telah menyebabkan perubahan besar pada sistem alami bumi. Sekitar 20-30% spesies tumbuhan dan hewan terancam punah jika peningkatan temperatur rata-rata global melebihi 1.5 – 2.5 °C.
• Peningkatan temperatur sebesar 3 °C selama abad ini akan memberikan dampak negatif bagi keanekaragaman ekosistem (biodiversity) yang berperan dalam kehidupan manusia seperti penyediaan makanan dan air.
• Temperatur yang lebih panas menyebabkan musim semi yang datang lebih awal, peningkatan runoff dan debit sungai yang bersumber dari gletser/salju, “penghijauan” vegetasi dan migrasi burung-burung. Banyak hewan serta tumbuhan yang berpindah ke lintang yang lebih tinggi.
• Bertambahnya presipitasi di daerah-daerah lintang tinggi : Peningkatan presipitasi lebih banyak terjadi pada daerah lintang tinggi sedangkan pengurangan presipitasi banyak terjadi di daratan-daratan subtropis.
• Perhitungan model untuk kenaikan muka laut akibat perluasan lautan dan melelehnya gletser pada akhir abad ini (dibandingkan dengan nilai pada 1989-1999) telah berkurang dari perhitungan awal menjadi 18-58 cm. Bagaimanapun, angka yang besar tidak dapat dikeluarkan apabila pengamatan menunjukkan adanya peningkatan jumlah lapisan es seiring dengan peningkatan temperatur.
• Penyusutan/pengurangan lapisan es di Greenland diproyeksi akan berkontribusi terhadap naiknya muka laut pada abad ke-22 dan lapisan es tersebut akan habis/hilang jika pemanasan global rata-rata sebesar 1.9-4.6 °C terus berlangsung selama 10 abad. Hal ini akan menyebabkan kenaikan muka laut sebesar 7 meter.
Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.
• Selubung alami GRK di atmosfer menjaga bumi cukup hangat untuk kehidupan – saat ini dalam taraf nyaman sebesar 15°C.
• Emisi GRK yang disebabkan oleh kegiatan manusia telah mengakibatkan adanya penebalan selubung tersebut, sehingga banyak panas yang terperangkap dan memicu timbulnya pemanasan global.
• Bahan bakar fosil adalah sumber emisi GRK terbesar dari aktivitas manusia.
• Temperatur rata-rata bumi cukup stabil dalam 10.000 tahun terakhir dan bervariasi kurang dari 1°C, sehingga peradaban manusia dapat berkembang pesat hingga saat ini dengan temperatur nyaman sebesar 15oC. Tetapi kesuksesan perkembangan peradaban manusia menimbulkan resiko keseimbangan iklim bumi.
• “Selubung” GRK yang terbentuk secara alami di lapisan troposfer - kurang lebih 1% dari komposisi atmosfer keseluruhan – memiliki fungsi yang vital untuk iklim di bumi. Ketika energi matahari dalam bentuk gelombang tampak masuk dan menghangatkan permukaan bumi, bumi yang jauh lebih dingin daripada matahari kemudian mengemisikan energi tersebut kembali ke angkasa dalam bentuk gelombang inframerah atau thermal, radiasi. GRK akan menghalangi radiasi inframerah tersebut agar tidak kembali ke angkasa. “Efek GRK alami” ini menyebabkan temperatur bumi lebih panas 30oC daripada temperatur bumi seharusnya, hal ini tentu saja sangat penting bagi kehidupan manusia.
• Masalah yang kini dihadapi manusia adalah sejak dimulainya revolusi industri 250 tahun yang lalu, emisi GRK semakin meningkat dan menebalkan selubung GRK di atmosfer dengan laju peningkatan yang signifikan. Hal tersebut telah mengakibatkan adanya perubahan paling besar pada komposisi atmosfer selama 650.000 tahun. Iklim global akan terus mengalami pemanasan dengan laju yang cepat dalam dekade-dekade yang akan datang kecuali jika ada usaha untuk mengurangi emisi GRK ke atmosfer.
• Hal yang menyebabkan emisi GRK menjadi masalah yang besar adalah karena dalam jangka panjang, bumi harus melepaskan energi dengan laju yang sama ketika bumi menerima energi dari matahari. Selubung GRK yang lebih tebal akan membantu untuk mengurangi hilangnya energi ke angkasa, sehingga sistem iklim harus menyesuaikan diri untuk mengembalikan keseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Proses ini disebut sebagai “efek GRK yang semakin besar”.
• Iklim menyesuaikan diri terhadap selubung GRK yang lebih tebal dengan “pemanasan global” pada permukaan bumi dan pada atmosfer bagian bawah. Kenaikan temperatur tersebut diikuti oleh perubahan-perubahan lain, seperti tutupan awan dan pola angin. Beberapa perubahan ini dapat mendukung terjadinya pemanasan (timbal balik positif), sedangkan yang lainnya melakukan hal yang berlawanan (timbal balik negatif). Berbagai interaksi tersebut sangat menyulitkan para ahli untuk menentukan secara tepat bagaimana iklim akan berubah dalam beberapa dekade ke depan.
• Bahan bakar fosil yang dibentuk dari jasad tumbuhan dan hewan yang telah lama mati merupakan sumber tunggal penyebab GRK dari aktivitas manusia. Pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi melepaskan milyaran ton karbon ke atmosfer setiap tahunnya (yang seharusnya tetap berada jauh di dalam kerak bumi), juga metana dan nitrous oksida dalam jumlah besar. Akan lebih banyak karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer ketika pohon-pohon ditebang dan tidak ditanami kembali.
• Sementara itu, ternak-ternak dalam jumlah besar akan mengemisikan metana, begitu pula pertanian dan pembuangan limbah, sebab penggunaan pupuk dapat menghasilkan nitrous oksida. Gas-gas dengan waktu hidup/waktu tinggal yang lama seperti CFC, HFC dan PFC, yang digunakan pada alat pendingin ruangan dan lemari pendingin (kulkas) juga merupakan gas yang berbahaya jika berada di atmosfer. Kegiatan-kegiatan manusia yang mengemisikan GRK ke atmosfer saat ini sangat banyak dilakukan dan sangat esensial dalam ekonomi global serta merupakan bagian dari gaya hidup manusia saat ini.
• PBB, melalui program lingkungan PBB (United Nations Environment Programme) dan Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization, WMO) membentuk
(IPCC) pada 1988 untuk meneliti dan menganalisa isu-isu ilmu pengetahuan yang muncul. Sejak 1990 setiap lima atau enam tahun IPCC telah mengeluarkan laporan-laporan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan melalui pengamatan dan prediksi untuk mengetahui kecenderungannya di masa depan.
• IPCC tidak melakukan penelitian baru, tetapi tugas IPCC adalah untuk membuat rancangan kebijakan yang sesuai dengan isu-isu dan literatur di seluruh dunia tentang aspek ilmu pengetahuan, teknik dan sosioekonomi dari perubahan iklim. Laporan-laporan IPCC disusun oleh ribuan ahli dari seluruh bagian di dunia.
) dikeluarkan pada 2007, dalam empat bagian yang masing-masing bagiannya disusun oleh kelompok kerja yang berbeda-beda.
• Dalam menyiapkan laporan, konsep naskahnya diedarkan kepada ahli-ahli dengan bidang keahlian yang berbeda-beda. Komentar dari para ahli tersebut lalu akan ditampung oleh penulis di IPCC yang kemudian menyiapkan tinjauan kedua bagi pemerintah-pemerintah dunia dan kepada semua penulis serta peninjau ahli. Pemerintah-pemerintah dan para peninjau ahli dapat memberikan masukan namun terbatas pada keakuratan dan kelengkapan kandungan dari ilmu pengetahuan/teknis/sosioeknomi dan keseimbangan dari keseluruhan konsep naskah laporan. Dokumen akhir merupakan gabungan dari pandangan banyak pihak baik dari segi ilmu pengetahuan maupun teknisnya.
• Setiap laporan memiliki ikhtisar untuk pembuat kebijakan, yang disetujui oleh delegasi pemerintahan negara-negara anggota IPCC pada saat sidang paripurna kelompok kerja yang menyusun laporan tersebut. Penulis utama laporan akan hadir dan siap untuk menjelaskan fakta-fakta ilmiah yang mendukung pernyataan pada ikhtisar. Perubahan hanya dapat dilakukan jika ada persetujuan dengan penulis utama, untuk memastikan kekonsistenan dengan aspek ilmu pengetahuan serta teknisnya. Ikhtisar juga menunjukkan adanya persetujuan untuk isi/penemuan pada laporan : Pernyataan dari pemerintah peserta bahwa terdapat cukup bukti-bukti ilmiah dari seluruh dunia untuk mendukung pernyataan pada dokumen laporan.
Pemanasan yang terjadi pada sistem iklim bumi merupakan hal yang jelas terasa, seiring dengan banyaknya bukti dari pengamatan kenaikan temperatur udara dan laut, pencairan salju dan es di berbagai tempat di dunia, dan naiknya permukaan laut global.
• Tingkat pemanasan pada temperatur permukaan bumi rata-rata pada 50 tahun terakhir hampir mendekati dua kali lipat dari rata-ratanya pada 100 tahun terakhir.
• Selama 100 tahun terakhir, temperatur permukaan bumi rata-rata naik sekitar 0.74°C. Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, meningkat dua kali lipat dari masa pra-industri, hal ini akan memacu pemanasan rata-rata mencapai 3°C.
• Akhir tahun 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya arsip data modern.
• Lapisan es pada Benua Arktik rata-rata telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade.
• Perubahan yang telah diukur oleh para ilmuwan pada atmosfer, lautan, permukaan es dan gletser menunjukkan bahwa bumi telah mengalami pemanasan akibat dari adanya emisi GRK di masa lalu. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari pola yang konsisten dan bukti dari adanya gelombang panas (heat waves) yang lebih besar, pola angin baru, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, bertambahnya presipitasi di daerah lainnya, melelehnya gletser dan es di Arktik serta naiknya muka laut.
• IPCC menemukan bahwa, selama 100 tahun terakhir (1906-2005) temperatur permukaan bumi rata-rata telah naik sekitar 0.74°C, dengan pemanasan yang lebih besar pada daratan dibandingkan lautan. Tingkat pemanasan rata-rata selama 50 tahun terakhir hampir dua kali lipat dari yang terjadi pada 100 tahun terakhir. Akhir tahun 1990an dan awal abad 21 merupakan tahun-tahun terpanas sejak adanya arsip data modern. Peningkatan pemanasan sebesar 0.2°C diproyeksikan akan terjadi untuk setiap dekade pada dua dekade kedepan. Proyeksi tersebut dilakukan dengan beberapa skenario yang tidak memasukkan pengurangan emisi GRK. Besar pemanasan yang akan terjadi setelahnya akan tergantung kepada jumlah GRK yang diemisikan ke atmosfer.
• Jika konsentrasi GRK dominan di atmosfer, karbondioksida, bertambah hingga dua kali lipat dibandingkan konsntrasinya pada masa pra-industri maka pemanasan rata-rata akan meningkat mencapai 2-4.5 °C (3.6-8.1 °F). GRK lainnya turut pula berperan dalam pemanasan tersebut dan menurut beberapa skenario, kombinasi dampak dari gas-gas ini akan menjadi dua kali lipat pada paruh kedua abad ini.
• Konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000 tahun terakhir.
• Salah satu dampak yang paling besar dari pemanasan global adalah naiknya permukaan laut. Permukaan laut naik sekitar 17 cm selama abad 20.
Pengamatan geologi mengindikasikan bahwa kenaikan muka laut ini jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada 2000 tahun yang lalu.
• Pada daerah dengan iklim sedang, banyak gunung-gunung gletser yang mencair, dan tutupan salju semakin berkurang, terutama pada musim semi. Selama abad 20, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara. Kemudian waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan sungai dan danau pun cukup bervariasi, tetapi sejak 150 tahun terakhir telah semakin lambat menjadi 5.8 hari per abad dan mencair lebih cepat 6.5 hari per abad.
Banyak sistem alam , pada semua benua dan di beberapa lautan, terpengaruh oleh perubahan iklim regional, terutama adanya kenaikan temperatur.
• Komunitas-komunitas kurang mampu adalah yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim.
• Tinggi muka laut rata-rata global diproyeksikan naik sebesar 28-58 cm akibat adanya perluasan lautan dan pencairan gletser pada akhir abad 21 (dibandingkan dengan tinggi muka laut pada 1989-1999).
• 20-30% spesies akan menghadapi resiko kepunahan lebih besar.
• Akan terjadi gelombang panas yang lebih kuat, pola-pola angin baru, kekeringan yang semakin parah di beberapa daerah dan bertambahnya presipitasi di daerah lainnya.
• Pada semua daerah di dunia, semakin tinggi kenaikan temperatur maka akan semakin besar pula resiko terjadinya bencana. Iklim tidak bereaksi terhadap emisi secara cepat, tetapi bertahun-tahun di atmosfer. Dan karena adanya efek penundaan dari lautan – yang menyerap dan melepaskan panas lebih lama daripada atmosfer – temperatur permukaan tidak langsung merespon emisi GRK. Sehingga, perubahan iklim akan terus berlangsung selama ratusan tahun setelah konsentrasi atmosfer mencapai kestabilan.
• Kenaikan temperatur telah mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebuh besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnua kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat.
• Perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuk-nyamuk malaria dan penyakit-penyakit menular lainnya, sehingga mempengaruhi distribusi musiman penyakit alergi akibat serbuk sari dan meningkatkan resiko penyakit-penyakit pada saat gelombang panas (heat waves). Sedangkan, tentu saja seharusnya akan lebih sedikit kematian yang disebabkan oleh udara dingin.
• Prediksi paling baik untuk kenaikan muka laut akibat perluasan lautan dan pencairan gletser pada akhir abad 21 (dibandingkan dengan keadaan pada 1989-1999) adalah 28-58 cm. Hal ini akan menyebabkan memburuknya bencana banjir di daerah pantai dan erosi.
• Kenaikan muka laut yang besar hingga 1 meter pada 2100 tidak dapat dibenarkan apabila lapisan es terus mencair seiring dengan kenaikan temperatur. Saat ini terdapat bukti yang menunjukkan bahwa lapisan es di Antartika dan Greenland perlahan berkurang dan berkontribusi terhadap kenaikan muka laut. Sekitar 125.000 tahun yang lalu, ketika daerah kutub lebih hangat daripada saat ini selama periode waktu tertentu, pencairan es kutub telah menyebabkan muka laut naik mencapai 4-6 meter. Kenaikan muka laut memiliki kelembaman besar dan akan terus berlangsung selama berabad-abad.
• Lautan juga akan mengalami kenaikan temperatur, yang tentu saja berpengaruh terhadap kehidupan bawah laut. Selama 4 dekade terakhir, sebagai contoh, plankton di Atlantik Utara telah bermigrasi ke arah kutub sebanyak 10 derajat lintang. Selain itu juga, lautan mengalami proses pengasaman seiring dengan diserapnya lebih banyak karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan batu karang, keong laut dan spesies lainnya kehilangan kemampuan untuk membentuk cangkang atau kerangka.
• Komunitas yang paling miskin akan menjadi yang paling rentan terhadap dampak dari perubahan iklim, sebab mereka akan sulit untuk melakukan usaha untuk mencegah dan mengatasi dampak dari perubahan iklim dengan kurangnya kemampuan. Beberapa komunitas yang paling rentan adalah buruh tani, suku-suku asli dan orang-orang yang tinggal di tepi pantai.
Akan sangat sulit untuk mengantisipasi perubahan iklim pada skala regional daripada skala global. Namun, telah dilakukan langkah-langkah untuk itu, dan para ahli telah menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
• Afrika - Sangat rentan terhadap perubahan iklim dan variabilitas iklim karena banyaknya kelaparan, kelembagaan yang lemah, bencana dan konflik. Kekeringan telah menyebar dan semakin intensif terjadi sejak tahun 1970, dan daerah Sahel serta Afrika Selatan menjadi lebih kering selama abad ke-20. Ketersediaan air dan produksi agrikultur sangat terancam oleh keadaan ini. Hasil panen di beberapa negara Afrika dapat turun hingga 50% pada 2020, dan beberapa daerah pertanian besar akan terpaksa berhenti berproduksi. Hutan, padang rumput dan ekosistem alami lainnya telah berubah, terutama di bagian Selatan Afrika. Kemudian pada tahun 2080, jumlah daratan arid dan semi-arid akan meluas sebesar 5-8%.
• Antartika – Benua ini merupakan daerah yang sulit untuk dianalisa dan diprediksi. Kecuali pemanasan di Antartika Peninsula, temperatur dan salju yang turun di benua ini terhitung relatif konstan pada 50 tahun terakhir. Benua Antartika memiliki hampir 90% dari air bersih di bumi, sehingga para peneliti mengawasi dengan cermat jika ada tanda-tanda pencairan gletser maupun lapisan es pada benua ini.
• Arktik – Temperatur rata-rata di Arktik telah mengalami peningkatan dua kali lebih cepat dari rata-rata global dalam 100 tahun terakhir. Luasan rata-rata laut es di Arktik telah berkurang sebanyak 2.7% per dekade dan banyak daerah di lautan Arktik yang kehilangan “es sepanjang tahun”nya pada akhir abad ke-21 jika emisi yang dikeluarkan oleh manusia mencapai prediksi maksimum saat ini. Arktik juga sangat penting sebab perubahan di daerah ini akan memberikan implikasi skala global. Sebagai contoh, ketika es dan salju mencair, albedo (reflektifitas) bumi akan menurun, sehingga memerangkap panas yang seharusnya dipantulkan dan memanaskan permukaan bumi lebih besar dari kondisi normal.
• Asia – Lebih dari satu milyar orang dapat terpengaruh oleh adanya kekurangan persediaan air, terutama di lembah sungai-sungai besar pada 2050. Pencairan gletser di Himalaya, yang diprediksi akan meningkatkan kejadian banjir dan longsor, akan mempengaruhi sumber daya air pada dua hingga tiga dekade kedepan. Daerah pantai, terutama daerah mega-delta regions yang padat penduduk, akan beresiko terkena banjir akibat kenaikan muka laut, dan juga dari luapan sungai.
• Australia dan New Zealand – Meningkatnya tekanan dalam ketersediaan air dan pertanian, ekosistem alami yang berubah, tutupan salju musiman yang semakin berkurang dan berkurangnya gletser. Selama beberapa dekade terakhir telah terjadi lebih banyak gelombang panas, sedikit hujan es dan lebih banyak hujan di bagian barat laut Australia dan barat daya New Zealand; sedikit hujan di bagian selatan dan timur Australia serta timur laut New Zealand; dan peningkatan intensitas kekeringan Australia. Iklim pada abad 21 akan lebih panas dengan frekuensi dan intensitas gelombang panas, kebakaran, banjir, tanah longsor, kekeringan dan storm surge yang lebih besar.
• Eropa – Gletser dan es abadi mulai mencair, musim tanam menjadi semakin panjang dan cuaca ekstrim – seperti gelombang panas besar tahun 2003 – lebih sering terjadi. Para peneliti mengatakan bahwa bagian Utara Eropa akan mengalami musim dingin yang lebih hangat, presipitasi yang lebih besar, meluasnya hutan dan produktivitas pertanian yang lebih besar. Sedangkan bagian Selatan Eropa (di dekat Mediteranian) akan mengalami musim panas yang lebih panas, pengurangan presipitasi, lebih banyak kekeringan, pengurangan luas hutan dan penurunan produktivitas pertanian. Eropa banyak terdiri dari daerah dataran rendah dekat pantai yang sangat rentan terhadap naiknya permukaan air laut, dan banyak tumbuhan, reptil, amfibi serta spesies lainnya akan terancam punah pada akhir abad ini.
• Amerika Latin – Hutan tropis di bagian timur Amazon dan bagian selatan serta Meksiko tengah diprediksi akan berubah menjadi savana. Sebagian daerah bagian timur laut Brazil serta sebagian besar Meksiko tengah dan utara akan menjadi lebih kering (arid) disebabkan oleh kombinasi antara perubahan iklim dan manajemen lahan oleh manusia. Pada 2050, 50% dari lahan pertanian diperkirakan akan perlahan berubah menjadi gurun dan mengalami salinitasi.
• Amerika Utara – Perubahan iklim akan mempengaruhi sumber daya air, sedangkan saat ini sumber daya air telah terdesak oleh kebutuhan penggunaan air dari pertanian, industri dan kota-kota. Kenaikan temperatur akan lebih lanjut mengurangi jumlah salju di pegunungan dan meningkatkan evaporasi, sehingga mengubah ketersediaan air musiman. Penurunan muka air di danau-danau serta sungai-sungai besar akan mempengaruhi kualitas air, navigasi, rekreasi dan kapasitas pembangkit listrik tenaga air. Kebakaran hutan dan menjangkitnya serangga akan terus berkembang dengan memanasnya bumi dan tanah yang kering. Selama abad ke-21, kecenderungan bagi spesies-spesies untuk berpindah ke utara dan ke ketinggian akan menyusun ulang ekosistem Amerika Utara.
• Negara-Negara di Pulau Kecil – Sangat rentan terhadap perubahan iklim, luasnya yang terbatas mengakibatkan mudah terjadi bencana alam, terutama berkaitan dengan naiknya muka laut dan ancaman terhadap ketersediaan air bersih.
Pengurangan emisi penyebab perubahan iklim
Dalam konteks perubahan iklim, mitigasi merupakan intervensi manusia dalam mengurangi sumber atau penambah gas rumah kaca (GRK)
United Nations Framework Convention on Climate Change• Tanpa adanya aksi khusus dari pemerintah setempat, 6 emisi GRK utama yaitu karbon dioksida, metana, nitrogen dioksida, sulfur heksaflorida, PFCs dan HFCs akan meningkat dengan drastis. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan emisi gas-gas tersebut sebanyak 70 persen, antara tahun 1970 dan 2004.
• Dengan menerapkan kebijakan ketat mengenai perubahan iklim, pemerintah dapat memperlambat dan menurunkan tren emisi dari grk ini, dan juga menstabilkan tingkat kandungan dari grk ini di atmosfer. Sebagai contohnya,menstabilkan GRK pada 445-490 ppm dan merupakan target yang paling ambisius, untuk dapat mencapai target tersebut pada tahun 2015 tidak ada lagi peningkatan gas CO2 hal ini akan menurunkan 50-85 persen dari level tahun 2000 (2000 levels) pada tahun 2050. Hal ini dapat membatasi peningkatan temperatur rata-rata global pada 2-2.4 °C pre-industrial levels.
• Menstabilkan GRK pada level 535-590 ppm akan tercapai bila tidak ada lagi peningkatan emisi CO2 sepanjang tahun 2010-2030 dan akan memberikan pengaruh sebesar -30 persen hingga +5 persen dari level tahun 2000 (2000 levels) pada tahun 2050. Hal ini dapat membatasi peningkatan temperatur rata-rata global pada 2.8-3.2°C. Jika masih terjadi peningkatan gas CO2 setelah tahun 2030, pemanasan akan terus meningkat. Sebagai perbandingan pada tahun 2000, level GRK sekitar 379 ppm.
• Usaha dari mitigasi perubahan iklim akan dirasakan lebih dari 2 - 3 dekade mendatang. Mitigasi ini sangat menentukan dan berpengaruh secara luas terhadap peningkatan suhu rata-rata global dan dampak dari terjadinya perubahan iklim dapat dihindari. Sebaiknya peraturan perubahan iklim didesign sebagai bagian atau parsel pembangunan berkelanjutan dan IPCC akan menkonfirmasi bahwa pembangunan berkelanjutan dapat mengurangi emisi grk dan mengurangi pengaruh-pengaruh dari perubahan iklim.
Pengurangan emisi membutuhkan kerjasama dari seluruh sektor ekonomi • Pada perubahan iklim, tidak ada satu pun solusi tunggal yang dapat mengatasinya. IPCC berkesimpulan bahwa tidak ada satupun solusi tunggal dari sektor ekonomi maupun teknologi yang feasible dan dapat mengurangi emisi grk dari sektor-sektor lainnya. Dan dalam waktu yang sama, secara jelas bahwa koordinasi di tingkat international sangat dibutuhkan untuk memanfaatkan semua fungsi dari clean teknologi dan efisiensi energi
• Energi, dibutuhkan investasi sebesar US$ 20 triliun untuk meningkatkan infrastruktur energi dunia dari sekarang hingga 2030 sehingga dapat memenuhi peningkatan kebutuhan akan energi yang akan meningkat sebesar 60 persen pada waktu yang bersamaan (International Energy Agency) dan biaya tambahan investasi untuk mengurangi emisi GRK diperkirakan akan bertambah sekitar 5-10 persen. Ketika supply dan demand energy ini terpenuhi, maka akan menentukan terkendalinya perubahan iklim atau tidak. Efforts dari mitigasi perubahan iklim akan dirasakan lebih dari 2 - 3 dekade mendatang. Mitigasi ini sangat menentukan dan berpengaruh secara luas terhadap peningkatan suhu rata-rata global dan dampak dari terjadinya perubahan iklim dapat dihindari.
o Menyebar-luaskan teknologi ramah iklim sangatlah mendesak. Dalam mitigasi perubahan iklim, kehadiran clean teknologi dibutuhkan untuk secara bertahap diterapkan dan disebar-luaskan oleh sektor-sektor swasta, termasuk kerjasama teknologi antara industri-industri dan negara-negara berkembang, serta pengembangan akan inovasi dan teknologi terbaru yang berkelanjutan sangatlah diperlukan.
o Teknologi yang semakin bersih dan efisiensi energi dapat memberikan win-win solution, dengan tetap membiarkan pertumbuhan ekonomi berjalan dan terus melakukan upaya mengatasi perubahan iklim. Dengan terus berlanjutnya dominasi bahan bakar fosil dalam energi global, efisiensi energi, bahan bakar fosil bersih dan teknologi penangkap dan penyimpan karbon sangatlah dibutuhkan dalam melanjutkan pertumbuhan ekonomi tanpa mempengaruhi dalam upaya mengatasi merubahan iklim.
- Energi terbarukan dapat sangat membantu. Berdasarkan unep dan new energy finance, investasi dalan bidang energi ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir, khususnya investasi pada angin, solar, dan biofuel. Hal ini memperlihatkan adanya kedewasaan teknologi, insentifitas kebijakan dan keinginan investor itu sendiri. Dalam hal ini investor menganggap bahwa adanya ketersediaan energi untuk ditingkatkan skalanya dan kenyataan bahwa energi terbarukan dapat menjadi suatu bagian yang lebih besar dalam campuran energi global tanpa menunggu perkembangan teknologi lebih lanjut.
- Untuk dapat memenuhi tantangan dari mitigasi ini di seluruh dunia, peningkatan skala sangat perlu untuk dipromosikan dan selanjutnya difusi teknologi perlu mendapatkan bantuan, termasuk didalamnya mempererat kerjasama antara pihak industri dengan negara-negara berkembang. Untuk merealisasikan hal ini pemerintah harus berkonsentrasi dan memberikan support berupa kemudahan pasar, bersih dan predictable playing field bagi sektor swasta.
- Pemerintah harus mempromosikan jenis-jenis pilihan energi - dalam hal ini mendorong penggunaan teknologi dengan bahanbakar gas alam lebih dari penggunaan bahan bakar fosil sama halnya dengan penggunaan teknologi berbasis energi terbarukan, seperti penggunaan pembangkit air (large-hydro), pembakaran biomassa, dan geothermal. Sumber terbarukan lainnya seperti penggunaan solar pada pendingin udara, penggunaan energi gelombang dan nanotechnology pada solar sel, meskipun semuanya masih memerlukan pengembangan teknologi dan pemasaran lebih lanjut. Pilihan lainnya adalah penggunaan teknologi penangkap dan penyimpan karbon, teknologi ini ikut terlibat dalam penangkapan CO2 sebelum dilepaskan ke atmosfer, memindahkannya ke tempat yang lebih aman dan mengisolasinya dari atmosfer, contohnya adalah mennyimpannya dalam lampisan formasi batuan.
• Gedung-gedung, diperkirakan sekitar 30 persen dari emisi yang diproyeksikan berasal dari sektor perumahan dan perdagangan, dan merupakan ratio tertinggi dari seluruh sektor berdasarkan studi yang dilakukan ipcc. Dengan melakukan net economic benefit, pada tahun 2030 emisi dari sektor ini dapat dikurangi. Konsumsi energi dan penambahan energi terpasang pada geung-gedung dapat dikurangi dari sebagian besar teknologi yang ada, seperti penggunaan alat-alat dengan rancang solar pasif, alat-alat dan penerangan dengan efisiensi tinggi, sistem pendingin dan ventilasi dengan efisiensi tinggi, pemanas air tenaga matahari, insulasi, material bangungan dengan reflektifitas tinggi dan pemasangan kaca multilapis. Kebijakan pemerintahan pada penetapan peralatan standar dan pembangunan kode energi dapat memberikan rangsangan dan informasi pada aktifitas perdagangan di areanya.
• Transportasi, dengan teknologi, emisi dari injeksi langsung dari turbocharge diesel dapat dikurangi dan meningkatkan baterai pada kendaraan, untuk meningkatkan pengereman regeneratif dan meningkatkan efisiensi pada sistem penggerak kereta, dan untuk menyeimbangkan bodi sayap dan unducted turbofan pada sistem pendorong pesawat. Biofuel juga mempunyai potensi untuk wmenggantikan sebagian besar proporsi dari minyak bumi pada alat transportasi. Menyediakan sistem transportas publik dan mempromosikan transportasi tak bermotor juga dapat mengurangi emisi. Strategi manajemen untuk mengurangi kemacetan jalan raya dan polusi udara juga sangat efektif dalam mengurangi perjalanan dengan menggunakan kendaraan sendiri.
• Industri, potensi terbesar untuk mengurangi emisi industri ada pada industri baja, semen, pulp dan kertas, dan kontrol pada gas-gas non-CO2 seperti HFC-23 dari pembentukan HCFC-22, pfcs dari proses peleburan alumunium dan semikonduktor, sulfur heksaklorida dari penggunaan switchgear listrik dan proses pembentukan magnesium, dan metana dan nitrogen oksida dari industri kimia dan makanan.
• Pertanian, penyitaan Karbon di dalam tanah mempunyai nilai potensi mitigasi sebesar 89 persen di bidang pertanian. Sisanya adalah peningkatan manajemen daerah pertanian dan peternakan (misalnya meningkatkan praktek agronomis, penggunaan nutrisi, waktu tanam dan manajemen sisa pertanian), mengembalikan kondisi tanah organik yang digunakan sebagai lahan produksi dan mengembalikan kondisi tanah yang rusak menjadi lahan yang produktif, peningkatkan manajemen pengairan dan persawahan, walaupun nilainya rendah tapi merupakan pengurangan karbon yang signifikan, perubahan tata guna lahan (misalnya mengganti daerah pertanian menjadi daerah padang rumput) dan agro-forestry, serta meningkatkan peternakan dan manajemen pemupukan.
• Kehutanan, saat ini hal yang menarik dari sektor ini adalah tingginya tingkat deforestasi. Dengan melakukan penanaman hutan baru, pengurangan GRK secara pasti dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. sekitar 65 persen dari total mitigasi tertuju pada hutan-hutan tropis dan 50 persen dapat dilakukan dengan menghindari deforestasi. Dalam Jangka waktu yang lama, cara terbaik untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan hutan dalam mengikat karbon yaitu dengan menerapkan manajemen hutan yang berkelanjutan, yang juga dapat memberikan keuntungan sosial dan lingkungan. Pendekatan yang komprehensif pada manajemen kehutanan dapat menjamin hasil hutan tahunan, serat atau energi yang sesuai dengan isu perubahan iklim, mempertahankan biodiversity dan memajukan pembangunan yang berkelanjutan.
• Sampah, pembuangan sampah memberikan sekitar 5 persen dari total emisi GRK. Dengan Teknologi, pengurangan emsisi secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan gas yang dihasilkan dari pembuangan sampah, dan juga meningkatkan penerapan dan perencanaan manajemen air sampah pada tempat pembuangan akhir. Melakukan pengontrolan terhadap sampah-sampah organic, teknologi insenerasi dan memperluas daerah sanitasi dapat menghindari terbentuknya gas-gas ini di lokasi pertama. Dengan melakukan hal ini diperkirakan 20-30 persen proyeksi emisi dari sampah pada tahun 2030 dapat dikurangi dengan biaya yang negatif dan 30-50 persennya dengan biaya yang rendah.
Politik dan Ekonomi dalam Mengurangi EmisiKebijakan-kebijakan yang secara nyata atau implicit menyediakan nilai terhadap karbon, dapat merangsang bagi produser maupun konsumer berinventasi secara signifikan dalam produk-produk, teknologi dan proses-proses dengan GRK rendah.
"Climate Change 2007," Intergovernmental Panel on Climate Change
Politik
• Pemerintah, otoritas negara mempunyai peran utama dalam memotivasi sektor swasta untuk berinvestasi dalam mengembangkan inovasi teknologi dengan menyediakan perusahaan-perusahaan tersebut rangsangan yang jelas, dapat diramalkan, jangka panjang dan sehat.
• Kebijakan-kebijakan yang dapat meledak (backfire), kebijakan pemerintah dapat juga menjadi kontra produktif. Pemberian subsidi secara langsung dan tidak langsung pada penggunaan bahan bakar fosil dan pertanian menjadi hal yang terus berlangsung, meskipun penggunaan bahan bakar batubara mengalami penurunan lebih dari beberapa dekade oleh negara-negara industri.
• Kebijakan dengan cakupan yang luas, kesuksesan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang mempunyai cakupan luas dalam isu perubahan iklim dilihat dari standarisasi dan regulasi, pajak dan denda, ijin perdagangan, perjanjian hibah, subsidi, rangsangan pendanaan, penelitian dan pengembangan program serta instrumen informasi. Kebijakan yang sangat efektif akan berbeda-beda di tiap negaranya.
• Kebijakan-kebijakan untuk memandu investasi, kebijakan-kebijakan pemerintah dan keputusan investasi di sektor swasta sangatlah diperlukan untuk mendapatkan nilai sebesar US$20 triliun yang harus di investasikan dalam pembangunan infrastruktur energi dari sekarang hingga tahun 2030, sehingga dapat berpengaruh pada emisi GRK.
• Menghilangkan pembatas dalam berinovasi, untuk menjadikan kebijakan-kebijakan tersebut menjadi efektif, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus dalam mengidentifikasi dan menghilangkan batasan dalam berinovasi. Hal ini dapat berupa harga pasar yang tidak sesuai seperti tingkat polusi, rangsangan yang salah sasaran, keuntungan pihak-pihak tertentu, ketidak efektifan pada agen-agen regulator dan tidak benarnya informasi.
• Pendekatan Holistic, karena tidak ada satu pun sektor ataupun teknologi yang dapat memenuhi seluruh tantangan mitigasi perubahan ikli, pendekatan yang terbaik adalah memakai portofolio kebijakan yang beragam untuk seluruh sektor.
Ekonomi • Ahli ekonomi menggunakan model untuk mengestimasi pengaruh usaha pengurangan emsisi terhadap ekonomi. Model ekonomi menggunakan banyak asumsi-asumsi, yang sangat berpengaruh pada hasil perhitungan model mengenai biaya untuk menstabilkan level dari GRK. Asumsi yang menjadi kunci mengikutkan ratio pengurangan; dasar-dasar emisi yang berhubungan dengan perubahan teknologi dan penghasil emisi; stabilisasi target dan level; dan tersedianya portofolio teknologi yang tersedia.
• Berdasarkan studi yang dilakukan terdapat indikasi bahwa ekonomi memberikan pengaruh besar terhadap mitigasi emisi GRK pada beberapa dekade mendatang.
• Model ekonomi memberikan estimasi biaya yang rendah ketika menggunakan dasar dengan peningkatan emisi secara perlahan dan mekanisme yang fleksibel dari protokol kyoto secara penuh telah diterapkan. Selain itu, jika adanya penambahan pendapatan dari pajak emisi atau skema emisi, biaya akan menjadi lebih rendah. Dan jika penambahan pendapatan tersebut digunakan untuk mendorong teknologi berkarbon rendah dan menghilangkan batasan mitigasi, biaya tersebut akan semakin rendah lagi. Beberapa model bahkan memberikan GDP positif karena diasumsikan bahwa ekonomi tidak berfungsi optimal dan kebijakan-kebijakan mengenai perubahan iklim dapat membantu mengurangi ketidak sempurnaan ekonomi.
• Banyak model-model ekonomi memberikan hasil bahwa biaya untuk mengurangi emisi mengisyaratkan adanya pengurangan GDP ("GDP loss"). Sebagai contoh, pada tahun 2030 biaya rata-rata makro ekonomi global untuk menjamin GRK berada pada level 445-710 ppm berada pada kisaran 3 persenhingga mendekati 0.6 persen GDP. Hal ini berarti adanya pengurangan pada ratio pertumbuhan GDP tahunan kurang dari 0.12 persen hingga kurang dari 0.06 persen. Pengurangan yang kecil ini seharusnya dibandingkan dengan proyeksi bahwa ekonomi global akan mengalami pertumbuhan yang pesat pada beberapa dekade mendatang.
• Ahli-ahli ekonomi menggunakan analisis cost-benefit untuk mebandingkan biaya tindakan (action) dengan biaya tanpa tindakan (inaction) (yaitu, kerusakan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim). Mereka mengkuantifikasi kerusakan oleh perubahan iklim sebagai biaya sosial dari karbon dan potongannya hingga akhir. Biaya sosial tersebut merupakan biaya-biaya yang tidak dikenali dalam ekonomi, misalnya biaya karena peningkatan kekeringan, badai dan banjir yang tidak termasuk ke dalam harga yang harus dibayarkan untuk membakar bahan bakar fosil tetapi mereka memasukkannya ke dalam biaya sosial. Akan tetapi, selama adanya ketidak pastian yang besar dalam mengkuatifikasi kerusakan non-market, sulit untuk dapat mengestimasi biaya sosial dari karbon dengan tingkat kepercayaan tertentu. Sebagai hasilnya, estimasi dalam bentuk literatur merupakan keputusan tepat dan mudah untuk dimengerti.
• Dengan membandingkan estimasi biaya sosial karbon dengan harga karbon pada level mitigasi yang berbeda memperlihatkan bahwa biaya sosial karbon paling tidak sebanding atau bahkan lebih tinggi dari harga karbon bahkan untuk skenario paling keras yang dikeluarkan oleh IPCC. Dengan kata lain, biaya dalam menstabilkan konsentrasi GRK cenderung sebanding atau bahkan lebih rendah dari biaya tanpa tindakan (inaction).
• Perlu diingat bahwa kebijakan mengenai iklim dapat membawa bermacam-macam keuntungan bagi banyak pihak yang mungkin tidakmtermasuk ke dalam estimasi biaya. Hal ini seperti inovasi teknologi, pembaharuan pajak, penambahan pekerja, peningkatan keamanan energi dan keuntungan dari kesehatan karena adanya pengurangan polusi. Sebagai hasilnya, Kebijakan iklim menawarkan co-benefit yang besar, sehingga dapat menawarkan kebijakan pengurangan emisi GRK tanpa adanya penyesalan, dengan pertambahan keuntungan yang besar walaupun bila pengaruh manusia terhadap perubahan iklim berubah menjadi lebih kecil dari hasil proyeksi.
Living with Climate Change Manusia telah terlibat dalam kondisi perubahan iklim selama ratusan tahun ini, Perubahan iklim yang terjadi pada Bumi ini merupakan kejadian dengan tingkat perubahan yang lebih cepat dibandingkan kejadian-kejadian lainnya selama 10.000 tahun terakhir.
Dampak dari perubahan iklim telah dirasakan oleh negara-negara, komunitas dan ekosistem dengan ketahanan yang rendah, Resiko yang terkait dengan perubahan iklim adalah nyata dan telah terjadi di beberapa sistem dan sektor penting yang berhubungan kelangsungan hidup manusia, termasuk sumber daya air, ketahanan pangan dan kesehatan. Negara-negara berkembang mempunyai tingkat resiko yang tinggi terkena dampak perubahan iklim ini. Pada komunitas dengan ketahanan paling rendah, pengaruh perubahan iklim langsung berhadapan dengan kelangsungan hidup manusia. Dampak kehancuran, kenaikan temperatur dan kenaikan muka air laut akan memperparah dan berdampak pada siapapun, khususnya kemisikinan.
Mengatasi ketidakpastian masa depan, adaptasi merupakan proses dalam suatu lingkungan sosial yang membuat diri mereka sendiri dapat mengatasi ketidakpastian masa depan. Pilihan dalam adaptasi ini sangat banyak dari teknologi seperti pertahanan terhadap kenaikan muka air tanah atau rumah anti banjir, tingkat perilaku dari setiap individu seperti menghemat air ketika terjadi kekeringan. Strategi adaptasi lainnya termasuk sistem peringatan dini untuk peristiwa luar biasa, meningkatkan manajemen resiko, opsi-opsi asuransi dan konservasi keanekaragaman hayati untuk mengurangi pengaruh dari perubahan iklim pada manusia.
Negara-negara yang berkontribusi dalam perubahan iklim hasrus membangun suatu strategi untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim tersebut, sekarang dan untuk beberapa tahun mendatang. Karena itu, seluruh negara berkembang harus memberikan aksi yang kongkrit, cepat dan prioritas yang tinggi. Komuniatas internasional mengidentifikasisumber daya, sarana dan prasarana, dan pendekatan dalam membantu upaya ini.
Pembangunan yang berkelanjutan adalah hal yang vital, berdasarkan IPCC, ketahanan di masa depan tidak tergantung hanya pada perubahan iklim saja tapi juga pada kemampuan mengejar pembangunan. Dengan pembangunan yang berkelanjutan, ketahanan dapat ditingkatkan dan untuk menjadikannya berhasil adaptasi seharusnya diterapkan dalam konteks perencanaan pembangunan berkelanjutan secara nasional dan internasional.
Perlunya Tindakan Dini Dengan adanya tindakan sedini mungkin, peningkatan peramalan iklim musiman, ketahanan pangan, suplai air bersih, respon darurat dan bencana, sistem peringatan dini kelaparan dan cakupan dari asuransi dapat mengurangi kehancuran dari perubahan iklim di masa yang akan datang dan juga menghasilkan banyak keuntungan berguna.
Kemampuan beradaptasi, Meskipun adaptasi terhadap perubahan iklim sangat penting bagi seluruh negara, hal ini menjadi sangat penting bagi negara-negara berkembang yang perekonomiannya sangat bergantung pada sektor dengan pengaruh iklim yang tinggi, seperti pertanian, dan sangat sulit beradapatasi dibandingkan dengan negara-negara industri.
Menghindari kerugian ekonomi, tanpa upaya yang sesuaim peningkatan temperatur sebesar 2.5°C akan berpengaruh pada penurunan GDP sebesar 0.5-2 persen, dan kerugian yang lebih besar akan dirasakan pada negara-negara berkembang. Seperti contohnya, Sierra Leone memperkirakan proteksi penuh pada daerah pesisir pantai akan membutuhkan dana sekitar US$1.100 juta, dan merupakan 17 persen dari GDPnya. Dengan membuat proyek pembangunan lebih tahan pada pengaruh perubahan iklim diperlukan peningkatan biaya sekitar 5-20 persen di seluruh bagian.
Pembatasan bantuan dalam perencanaan selama ini, estimasi memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil dari bantuan pendanaan proyek pembangunan yang tidak memasukkan resiko iklim dalam perencanaannya.
Penundaan berarti resiko yang lebih besar, penundaan dalam menerapkan adaptasi, termasuk penundaan dalam bantuan dan dana dalam adaptasi di negara-negara berkembang, secara langsung meningkatkan biaya dan bahaya yang lebih besar pada manusia di masa depan. Banyak peristiwa seperti kekeringan, keanehan monsun atau kerugian dari mecairnya lapisan es, dapat membuat ketahanan populasi bergeser dalam skala yang besar dan terjadinya konflik yang besar dalam berkompetisi mendapatkan kelangkaan sumber daya seperti air, makanan dan energi.
Pentingnya strategi penyesuaian, Adaptasi, pada tingkatan nasional adalah adanya inisiasi dalam menerapkan strategi adaptasi secara efektif, termasuk peningkatan berbasis scientific dalam pengambilan keputusan, sarana dan metode dalam pelaksanaan adaptasi, pendidikan, training dan kedaran publik (termasuk anak-anak) terhadap adaptasi ini, pengembangan kemampuan individu maupun institusi, pengembangan dan transfer teknologi, dan dorongan pada strategi penangana untuk skala lokal. Selain itu, dimungkinkannya inisiasi dalam adaptasi yang memasukkan kerangka undang-undang dan regulator kedalam tindakan-tindakan sehingga dapat mudah untuk diterapkan. Dengan menggunakan perubahan iklim sebagai penggerak dalam suatu kegiatan dengan keuntungan yang berlipat dapat menjadi katalisator dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan tentunya memberikan kontribusi terhadap objektivitas dari adaptasi ini.
Sumber daya dalam adaptasi Pendanaan yang berkelanjutan dalam adaotasi, tanpa adanya target pendanaan, adaptasi akan menjadi tidak efektif dalam mencapai sasaran dan pendanaan juga akan menjadi lebih besar, seperti adanya bantuan darurat yang mungkin tidak termasuk dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan dan juga sangat memakan biaya. Pemerintahan yang merupakan anggota UNFCCC telah membuat kesempatan pendanaan melalui Global Environment Facility Trust Fund dan tiga pendanaan khusus yaitu the Least Developed Countries Fund, the Special Climate Change Fund and the Adaptation Fund dalam naungan Protokol Kyoto.
Contoh-contoh dalam pendanaan Adaptasi memasukkan drainase parsial dari danau glasial Tsho Rolpa di Nepal, yang merubah strategi kehidupan dengan adanya pencairan permafrost oleh Inuit di Nunavut, Canada, dan meningkatkan penggunaan alat pembuat salju pada industri ski di Europe, Australia dan America utara.
Dalam mengantisipasi perubahan iklim di masa yang akan datang, para penyusun rencana telah mempertimbangkan kenaikan muka air laut dalam desain infrastruktur seperti Confederation Bridge di Canada di Manajemen zona Coastal di USA dan Netherlands.
Pergeseran glasial dan banjirnya danau glasial menjadi masalah utama yang berkaitan dengan perubahan iklim di Bhutan, GEF project yang diterapkan oleh UNDP adalah meningkatakan kemampuan penyesuaian di lembah Punakha-Wangdi dan Chamkar dengan memperkuat kemampuan manajemen bencana, artifisial penurunan air di danau Thortormi, dan pemasangan sistem peringatan dini.
Di Colombia, Proyek Adaptasi National yang terintegrasi mendorong dilakukannya langkah-langkah adaptasi di Las Hermosas Massif di tengah pegunungan Andes, termasuk mengatur manajemen pengairan untuk pembangkit tenaga air dan memberikan servis perbaikan lingkungan pada ekosistem pegunungan.
Kiribati merupakan salah satu negara dengan ketahanan yang paling lemah, dengan 33 atol yang tersebar di pasifik tengah dan utara. Program Adaptasi memberikan kepada komunitas dengan ketahanan yang rendah berupa informasi dan kemampuan penyesuaian yang berguna, termasuk peningkatan manajemen, konservasi, perbaikan berkelanjutan terhadap keanekaragaman hayati, meningkatkan proteksi dan manajemen hutan bakau dan terumbu karang, menguatkan kemampuan pemerintah dalam perencanaan ekonomi terhadap adaptasi yang terintegrasi.
DI Mozambique, GEF project mengintegrasikan iklim dengan penerapan manajemen lahan yang berkelanjutan untuk mengurangi dampakj dari peristiwa cuaca yang ekstrim pada populasi dan ekosistem.
UNDP dan World Bank mengeluarkan GEF projects untuk memberikan bantuan pada komunitas Afrika dalam menaksir resiko pada kekeringan, banjir di semenanjung dan resiko kesehatan.
Konvensi PBB mengenai Perubahan dan Protokol Kyoto
"
I firmly believe that today all countries recognize that climate change, in particular, requires a long-term global response, in line with the latest scientific findings, and compatible with economic and social development."
United Nations Secretary-General Ban Ki-moon
Upaya Internasional mengenai perubahan iklim terbentuknya
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Protokol Kyoto. Kedua perjanjian ini merupakan wakil tanggung jawab internasional dalam mengumpulkan bukti, memenuhi dan mengkonfirmasi ulang kepada Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa adanya perubahan iklim dan semakin membesar ketika adanya aktifitas manusia.
Pada konvensi 9 Mei 1992 banyak negara setuju mengenai isu perubahan iklim dan dimasukkan ke dalam bahasan pada 21 Maret 1994. Ketika mereka memasukkan isu perubahan iklim ke dalam Konvensi, negara-negara di dunia sadar bahwa tidak cukup hanya dituangkan ke dalam suatu ketetapan saja. Pada konferensi pertama yang dilaksanakan di Berlin, Jerman pada awal tahun 1995, babak baru pembahasan telah dituangkan ke dalam suatu diskusi serius dengan komitmen yang lebih detail.
Setelah 2-3 tahun negosiasi yang intensif, kelanjutan dari konvensi dilaksanakan di Kyoto, Jepang pada Desember 1997. Terbentuklah Protokol Kyoto yang secara syah mensetujui target pengurangan emisi CO2 sebesar 55 persen dari tahun 1990 oelh negara-negara industri, dengan membuat suatu mekanisme yang membantu negara-negara tersebut mencapai target. Protokol Kyoto menjadi lebih kuat pada 18 November 2004 setelah 55 anggota meratifikasi emisinya termasuk negara-negara industri.
Komitmen di bawah UNFCCC
Kerangka kerja umum - UNFCCC membuat kerangka kerja keseluruhan dalam upaya memenuhi tantangan perubahan iklim. Pada dasarnya target dari Konvensi adalah menstabilkan konsentrasi GRK pada level yang dapat menghindari kerusakan pada sistem iklim. Konvensi mempunyai anggota mendekati jumlah negara di dunia pada Juni 2007, yaitu 191 negara yang meratifikasi emisinya. Negara-negara ini kemudian menjadi anggota dari Konvensi.
Pelaporan Emisi - Seluruh anggota dari Konvensi setuju berkomitmen pada point-point perihal perubahan iklim. Seluruh anggota harus membuat dan secara periode memberikan laporan khusus yang disebut dengan "national communication" (NC). NC ini harus berisi informasi emisi GRK masing-masing dan menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menerapkan komitmen dari Konvensi.
Program Nasional - Konvensi mengharuskan seluruh anggotanya menerapkan program secara nasional dan langkah-langkah dalam menkontrol emisi GRK dan mengatasi pengaruh dari perubahan iklim. Anggota juga harus setuju untuk mendorong pengembangan dan penggunaan teknologi ramah-iklim, mendorong pendidikan dan kesadaran publik pada perubahan iklim serta dampaknya, manajemen berkelanjutan pada sektor kehutanan dan ekositemnya yang dapat menyerap CO2 di Atmosfer, dan bekerjasama antara seluruh anggotan dalam masalah ini.
Komitmen negara-negara industri - Negara - negara industri, yang disebut sebagai anggota Annex I mempunyai komitmen-komitmen tambahan. Seluruh anggotanya setuju untuk membuat kebijakan dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan mengembalikan emisi GRK mereka ke kondisi pada tahun 1990 pada tahun 2000. Anggota Annex I juga harus memberikan NC secara berkala dan memberikan laporan tahunan terpisah mengenai emisi GRK mereka.
Penggunaan teknologi bersama - Negara-negara maju (disebut sebagai Annex II) juga harus mendorong dan menfasilitasi transfer teknologi yang ramah iklim kepada negara-negara berkembang dan negara yang mengalami transisi ekonomi. Mereka juga harus memberikan pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang menerapkan komitmen mereka melalu Global Environment Facility yang melayani mekanisme pendanaan dan kerjasama biateral maupun multilateral.
Komitmen di bawah Protokol Kyoto Menstabilkan Gas Rumah Kaca - Pada tahun 1997 Protokol Kyoto memberikan objektif dari Konvensi adalah menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer pada level aman, yaitu level dimana tidak akan mempengaruhi sistem iklim. Dalam mengejar tujuan ini, Protokkol Kyoto membuat dan memastikan banyak komitmen yang telah tercantum di bawah Konvensi. Hanya anggota dari Konvensi yang hanya bisa menjadi anggota dari Protokol Kyoto.
Menentukan target baru negara-negara maju - Meskipun seluruh anggota setuju untuk menerapkan komitmen yang telah ada di bawah Konvensi, hanya anggota dari Annex I yang mempunyai target baru di bawah Protokol, Secara spesifik, hanya anggota dari Annex I yang terikat dalam target emisi dalam kerangka waktu 2008-2012.
Sarana baru untuk mengurangi emisi - Untuk membantu negara-negara industri mencapai targetnya dan mendorong pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang, Protokol Kyoto mengadopsi 3 mekanisme inovasi, yaitu Clean Development Mechanism, Jaint Implementation, dan Perdangan Emisi.
Pemenuhan Pemantauan (Monitoring Compliance) - Untuk membantu dalam menerapkan mekanisme dan mendorong pemenuhan target emisi oleh anggota Annex I. Protokol Kyoto menguatkan prosedur dan review Konvensi, dan membuat suatu sistem database elektronik (disebut National Registry) untuk memonitor transaksi di bawah mekanisme Kyoto. Dan juga membangun komite compliance yang mempunyai otoritas dalam menentukan dan menerapkan konsekuensi badi non-compliance.
Mekanisme dalam Mengurangi Emisi
The international carbon market which has emerged as a result of the Kyoto Protocol allows for cost-effective emission reductions for industrialized countries, thereby lowering the cost of compliance, while greening economic growth and generating funding for adaptation for developing countries.
Yvo de Boer, Executive Secretary United Nations Framework Convention on Climate Change
• Harga Karbon, harga karbon merupakan biaya untuk emisi GRK yang diberikan kepada perusahaan perseorangan maupun rumah tangga untuk mengurangi emisi dan merangsang penelitian serta pengembangan teknologi rendah karbon.
• Membalut emisi, Hal utama dalam Protokol Kyoto adalah adanya syarat bahwa seluruh negara setuju dan berkomitmen untuk mengurangi emisi dan terikat dalam suatu hukum international (dengan kata lain dibalut). Pemakaian, atau pembebanan dari balutan ini membuat adanya komoditas yaitu unit emisi, yang dapat diperdagangkan. Kemampuan perdagangan unit emisi ini memberikan negara atau perusahaan beberapa fleksibitas dalam memenuhi target kebutuhan akan pengurangan emisi, sehingga mengurangi biaya ekonomi dan menyediakan pasar yang berbasis pada memberikan rangsangan dalam mengurangi emisi.
• Fleksibilitas Mekanisme, pada prinsipnya pengurangan emisi memberikan keuntungan yang sama antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain. Dalam Protokol Kyoto terdapat 3 Fleksibilitas mekanisme, yaitu perdagangan emisi, Clean Development Mechanism (CDM), dan Kerjasama penerapan. Mekanisme-mekanisme ini dirancang untuk merangsang investasi pada negara-negara non-industri atau negara yang mengalami transisi ekonomi dan bermaksud untuk emngurangi emisi dengan cara ekonomi yang efektif.
Perdagangan Emisi • Komoditas emisi, negara-negara yang berkomitmen kuat untuk mengurangi emisi dibawah Protokol Kyoto dapat mendapatkan unit emisi dari negara lain dengan komitmen yang sama dan menggunakannya untuk mencapai target emisi masing-masing negara. Hal ini memperbolehkan seluruh negara menggunakan kesempatan untuk mengurangi emisi dengan biaya yang rendah. Komponen yang paling penting dalam perdagangan emisi di bawah Protokol Kyoto adalah catatan transaksi internasional, software untuk memastikan keamanan transfer pengurangan unit emisi antara tiap negara. Catatan traksaksi masih dalam percobaan dan diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2008 yang merupakan periode pertama komitmen.
• Membuat pasar baru, Protokol Kyoto telah menyediakan dorongan untuk membuat skema European Union Emissions Trading, yang merupakan pasar karbon terbesar di dunia. Terdapat juga pasar karbon lainnya, di luar Protokol, termasuk pasar regional mencakup produsen listrik di 7 negara bagian timur Amerika. Pasar lainnya didirikan di bagian barat Amerika dan Australia juga mempertimbangkan penerapan sistem cap-and-trade. Lainnya masih dalam tingkat diskusi. Beberapa orang meramalkan adanya keterkaitan antara bermacam-macamnya pasar karbon cap-and-trade dalam mendapatkan efisiensi dan biaya penyimpanan.
Clean Development Mechanism (CDM) • Merangsang pembangunan berkelanjutan, CDM memberikan rangsangan pada pembangunan berkelanjutan dan pengurangan emisi, dengan memberikan negara-negara industri fleksibilitas dalam mencapai target reduksi emisinya.
• Pengurangan emisi di negara-negara berkembang, mekanisme ini memberikan projek pengurangan emisi di negara-negara berkembang untuk mendapatkan sertifikat unit pengurangan emisi yang mempunyai ekivalen dengan 1 ton CO2. Selanjutnya partisipan tersebut dapat menjualnya kepada pembeli dari negar-negara industri. Ragam projek ini dari ladang angin (wind farms) hingga pembangkit listrik tenaga air dan juga termasuk proyek efisiensi energi. Proyek ini harus mempunyai kualifikasi dalam perancangan proses registrasi yang ketat untuk memastikan kebenaran, tingkat pengurangan emisi yang dapat terjadi bila tanpa adanya proyek ini.
• Program Pertumbuhan, skema kredit dan investasi pertama di dunia dalam bidang ini, diawasi oleh pejabat eksekutif, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada negara-negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto. Sekitar 645 proyek (pada 2 mei 2007) telah didaftarkan oleh lebih dari 44 negara, meliputi banyak sektor, dari energi terbarukan hingga pertanian dan industri kosmetik. proyek-proyek ini diharapkan dapat mengumpulkan 810 juta CERs pada akhir periode komitmen pertama pada tahun 2012. ketika proyek dibidang pipeline disetujui, angka CERs yang diharapkan dapat mencapai 1.9 miliar.
Joint Implementation
• Pembangunan dengan offsetting emisi, mekanisme penerapan bersama, negara dengan komitmen penguranga emisi di bawah Protokol Kyoto dan di libatkan dalam proyek pengurangan emisi di negara lainnya dengan komitmen yang sama, dan menghitung hasil dari pengurangan emisi terhadap target Kyoto sendiri. Seperti mekanisme diperluas hingga seperti CDM dalam syarat verifikasi dan kelalaian, namun terbuka pada proyek di negara-negar industri. Seperti halnya CDM, semua pengurangan emisi harus benar, tingkat pengurangan emisi yang dapat terjadi bila tanpa adanya proyek ini. Mekanisme ini diawasi oleh komite supervisor, yang bertanggungjawab pada negara-negara yang meratifikasi protokol kyoto.
• Operasional terbaru, prosedur verifikasi dari penerapan bersama ini tidaklah sama dengan CDM, yang hanya melakukan operasional untuk 6 bulan, sehingga jumlah proyek selama ini terbatas dan pengeluaran ERUs akan dimulai hanya setelah dimulainya periode komitmen pada tahun 2008.
Kebutuhan akan Kesepakatan Global yang Baru mengenai Perubahan Iklim • Protokol Kyoto mengenai pengurangan emisi pada sektor industri berakhir pada tahun 2012. Akan tetapi, pengurangan emisi dari protokol Kyoto tersebut merupakan bagian terluar dari emisi GRK di dunia ini. Emisi dari negara-negara dengan industrilisasi yang tinggi berada pada kondisi yang tidak berkelanjutan dan mengalami transisi ekonomi (seperti uni soviet) harus kembali menata kembali industri setelah tahun-tahun penurunan. Berbeda halnya dengan emisi per kapita pada negara-negara berkembang yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara industri, sedangkan laju pertumbuhan emisi yang tinggi dari sektor ekonomi yang lebih besar perlu dimasukkan ke dalam kesepakatan baru di antara negara-negara berkembang.
• Dengan menyusun bukti-bukti scientific mengenai perubahan iklim dan pengaruhnya, akan meningkatkan kesadaran mendesaknya aksi yang harus dilakukan oleh seluruh pihak-pihak international. Meskipun komitmen dari protokol Kyoto tidak terlaksana hingga tahun2008, perubahan kesepakatan baru harus segera dibentuk.
Kompleksitas • Kelemahan negara-negara berkembang, Pendapatan negara-negara berkembang yang lebih kecil dari negara-negara industri, negara-negara berkembang lebih mudah mendapatkan pengaruh dari adanya perubahan iklim dan kemampuan yang kurang dalam mengatasi pengaruh-pengaruh tersebut dibanding dengan negara-negara industri. Selanjutnya, meskipun seluruh emisi dari negara-negara berkembang mengalami peningkatan, namun tetap lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara industri, dan secara nyata bahwa kebanyakan emisi dari negara-negara berkembang berada pada level yang rendah. Sehingga kesepakatan selanjutnya harus memasukkan kepentingan negara-negara berkembang dalam menjaga kepentingan ekonomi dari negara-negara berkembang.
• Perlunya pengurangan mayoritas emisi, GRK akan mengalami peningkatan dimanapun antara 25 hingga 90 persen di tahun 2030 dari tahun 1990. Pengurangan
emisi yang tinggi dapat dimungkinkan tanpa mengurangi laju ekonomi global dengan meningkatkan kemampuan dan penempatan teknologi berbasis iklim secara signifikan seperti pada sektor energi terbarukan dan bermunculannya teknologi (alat penangkap dan penyimpan karbon). Beberapa teknologi akan menambahkan opsional dalam mengurangi emisi GRK, dan demikian juga dengan kerjasama international.
Titik temu dalam negosiasi • Pokok-pokok yang dimungkinkan dalam bernegosiasi, ketika kondisi terlau cepat untuk memprediksi spesifik rancangan untuk kesepakatan iklim di masa depan, dapat dimungkinkan dengan mengidentifikasi berdasarkan panduan-panduan dasar dan artikel-artikel untuk memperluas bahasan. Dalam menyimpulkan kesepakatan multilateral, salah satunya adalah membuat langkah-langkah untuk 10 tahun mendatang, dimulai dari tahun 2009, walaupun hal ini dilarang, penetapan ini dimungkinkan sebagai timetable.
Konferensi Perubahan Iklim dilaksanakan di Bali pada Desember 2007 memberikan kesempatan untuk mengajukan agenda yang komprehensif dalam kebijakan perubahan iklim untuk tahun-tahun selanjutnya setelah tahun 2012. Prinsip-prinsip dasar seharusnya dibangun pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 komunitas dunia harus menandatangani kesepakatan untuk diratifikasi pada tahun 2012. Setelah tahun 2012 cakupan mengenai perubahan iklim perlu diperluas agar memberikan solusi terhadap seluruh permasalahan global, termasuk didalamnya :
o Respon jangka panjang seluruh dunia yang segaris dengan penemuan scientific terakhir dan kesesuaian dengan perencanaan investasi jangka panjang di sektor bisnis
o Pengurangan besar-besaran oleh negara-negara industri, yang seharusnya terus menjadi pemimpin dan sejalan dengan tanggungjawab sejarah dan kemampuan ekonomi negara-negara tersebut.
o Perjanjian dengan negara-negara berkembang yang berkelanjutan, khususnya bagi mereka yang telah mempunyai emisi, atau akan mengahasilkan emisi dalam waktu dekat yang secara signifikan berkontribusi pada konsentrasi atmosfer.
o Rangsangan untuk negara-negara berkembang dalam membatasi emisi mereka dan memandu mengatasi pengaruh perubahan iklim sementara tetap menjaga pertumbuhan sosioekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
o Fleksibilitas dalam meningkatkan pasar karbon untuk memastikan efektifitas penggunaan biaya penerapan dan pengerahan sumber daya dalam menyediakan rangsangan bagi negara-negara berkembang.
• Permulaan, negara-negara industri yang tergabung dalam G8 bersama dengan 5 negara berkembang Brazil, China, India, Mexico dan Afrika selatan, memamggil seluruh peserta untuk berpartisipasi secara aktif dan membangun dalam negosiasi dalam menentukan kesepakatan bersama di Bali. Di tahun ini kesempatan untuk melakukan perjanjian multilateral dalam perubahan iklim, terbuka lebar dengan adanya bantuan PBB secara kolektif dan kesepakatan yang adil termasuk seluruh kepentingan dan perhatian yang syah.
• Rapat tingkat tinggi PBB untuk perubahan iklim, Sekjen PBB Ban Ki-moon akan mengadakan rapat informal tingkat tinggi di New York pada 24 September 2007, sehari sebelum debat umum di majelis umum PBB, untuk memfasilitasi pertukaran pandangan dan menggodok kepentingan politik pada konferensi Bali. Acara tersebut bersifat informal, meskipun informal, dalam acara tersebut mencoba untuk menegaskan akan pentingnya memasukkan isu perubahan iklim dalam forum dunia dan memberikan kesempatan bagi seluruh negara untuk terlibat dalam proses kerjasama multilateral.
Kegunaan Statistika dalam Perubahan Iklim • Dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman terhadap pengaruh pemanasan dan pendinginan antropogenic pada iklim, telah meningkatkan tingkat kepercayaan bahwa pengaruh aktivitas manusia rata-rata net global sejak 1750 sebagai penyebab terjadinya pemanasan, dengan daya radiasi +1.6 [+0.6 to +2.4] Watts per square metre (W/m2) dalam IPCC’s Fourth Assessment Report.
o note 1:gaya radiasi (radiative forcing) adalah perubahan kesetimbangan antara radiasi yang datang dan radiasi yang pergi. nilai positif berarti suhu rata2 permukaan bumi hangat, sedangkan negatif suhu rata2 permukaan bumi dingin.
o note 2:di ekuator, matahari memberikan sekitar 1,000 W/m2 pada permukaan bumi.
• Penyusutan luas laut es kutub utara rata-rata tahunannya sekitar 2.7 persen per 10 dekade. Laut es berkurang secara keseluruhan pada musim panas sebesar 7.4 per sen.
• Temperatur pada permukaan atas lapisan permafrost secara umum mengalami peningkatan sejak 1980 lebih dari 3°C.
• Area maksimum yang tertutup oleh pembekuan musiman mengalami penyusutan sekitar 7 persen di utara Hemiphere sejak 1900 dan pada musim semi meningkat menjadi 15 persen.
• Interpretasi dari pusat informasi paleoclimate menyatakan bahwa pemanasan pada 50 tahun terakhir meerupakan kejadian yang tidak biasa selama 1300 tahun akhir ini. Terakhir kali area kutub secara signifikan mengalami pemanasan dibandingkan saat ini untuk waktu yang lama (sekitar 125.000 tahun lalu), pengurangan volume es kutub, meningkatkan permukaan air laut sekitar 4 - 6 meter.
• Emisi CO2 tahunan mengalami peningkatan dengan rata-rata 6.4 gigaton karbon (GtC) per tahun pada 1990an, dan 7,2 GtC pada tahun 2000-2005.
• Daya radiatif CO2 mengalami peningkatan sekitar 20 persen dari tahun 1995 hingga 2005, merupakan nilai terbesar pada beberapa dekade lainnya selama 200 tahun akhir ini.
• Untuk 2 dekade yang akan datang akan terjadi pengahangatan sekitar 0.2°C per dekade yang telah di proyeksikan dari skenario emisi untuk jangka waktu tertentu.
• Meskipun konsentrasi dari semua GRK dan aerosol lainnya tetap pada tahun 2000, pemanasan hingga 0.1°C diperkirakan akan tetap terjadi.
• Perubahan temperatur sebesar 1.9°C hingga 4.6°C dibandingkan dengan masa pra-industri dalam 1000 tahun terakhir akan melelehkan lapisan es di Greenland. Hal ini akan menyebabkan peningkatan permukaan air laut setinggi 7 meter dibandingkan dengan 125.000 tahun lalu.
UN Secretary-General Ban Ki-moon’s Initiatives on Climate Change
Climate change, and how we address it, will define us, our era and ultimately the global legacy we leave for future generations.
United Nations Secretary-General Ban Ki-moon
Sebuah Isu Prioritas
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah terus menerus menyatakan bahwa perubahan iklim adalah tantangan besar skala global dan ia berusaha untuk menginisiasi usaha penanggulangan perubahan iklim oleh komunitas internasional dengan mengumpulkan pemimpin-pemimpin dunia dan memastikan bahwa semua bagian dari sistem PBB berkontribusi terhadap usaha ini. Sebagai forum global dengan partisipasi dari seluruh dunia, PBB diposisikan untuk melakukan pendekatan-pendekatan tersebut dalam mengatasi perubahan iklim.
Menyebutkan beberapa laporan terakhir dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) – PBB, menekankan bahwa isu perubahan iklim sangatlah jelas – bahwa pemanasan dalam sistem iklim jelas terasa, dan terjadi karena kegiatan-kegiatan manusia - Sekretaris Jenderal PBB telah meminta adanya perhatian internasional untuk menyikapi isu perubahan iklim.
”Kita tidak dapat terus bersikap seperti sekarang. Kita tidak dapat melakukan kegiatan seperti biasanya ”business as usual”. Kita harus melakukan aksi bersama dalam skala global untuk mengatasi perubahan iklim. Terdapat banyak kebijakan dan pilihan teknologi untuk mengatasi krisis yang akan segera terjadi, tetapi kita perlu kesungguhan dalam melakukannya”.
Negara-negara maju, dapat melakukan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengembangkan efisiensi penggunaan energi. Negara maju dapat pula melakukan pembangunan bersih dalam pembangunan ekonomi dan langkah adaptasi pada negara-negara tersebut. Pada negara berkembang, perlu lebih disosialisasikan isu perubahan
iklim dan bagaimana cara menyikapinya dalam pembangunan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Wakil Khusus untuk Perubahan Iklim Pada tanggal 1 Mei, Sekretaris Jenderal menunjuk tiga wakil khusus untuk membantunya dalam pembicaraan dengan pemerintah dunia tentang bagaimana ia dapat memfasilitasi perkembangan negosiasi perubahan iklim multilateral di dalam kerangka kerja PBB, serta pandangan mereka dalam event besar akhir tahun ini. Para wakil khusus tersebut adalah : gro Harlem Brundtland, mantan Perdana Menteri Norwegia dan mantan Pimpinan dari World Commission of Environment and Development, Han Seung-soo, mantan Menteri Luar Negeri Republik Korea dan mantan Presiden 56th session dari UN General Assembly; dan Ricardo Lagos Escobar, Mantan Presiden Cili.
Wakil khusus telah meminta pandangan dari perwakilan pemerintah dunia, termasuk pada negara-negara yang merupakan pemeran kunci dalam negosiasi perubahan iklim. Jelas bahwa perubahan iklim merupakan isu yang mimiliki prioritas tinggi – secara pribadi, politis dan pada tingkat pemerintahan. Dukungan yang besar telah diperlihatkan terhadap inisiasi Sekretaris Jenderal dan pada acara-acara besar perubahan iklim.
Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Mempertegaskan Negosiasi dalam Perubahan Iklim Sekjen PBB akan menghadiri pertemuan informal tingkat tinggi mengenai perubahan iklim di New York sebelum Rapat Umum pada 24 September. Tujuan dari pertemuan ini ada untuk mendorong diskusi antara seluruh pemimpin dunia mengenai isu perubahan iklim dan memberikan bantuan dalam mematangkan negosiasi lebih lanjut dengan meluncurkan suatu proses yang kuat dalam mengarahkan kesepakatan dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif tahun 2009 di Bali.
Sekjen berharap bahwa para pemimpin dunia akan memberikan sinyal kuat (politik) pada negosiasi di Bali dan bahwa "business as usual" tidak akan terjadi dan mereka akan siap untuk bekerjasama dengan yang lainnya dalam suatu kerangka kerjasama multilateral dalam perubahan iklim untuk preiode setelah 2012 ketika periode pertama kesepakatan di bawah Protokol Kyoto berakhir.
Acara ini merupakan acara informal dan akan mencari hal-hal penting mengenai perubahan iklim dalam forum dunia, dan akan memberikan kesempatan pada seluruh negara untuk terlibat dalam kerjasama multilateral. Pertemuan tingkat tinggi ini tidak akan mengadkan perjanjian untuk menentukan hasil dari pertemuan di Bali.
Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Meskipun Sekjen telah membenarkan bahwa tindak lanjut mengenai isu perubahan iklim ini bersifat mendesak, dia juga menyatakan bahwa perubahan iklim bukan hanya sekedar isu, tapi salah satu hal serius yang dapat berdampak pada sosial dan ekonomi. Karena isu ini memerlukan keterlibatan dari seluruh sektor seperti keuangan, energi, transportasi, pertanian dan kesehatan. Dia juga mengharapkan bahwa perubahan iklim dicantumkan ke dalam agenda pembangunan berkelanjutan.
Sekjen secara langsung menyatakan bahwa tindakan dalam konteks perubahan iklim harus terintegrasi dalam suatu upaya pembangunan dan penelitian scientific yangdilakukan oleh seluruh sistem PBB. Termasuk kegiatan arus investasi dan skema pendanaan yang sesuai dengan pembangunan yang efektif dan sesuai dengan keinginan internasional mengenai perubahan iklim, meningkatkan bantuan adaptasi dan terlibat dengan para pemimpin industri untuk memberikan bantuan pada sektor swasta.
Greening the United NationsDalam rangka mewujudkan kesepakatan dunia mengenai perubahan iklim, Sekjen PBB Ban Ki-moon berjanji untuk meningkatkan kontribusi langsung PBB pada dunia dalam upaya menjaga iklim dan planet bumi ini.
“
We are already moving toward making our Headquarters in New York climate-neutral and environmentally sustainable,” dia berkata. “The
United Nations’ Capital Master Plan to renovate the 55-year-old landmark is a good starting point, and we have already identified ways to reduce our energy use significantly.”
“
I would like to see our renovated Headquarters complex eventually become a globally acclaimed model of efficient use of energy and resources. Beyond New York, the initiative should include the other United Nations headquarters and offices around the globe.”
Gedung markas besar PBB dibangun pada 1949 dan 1950 dan belum pernah dilakukan pemeliharaan besar-besaran sejak dibangun. Terdapat ketidak efisiensian energi yang sangat besar, membebani PBB lebih dari US$ 30 juta per tahun hanya untuk biaya energi. Rencana utamanya adalah untuk menyimpan uang lebih dengan mengurangi pemakaian energi.
“
We are taking the opportunity of the capital master plan to move ahead with the ‘greening of the UN,’” kata Alicia Bárcena Ibarra, Bawahan Sekjen PBB untuk Management. “
This is a very important opportunity for all of us and we’re going to take it to make sure the UN can become a model, if we can, on the environmental front.”
Usaha “
greening” (penghijauan) akan menjadi sistem perluasann PBB.
Sekjen PBB berkata “
That is why I am asking the heads of all United Nations agencies, funds and programmes to join me in this effort. And I am asking all staff members throughout the United Nations family to make common cause with me.”
Dia menambahkan bahwa pekerjaan ini memerlukan dedikasi, ketekunan dan kesungguhan sumber keuangan, dan bantuan dari setiap anggota.