Info Petani -
THL TBPP Kabupaten Tulungagung melaksanakan fieldtrip di Desa Sendang Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung yang bertujuan untuk membangun kekompakan dan menambah pengalaman kerja di lapangan.
Acara yang diikuti 51 orang dari 19 kecamatan yang ada di Tulungagung tersebut, merupakan agenda rutin setiap bulan dengan sistem bergilir di masing-masing kecamatan. Selain untuk koordinasi berbagai permasalahan yang muncul, momentum ini juga dijadikan ajang transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena di setiap tempat yang dikunjungi selalu dimanfaatkan untuk menggali potensi yang ada, dengan harapan bisa di bawa di wilayah kerja masing-masing.
Acara yang diikuti 51 orang dari 19 kecamatan yang ada di Tulungagung tersebut, merupakan agenda rutin setiap bulan dengan sistem bergilir di masing-masing kecamatan. Selain untuk koordinasi berbagai permasalahan yang muncul, momentum ini juga dijadikan ajang transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena di setiap tempat yang dikunjungi selalu dimanfaatkan untuk menggali potensi yang ada, dengan harapan bisa di bawa di wilayah kerja masing-masing.
Tujuan pertama rombongan adalah di Koperasi Tani “Jasa Tirta”. Koperasi yang berdiri 29 April 1999 itu, merupakan salah satu wujud maha karya dari kelompok tani yang ada di Desa Sendang Kecamatan Sendang. Dengan modal utama semangat kerukunan antar anggota dan transparansi kepada anggota, koperasi ini masih berdiri dan tetap eksis, demikian keterangan Bapak Sadat selaku Ketua Koptan mengawali cerita sejarah koptan sejak awal berdiri hingga berbagai kegiatan usaha yang dijalankan.
Memang tidaklah semulus yang dibayangkan, berangkat dengan anggota 45 orang dan 3 orang sebagai pengurus. Sampai bulan Desember 1999 Koptan Jasa Tirta belum aktif menyelenggarakan kegiatan usaha. Dana awal yang terkumpul Rp. 1.250.000,00 habis untuk mengurus ijin usaha, badan hukum, membuat papan nama dan kelengkapan administrasi organisasi
Para anggota kemudian mengumpulkan dana lagi sejumlah 4.5 jt. Kegiatan usahapun dimulai. Penjualan pupuk untuk petani menjadi usaha pertama dan ternyata mengalami kerugian.. Meski demikian para pengurus, dengan Bapak Miskamto sebagai manager usaha tidak menyerah. Mereka kemudian melirik usaha lain yaitu dengan jualan ampas tapioka (gamblong = jawa). Usaha ini terus berkembang dan cukup menguntungkan sampai akhirnya pada awal Juli 2003 Koptan mulai menampung susu dari peternak untuk dipasarkan. Pada hari pertama terkumpul 84 liter dan terus berkembang dan sekarang menjadi 11.000 liter per hari, dan dikirim ke pabrik susu bendera di Jakarta.
Hingga saat ini ada beberapa unit usaha yang dikembangkan diantaranya unit toko sembako, unit pengolahan pupuk organik, unit simpan pinjam, unit pembuatan pakan ternak, dan unit pemancar radio. Koptan juga memiliki sarana dan prasarana usaha, diantaranya 2 unit angkutan besar untuk mengirim susu ke Jakarta dan 4 unit angkutan kecil untuk mengambil dan mengumpulkan susu sapi dari peternak.
Juga tersedia alat pendingin untuk penampungan susu sementara, gudang, alat-alat untuk membuat pakan ternak kering (silase) dan pupuk organik. Sampai sekarang aset yang dimiliki Koptan sebesar kira-kira 6 milyar rupiah. Dengan jumlah karyawan 52 orang dan 6 orang karyawan harian demikian keterangan Bapak Miskamto selaku meneger Koperasi.
Setelah puas mendengar penjelasan dari para pengurus koptan, rombongan berpamitan dan menuju lokasi kunjungan berikutnya yaitu pengolahan limbah kotoran ternak menjadi biogas.
Kami diterima oleh Bapak Suwarto, Kepala Desa Sendang yang juga pemilik instalasi biogas di belakang kandang sapinya. Pak Suwarto mengajak para pemuda desa yang tadinya mengojek untuk jadi tim pekerja dalam pengembangan energi biogas di desanya. Pak Kades menjelaskan tentang ketertarikan beliau pada pengembangan energi alternatif untuk menggantikan BBM yang harganya terus naik, dan harapannya kelak akan bisa menciptakan desa mandiri energi dari pengolahan limbah tersebut.
Kegiatan dimulai dengan berkeliling melihat kandang diselingi dengan tanya jawab dari peserta tentang pengolahan biogas. Beliau dengan sabar menjelaskan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan biogas yang sedang dikembangkan, maupun yang sudah dipakai oleh rumah tangga di desanya.
Dengan memiliki ternak sejumlah 4 ekor sapi, biaya yang dibutuhkan membuat instalasi biogas dengan ukuran diameter 3 meter, membutuhkan biaya kurang lebih sebesar Rp. 6-7 juta dengan umur ekonomis sekitar 20 tahun. Ini sudah bisa di pakai untuk menyalakan 1 buah lampu dan menghidupkan kompor untuk memasak dalam sehari, sambung Bapak Kades.
Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami, karena dengan melihat langsung di lapangan kami lebih mudah memahami dan menyampaikan kembali kepada para petani.
Untuk rekan-rekan THL TBPP di seluruh tanah air, kami berpesan agar mengamati dan melihat potensi apa saja yang masih mungkin dikembangkan di wilayah masing-masing demi kesejahteraan masyarakat. Salam dari kami di Tulungagung, Jawa Timur. Selamat berkarya dan semoga semua kegiatan kita tercatat sebagai amal baik. Amiin.(Hari Widodo, Spt-tlg)
Tweet
Follow @kackdir