728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
Peran Pelaku Perlindungan Tanaman
PERAN PELAKU PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM PASAR INTERNASIONAL PRODUK-PRODUK HORTIKULTURA INDONESIA [1]

Oleh: Soekirno [2]

I. Pendahuluan

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Indonesia (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden RI pada tahun 2005 yang lalu mengamanatkan bahwa sektor pertanian secara luas dijadikan andalan dalam pembangunan nasional. Selain memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian nasional, sektor pertanian juga berperan secara signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, khususnya di pedesaan.

Secara nasional, fokus pengembangan produk dan bisnis PPK mencakup lingkup kategori produk yang berfungsi dalam hal (Anonim, (?)):
a. Membangun ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk, aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian.
b. Sumber perolehan devisa, terutama yang terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar internasional.
c. Penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru, terutama yang terkait dengan peluang pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik.
d. Pengembangan produk-produk baru yang terkait dengan berbagai isu global dan kecenderungan pasar global.

Dari empat fokus pengembangan tersebut, fokus ketiga dan keempat secara jelas mengangkat produk/komoditas hortikultura sebagai salah satu unggulan. Fokus pengembangan kesempatan usaha dan pertumbuhan baru antara lain dimulai pada produk-produk hortikultura, disamping produk-produk lain. Sementara fokus pengembangan produk baru, salah satu produk yang digarap adalah biomedicine (biofarmaka). Biofarmaka merupakan salah satu kelompok komoditas hortikultura.

Kebijakan dan strategi umum yang diambil dalam pelaksanaan RPPK adalah pengurangan kemiskinan, peningkatan daya saing dan pelestarian dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam berkelanjutan. Peningkatan daya saing, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian dilakukan antara lain dengan praktek usaha pertanian yang baik (Good Agriculture Practices = GAP).

Untuk Mewujudkan RPPK, telah ditetapkan visi Pembangunan Pertanian tahun 2005 – 2009 (Anonim, 2006) yaitu: Terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, serta peningkatan kesejahteraan petani. Dalam mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, misi yang diemban adalah 1) Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi, 2) Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, 3) Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi, 4) Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, 5) Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan, 6) Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global.

Dalam merumuskan visi dan misi pembangunan pertanian tersebut, Departemen Pertanian melandaskan diri pada ruh yang merupakan nilai dan jiwa (spirit) pembangunan dan penyelenggaraan pembangunan pertanian. Ruh yang melandasi penyelenggaraan pembangunan pertanian adalah bersih dan peduli. Bersih dimaksudkan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, amanah, transparan dan akuntabel. Peduli berarti memberikan fasilitas, pelayanan, perlindungan, pembelaan, pemberdayaan dan keberpihakan terhadap kepentingan umum (masyarakat pertanian) diatas kepentingan pribadi dan golongan, serta aspiratif.

Salah satu kebijakan pembangunan yang dilakukan langsung Departemen Pertanian adalah meningkatkan promosi dan proteksi pertanian, yang diarahkan antara lain peningkatan ekspor dan pengendalian impor. Kebijakan ini sudah barang tentu termasuk komoditas hortikultura.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengembangan hortikultura di Indonesia, arti penting atau posisi perlindungan tanaman dalam perdagangan produk hortikultura, dan tuntutan bagi sumberdaya manusia (SDM) perlindungan tanaman dalam perdagangan produk hortikultura tersebut. Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Sesuai dengan sifat hortikultura yang unik, pasar atau perdagangan hortikultura menjadi area kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Sementara dalam perdagangan inilah, perlindungan tanaman mempunyai peran yang unik pula.

II. Pengembangan Hortikultura di Indonesia

Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peran yang penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja maupun berbagai segi kehidupan masyarakat. Selama ini dikenal beberapa manfaat komoditas hortikultura dalam kehidupan masyarakat (Anomin, 2007), antara lain 1) Manfaat sebagai bahan pangan, 2) Manfaat di bidang ekonomi, 3) Manfaat di bidang kesehatan, dan 4) Manfaat di bidang budaya.

Kemanfaatan komoditas hortikultura sebagai bahan pangan, ditunjukkan oleh kandungan nutrisi yang berguna sebagai sumber-sumber energi, vitamin, mineral dan serat alami. Kemanfaatan di bidang ekonomi dapat dilihat secara nasional, regional maupun tingkat rumah tangga petani. Di tingkat nasional komoditas hortikultura menyumbang produk domestik bruto (PDB) maupun penyerapan tenaga kerja cukup signifikan. Nilai PDB ini sama dengan sekitar 21,17% dari PDB sektor pertanian, menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman pangan yang sebesar 40,75% (Sumber Ditjen Hortikultura). Selain sumbangan terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, komoditas hortikultura berperan penting dalam perdagangan lokal, regional maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga yang penting pula. Bahkan banyak diantara petani-petani hotikultura yang mempunyai kehidupan ekonomi yang cukup baik di pedesaan.

Kemanfaatan dalam bidang kesehatan dapat digambarkan peranannya dalam menjaga kesehatan, terutama terhadap penyakit-penyakit degeneratif. Pencegahan penyakit-penyakit diabetes, hipertensi, gangguan jantung dan penyakit-penyakit yang terkait dengan umur lanjut manusia, sangat dipengaruhi oleh konsumsi hortikultura. Berkembangnya semboyan kembali ke alam, semakin menegaskan manfaat hortikultura yaitu buah-buahan, sayuran dan biofarmaka dalam kesehatan. Selain itu, komoditas hortikultura juga mempunyai manfaat yang cukup penting dalam pengembangan kosmetik.

Di bidang budaya, komoditas hortikutura sangat erat berkaitan dengan keindahan rumah, perkantoran dan sarana umum (taman-taman, dan lain-lain), pesta-pesta dan upacara-upacara adat/keagamaan serta pariwisata.

Pada dasarnya, komoditas hortikultura dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka (tanaman obat-obatan). Komoditas hotikultura terdiri dari 323 jenis, yaitu buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, biofarmaka 66 jenis, dan tanaman hias 117 jenis. Mengingat banyaknya jenis komoditas yang harus ditangani dan berbagai pertimbangan strategis lain, selama ini pengembangan hortikultura diprioritaskan pada komoditas-komoditas unggulan yang ada.

Di tingkat nasional, komoditas unggulan tersebut adalah mangga, manggis, pisang, durian, jeruk, bawang merah, cabai merah, kentang, anggrek dan rimpang. Namun demikian, di tingkat daerah diberikan kesempatan untuk mengembangkan komoditas unggulan masing-masing sesuai keunggulan yang ada.

Sesuai dengan perkembangan situasi dan untuk lebih meningkatkan upaya pengembangan agribisnis hortikultura, ke depan akan dikembangkan kawasan-kawasan agribisnis hortikultura. Dalam pengembangan kawasan ini, komoditas unggulan menjadi tidak terbatas pada 10 unggulan nasional, tetapi komoditas-komoditas unggulan yang ada di masing-masing kawasan tersebut. Kawasan tidak dibatasi oleh batas administrasi, tetapi merupakan satu kesatuan wilayah pengembangan hortikultura yang mempunyai kondisi ekosistem yang serupa, dengan jaringan infrastruktur yang menyatukan. Dengan pengembangan kawasan sebagai satu kesatuan pengembangan agribisnis hortikultura, diharapkan penyediaan bahan ekspor menjadi lebih terjamin.

Terdapat fokus-fokus kegiatan pengembangan hortikultura, yaitu peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk melalui penerapan budidaya pertanian yang baik (Good Agriculture Practices = GAP), penerapan manajemen rantai pasokan (Supplay Chaim Management = SCM), fasilitasi terpadu investasi hortikultura (FATIH), dan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura.

GAP merupakan panduan umum dalam melaksanakan budidaya secara baik. Dalam pelaksanaannya, GAP dilengkapi dengan Procedure Operational Standart (POS), yang spesifik komoditas dan lokasi secara lebih rinci. Dalam GAP/POS, berbagai praktek budidaya sejak dari perencanaan, pengelolaan lahan, budidaya sampai dengan panen dan pengelolaan secara keseluruhan distandarisasikan dengan baik. Penerapan GAP/POS harus dicatat secara baik sehingga dapat ditelusuri balik (prinsip traceability).

GAP/POS pada prinsipnya merupakan panduan budidaya agar mampu menghasilkan produksi yang tinggi, bermutu baik, aman dikonsumsi, efisien dalam berproduksi dan memanfaatkan sumberdaya, kelestarian lingkungan terjamin sehingga mampu mempertahankan sistem produksi secara berkelanjutan dan memberikan kesejahteraan kepada petani. Penerapan GAP/POS diharapkan mampu meningkatkan daya saing dalam perdagangan. GAP/POS menjadi salah satu sistem jaminan mutu produk-produk pertanian, khususnya hortikultura. Terhadap komoditas buah-buahan, telah diterbitkan Permentan nomor 61/Permentan/OT.160/11/2006 tanggal 28 November 2006, untuk menjadi landasan pelaksanaannya di lapang.

Secara teknis operasional di lapang, penerapan GAP/POS sangat terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) maupun sistem pengelolaan pestisida secara baik. Titik-titik kendali penilaian pelaksanaan GAP/POS, sangat terkait erat dengan teknik-teknik pelaksanaan PHT dan sistem pengelolaan pestisida yang baik. Bahkan hampir 30% titik kendali penilaian tersebut terkait dengan masalah pestisida. Penerapan PHT merupakan bagian yang penting dan vital dalam penerapan GAP/POS.

Penerapan manajemen rantai pasokan (SCM) dimaksudkan untuk mengelola jejaring organisasi yang saling tergantung dalam suatu rantai pasokan produk hortikultura, sehingga memberikan keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai dan meningkatkan daya saing. Dalam SCM ini tercakup pengelolaan sejak dari hulu sampai hilir, sejak dari sistem produksi sampai dengan konsumen.

Untuk lebih mendorong pengembangan agribisnis hortikultura, dikembangkan kawasan-kawasan agribisnis hortikultura. Kawasan pengembangan ini secara geografis merupakan satu kesatuan kawasan agribisnis hortikultura yang mencakup berbagai komoditas unggulan hortikultura setempat, tanpa dibatasi sekat-sekat batas administrasi daerah. Dengan demikian, kawasan akan merupakan suatu “kebun produksi” yang mempunyai skala ekonomi yang besar. Berbagai jaringan pendukung agribisnis hortikultura berada dalam satu kesatuan wilayah kawasan tersebut, membentuk suatu wilayah agribisnis hortikultura yang menguntungkan semua pihak, berdaya saing dan berkelanjutan.

Dalam upaya pengembangan agribisnis hortikultura diperlukan dukungan dari berbagai sektor, termasuk swasta dan berbagai pelayanan. Oleh karena itu dikembangkan fasilitasi terpadu investasi hortikultura (FATIH), yang merupakan jejaring kerja berbagai institusi pemerintah, swasta, permodalan dan lain-lain di suatu wilayah agribisnis hortikultura. FATIH diarahkan untuk mendorong dan memfasilitasi investasi dalam pengembangan hortikultura.

Selain itu, dalam pengembangan hortikultura juga dilakukan peningkatan SDM, kelembagaan, maupun penerapan teknologi yang lebih baik dan tepat guna.

III. Perlindungan Tanaman Hortikultura dan Pasar Produk-produk Hortikultura

1. Kebijakan Perlindungan Tanaman Hortikultura

Perlindungan tanaman pada prinsipnya mempunyai peran dalam menjamin agar kuantitas produksi mencapai sasaran yang telah ditetapkan, kualitas produk yang baik dan keberlanjutan produksi serta berperan dalam mendukung perdagangan produk hortikultura. Pada komoditas hortikultura, peran tersebut sangat terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan sistem perdagangan global. Hal ini sangat terlihat pada berbagai persyaratan teknis produk hortikultura yang diperdagangkan, yang tidak dapat dipisahkan dengan persoalan perlindungan tanaman.

Pencapaian produksi hortikultura tidak terlepas dari gangguan-gangguan sistem produksi yang dialami di lapang. Berbagai serangan OPT dan gangguan akibat anomali iklim/bencana alam sering mengakibatkan kerugian hasil yang cukup besar, apalagi dilihat ditingkat petani secara individual. Dengan pengelolaan perlindungan tanaman yang baik, diharapkan gangguan-gangguan tersebut dapat dihilangkan atau diminimalisasikan, sehingga pencapaian target produksi tidak terganggu.

Serangan OPT atau cemaran biologi dan kimia yang digunakan dalam perlindungan tanaman sangat berpengaruh terhadap mutu produk hortikultura. Produk hortikultura dituntut mempunyai mutu yang tinggi, apabila akan diperdagangkan. Akibat serangan OPT yang menyebabkan produk rusak, berlubang, busuk, ukuran tidak optimal, maupun tampilan yang kurang optimal akan sangat berpengaruh terhadap standar mutu yang ditetapkan/diinginkan. Produk-produk hortikultura yang tetap membawa sisa-sisa OPT, apakah itu serangga, cendawan jelaga, patogen lain, juga berpengaruh terhadap pencapaian standar mutu yang diinginkan. Sementara itu, sisa-sisa/residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT, selain berbahaya juga berpengaruh terhadap standar mutu keamanan pangan. Standar mutu tersebut yang sangat dituntut oleh pasar (konsumen).

Banyak permasalahan dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan tanaman hortikultura, antara lain banyaknya komoditas hortikultura yang masing-masing disertai jenis OPT yang beragam pula. Sementara teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan OPT tersebut sangat terbatas. Bahkan teknologi budidaya komoditasnya dan identifikasi jenis OPT di masing-masing komoditas juga sangat terbatas. Selain permasalahan banyaknya jenis komoditas dan jenis OPT, jumlah dan kemampuan SDM yang menangani perlindungan tanaman juga sangat terbatas, dukungan saran prasarana yang belum optimal, pemahaman petani dan masyarakat terhadap upaya perlindungan tanaman secara benar belum memadai. Masih banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa perlindungan tanaman adalah persoalan yang rumit (karena menyangkut perikehidupan serangga dan organisme mikro), dan pengendalian OPT dipahami dengan cara yang sederhana yaitu dengan pestisida. Pada berbagai hal yang spesifik, sarana pengelolaan OPT juga belum tersedia/tidak tersedia.

Kebijakan Pemerintah dalam melaksanakan perlindungan tanaman sudah cukup jelas dan mempunyai dasar hukum yang kuat. UU nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah ditetapkan bahwa dalam pelaksanaan perlindungan tanaman harus dilakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu, dan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab petani (masyarakat) bersama pemerintah.

PHT menitikberatkan pemanfaatan berbagai teknik pengendalian yang dikombinasikan dalam satu kesatuan program, sehingga dicapai keuntungan ekonomi yang maksimal, dan memberikan dampak yang aman bagi pekerja, konsumen dan lingkungan hidup. Secara prinsip, berbagai cara pengendalian diterapkan harus secara teknis efektif dan dapat diterapkan, secara ekonomi menguntungkan, secara ekologi aman dan secara sosial budaya dapat diterima.

Dalam pelaksanaannya, PHT mendorong untuk memanfaatkan dan memanipulasi unsur-unsur lingkungan alamiah demi terkendalinya populasi OPT berada pada kondisi yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. Berbagai faktor lingkungan fisik dan biologi, seperti iklim, pengairan, suhu, musuh alami, agens antagonis dan lain-lain dieksplorasi dan dikembangkan untuk dimanfaatkan dalam pengelolaan OPT. Pestisida yang berasal dari tumbuhan dieksplorasi untuk dimanfaatkan dalam menekan populasi OPT secara cepat.

Penggunaan pestisida, terutama pestisida kimia sintetik masih dibenarkan dalam prinsip PHT, seyogyanya penggunaannya proporsional dan bijaksana. Apabila berbagai cara pengendalian yang diterapkan tidak mampu mengatasi populasi OPT, pestisida dapat dimanfaatkan. Pada kasus-kasus tertentu, penggunaan seed treatment juga masih dilakukan. Namun penggunaan pestisida harus tetap mempertimbangkan efektivitas, efisiensi, keamanan terhadap konsumen, keamanan terhadap jasad bukan sasaran, polusi/pencemaran, dan lain-lain. Prinsip 6 tepat dalam penggunaan pestisida perlu mendapatkan perhatian. Dengan demikian prinsip pemanfaatan pestisida dengan residu minimum menjadi pertimbangan penting.

Selain pemanfaatan di lapang/ disistem budidaya, pestisida juga perlu mendapat perhatian yang besar dalam pengelolaannya. Prinsip pengelolaan pestisida secara aman, baik dalam pemilihan untuk penggunaannya, persiapan penggunaan, pasca penggunaan, pengelolaan sisa dan wadah pestisida, penyimpanan, dan lain-lain harus memenuhi kaidah-kaidah keamanan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan.

Beberapa hal terkait dengan prinsip-prinsip penerapan PHT dan pengelolaan pestisida kimia sistetik tersebut sangat terkait erat dengan tuntutan pasar, terutama pasar global saat ini. Dalam GAP/POS, hal ini mendapatkan porsi yang sangat signifikan.

Perlindungan tanaman hortikultura terus berupaya mendukung ekspor dengan upaya-upaya pemenuhan standar mutu produk dan standar teknis lain yang terkait dengan perlindungan tanaman.

2. Tuntutan Pasar Produk Hortikultura

Tuntutan pasar terhadap produk hortikultura sangat ketat. Apalagi untuk produk-produk yang dikonsumsi dalam kondisi segar (bukan hasil olahan). Sebagian dari tuntutan pasar tersebut sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan perlindungan tanaman, baik secara langsung di lapang, dalam sistem pengelolaannya dan sistem perdagangan antar negara.

Pasar produk hortikultura segar secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi pasar tradisional, pasar modern dan pasar ekspor. Pasar tradisional termasuk pasar-pasar di pinggir jalan tidak/belum menuntut standar produk yang terlalu tinggi. Namun demikian, harga yang diberikan juga belum optimal. Pasar modern, yang dicirikan dengan bentuk pasar swalayan di kota-kota besar, menuntut standar mutu yang lebih tinggi, dan memberi harga yang secara relatif tinggi pula. Namun demikian, tuntutan standar mutu yang ada, sejauh ini masih terfokus pada mutu fisik produk. Produk dengan tampilan yang baik dan menarik masih menjadi pilihan utama konsumen. Standar mutu yang terkait dengan cemaran biologi dan cemaran kimia (residu pestisida) belum mendapatkan perhatian yang memadai. Kedepan, konsumen pasti akan semakin memberi perhatian yang lebih besar terhadap residu pestisida, seiring dengan kesadaran terhadap kesehatan.

Tuntutan pasar global merupakan tuntutan yang paling ketat dan sampai dengan saat ini paling sulit dipenuhi. Standar mutu produk yang diminta negara pengimpor (konsumen) semakin tinggi dan beragam. Buah dengan tampilan fisik yang baik saja belum tentu mampu memenuhi keinginan konsumen. Selain itu, selera konsumen terhadap cita rasa produk, sangat berbeda dari konsumen negara yang satu dengan yang lainnya. Keseragaman bentuk ukuran produk juga menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Disamping itu, kesinambungan pasokan merupakan salah satu tuntutan untuk menjamin kesuksesan pemasaran di luar negeri. Persoalannya banyak produk-produk hortikultura Indonesia yang bersifat musiman.

Produk-produk hortikultura yang menunjukkan tampilan yang kurang menarik banyak yang terkait dengan OPT. Akibat serangan OPT dan atau bekas-bekas dari keberadaan populasi OPT seringkali mengakibatkan produk tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Padahal banyak diantaranya yang mungkin secara ekonomi tidak menimbulkan kerugian usahatani.

Banyak negara-negara pengimpor produk hortikultura juga mensyaratkan batas residu yang ada dalam produk. Produk-produk yang mengandung residu pestisida melebihi batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan, akan ditolak masuk negara tersebut. Saat ini semakin banyak angka BMR yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diadopsi berbagai negara importir. Tidak mustahil, angka BMR tersebut akan terus bertambah dan semakin kecil pula nilainya, seiring dengan tuntutan kesehatan yang diinginkan konsumen.

Selain tuntutan yang terkait dengan standar mutu produk yang secara langsung melibatkan praktek-praktek perlindungan tanaman, terdapat pula tuntutan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh sistem perlindungan tanaman, khususnya dalam perdagangan internasional. Tidak/belum semua negara menerapkan persyaratan ini, tetapi dengan semakin gencarnya tuntutan penghilangan hambatan tarif dalam perdagangan bebas, nampaknya persyaratan teknis karantina ini menjadi semakin populer dan penting.

Dengan demikian, beberapa hal yang sangat terkait perlindungan tanaman dalam perdagangan internasional hortikultura antara lain standar mutu fisik, cemaran biologis, sistem jaminan mutu GAP/POS dan standar yang terkait dengan sanitari dan fitosanitari (SPS) termasuk residu pestisida.

3. Sanitari dan Fitosanitari (SPS)
Perjanjian sanitari dan fitosanitari (Sanitary and Phytosanitary = SPS) merupakan perjanjian dalam kerangka perdagangan internasional, komoditi pertanian yang mengatur tentang keamanan pangan dan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Perjanjian SPS merupakan salah satu bagian dari perjanjian dalam putaran Uruguay – GATT (belakangan menjadi WTO), khususnya untuk perlindungan kesehatan manusia, hewan dan tanaman. Perjanjian SPS diadminstrasikan oleh Committee on SPS Measures, yang merupakan forum konsultasi dimana anggota-anggota WTO secara reguler bertemu mendiskusikan tentang SPS Measures, dampaknya bagi perdagangan, penerapannya dan melakukan upaya-upaya menghindari terjadinya perselisihan.

Pada dasarnya terdapat tiga lembaga internasional yang menetapkan standar-standar yang terkait dengan Perjanjian SPS, yang sering disebut sebagai “Three Sisters” (Anonim, (?)) yaitu International Plant Protection Convention (IPPC), World Orgatization for Animal Health (OIE) dan Codex Alimentarius Commission (CAC).
IPPC diberi kewenangan oleh FAO, tetapi dalam pelaksanaannya melalui kerjasama antara pemerintah anggota dan Regional Plant Protection Organisation (di Asia Pasific, ada APPPC). Lembaga ini mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan untuk mencegah menyebar dan masuknya OPT pada tumbuhan dan produk tumbuhan, mempromosikan ketentuan-ketentuan pengendalian, dengan seminimal mungkin mengganggu perdagangan (trade). IPPC mengembangkan Internasional Standard for Phytosanitary Measures (ISPMs), yang merupakan standar-standar yang harus dipenuhi apabila memperdagangkan produk-produk hortikultura. Sampai dengan edisi terbitan tahun 2005, telah terbit 24 ISPM (secara lengkap tercantum pada lampiran).

Salah satu contoh ISPM tersebut adalah ISPM nomor 6 tahun 1997 tentang Pedoman Surveilans. Dalam pedoman ini, pelaksanaan surveilans harus dilakukan sesuai standar tertentu, OPT yang ditemukan diidentifikasi sampai dengan spesies oleh ahli yang dapat dipercaya, dan hasil surveilans disimpan dalam koleksi secara benar dilengkapi keterangan antara lain nama spesies, lokasi ditemukan, waktu dan lain-lain. Koleksi ini dijadikan bahan rujukan apabila terjadi keragu-raguan dan kesalahpahaman tentang keberadaan spesies OPT di suatu wilayah. Saat ini, terdapat kecenderungan negara-negara pengimpor produk hortikultura menginginkan pest list hasil surveilans untuk menentukan diterima tidaknya produk tersebut dan atau langkah-langkah pengelolaan dan tindakan karantina yang harus dilakukan.
WOAH (OIE) dibentuk untuk menetapkan standar-standar yang terkait dengan bidang kesehatan hewan.

CAC, merupakan lembaga kerjasama antara FAO dan WHO, yang mengembangkan dan mendorong penerapan standar-standar, code of practice pedoman dan rekomendasi yang mencakup semua aspek keamanan pangan. Dalam hal ini termasuk handling dan distribusi. Mandat CAC/Codex adalah melindungi kesehatan konsumen dan memastikan perdagangan pangan yang dilakukan secara fair. Dalam kaitannya dengan perlindungan tanaman, standar yang dibuat Codex adalah Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida.

4. Langkah-Langkah Yang Telah Dan Sedang Dilakukan
Beberapa langkah telah dan sedang dilakukan dalam upaya untuk memenuhi standar-standar yang terkait dengan perlindungan tanaman untuk mendukung ekspor produk-produk hortikultura. Upaya sosialisasi, pelatihan-pelatihan teknis, penerbitan bahan cetak/informasi, bimbingan teknis, penguatan kelembagaan perlindungan tanaman dilakukan dalam upaya menekan penggunaan pestisida yang tidak proporsional, sehingga residu pestisida minimum. Pengembangan penerapan PHT melalui SLPHT dan penerapan PHT skala luas, eksplorasi dan pengembangan penerapan agensia hayati, pengembangan penggunaan pupuk kompos + agensia hayati, pengembangan kelompok tani pengguna agens hayati, penguatan laboratorium agensia hayati di berbagai daerah turut mendukung pemenuhan standar-standar mutu produk. Penyelenggaraan SLPHT dan pengembangan penerapan agens hayati akan semakin ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang.

GAP/POS merupakan salah satu andalan program pengembangan hortikultura. Dalam penerapannya, GAP/POS dan PHT dalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan salah satu persyaratan teknis petani/peserta GAP/POS adalah yang menerima pelatihan teknis dan atau SLPHT. Kedepan, semakin diprioritaskan bahwa penerapan GAP/POS adalah kelompok tani alumni SLPHT. Peran petugas perlindungan tanaman di lapang sangat penting dalam pendampingan petani dalam pelaksanaan GAP/POS.
Penyusunan pest list pada komoditas unggulan ekspor mendapatkan prioritas pelaksanaannya. Saat ini telah diselesaikan draft pest list untuk mangga di daerah-daerah sentra produksi dan spesies-spesies lalat buah di wilayah Kalimantan dan Jawa. Kedua kegiatan tersebut mendapatkan bantuan kerjasama teknis (mangga) dan teknis dengan pembiayaan (lalat buah) dari ACIAR (Australia).

Pelaksanaan surveilans, identifikasi dan pembuatan koleksi referensi juga dilakukan bekerjasama antara petugas Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, BPTPH, UGM, IPB, Barantan, BB Biogen (Litbang Deptan), BBPOPT dan ACIAR. Pada tahun 2007, diharapkan dapat diselesaikan pest list untuk manggis, durian, paprika, anggrek. Komoditas lain yang diharapkan juga dapat diselesaikan antara lain salak, pepaya, rambutan. Tahun 2008 direncanakan dapat diselesaikan untuk antara lain nenas, jahe, belimbing dan lain-lain.

Penyusunan Pest Risk Analysis = PRA (ISPM nomor 2 tahun 1995) telah dilakukan untuk mengendalikan masuknya nematoda sista kuning (Globodera rastochiensis = NSK) yang kemungkinan terbawa impor benih kentang dari Belanda dan OPT lain dari negara-negara lain.

Melalui Permentan nomor 37/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-buahan dan atau Sayuran Buah Segar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Permentan ini mengatur pemasukan buah dan sayuran buah segar, untuk mencegah masuk dan tersebarnya 31 spesies lalat buah yang belum ada di Indonesia. Pemasukan buah dan sayuran buah impor hanya diperbolehkan melalui 7 pintu pemasukan, yang mempunyai SDM dan infrastruktur karantina yang memadai, atau daerah lain yang menurut pertimbangan strategis dapat diterima.

Untuk memperkuat kemampuan Indonesia dalam memenuhi persyaratan-persyaratan SPS tersebut, terus digalang kerjasama dengan negara/lembaga donor dan Perguruan Tinggi Nasional dan Lembaga Penelitian Departemen Pertanian. Pelatihan-pelatihan teknis identifikasi spesies-spesies lalat buah, thrips, kutu putih, kutu kebul, cendawan cercosporoid, latihan-latihan pemantapan data base, latihan pemahaman tentang SPS diikuti staf Perlindungan Tanaman Hortikultura (dan Perguruan Tinggi, Barantan, BBPOPT) ke Malaysia, Thailand, Vietnam, Australia, China, selama periode 2005 – 2007. Khusus untuk pelatihan identifikasi lalat buah, telah lebih dari 30 staf yang mendapatkan pelatihan di Australia dan di dalam negeri.

Dalam upaya mengatasi lalat buah pada mangga sehingga mampu menembus pasar ekspor, tahun 2007 dimulai kerjasama dengan Jepang dalam kerangka program IJ-EPA untuk pelatihan-pelatihan dan bantuan peralatan Vapour Heat Treatment (VHT). Dengan pemanfaatan VHT, produk mangga segar dapat lolos dari persyaratan SPS yang terkait dengan keberadaan lalat buah.

IV. Tuntutan bagi SDM Perlindungan Tanaman
Dari paparan singkat dari bab-bab terdahulu, terlihat jelas bahwa perlindungan tanaman hortikultura mempunyai beberapa dimensi yang harus ditangani antara lain tanaman, OPT, iklim, lingkungan, sosial budaya, kesehatan maupun politik/administrasi perdagangan. Dimensi tanaman dan OPT sangat jelas bahwa perlindungan tanaman hortikultura menangani berbagai persoalan hubungan/interaksi antara tanaman dan OPT. Sementara dimensi iklim, terkait dengan hubungan langsung dan tidak langsung dengan situasi pertumbuhan tanaman dan populasi OPT. Dalam hal tugas fungsi kedinasan Direktorat, iklim terkait dengan dampak anomali yang terjadi, yang mengakibatkan bencana alam.

Dampak negatif terhadap lingkungan telah diketahui secara luas dalam penerapan perlindungan tanaman, terutama dampak negatif penggunaan pestisida. Selain dampak negatif kepada resistensi OPT, resurjensi, matinya organisme bukan sasaran, juga pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sisa-sisa penggunaan pestisida. Dimensi kesehatan manusia juga masih terkait dengan penggunaan pestisida, yaitu keberadaan residu pestisida pada produk-produk pertanian.

Dimensi sosial budaya masyarakat sangat terkait dengan pelaksanaan cara-cara pengendalian OPT yang dilakukan, apa dapat diterima apa tidak oleh masyarakat. Dimensi politik/administrasi perdagangan, sampai dengan saat ini terutama terfokus pada persyaratan-persyaratan perdagangan internasional produk-produk pertanian (hortikultura). Namun pada masa yang akan datang, kemungkinan besar persyaratan-persyaratan yang terkait dengan perlindungan kesehatan manusia menjadi fokus yang penting pada perdagangan hortikultura di dalam negeri, khususnya terkait dengan residu pestisida.

Dari berbagai dimensi perlindungan tanaman hortikultura tersebut, dimensi politik/administrasi perdagangan (internasional) merupakan salah satu dimensi yang cukup pelik. Sebagai salah satu instrumen pendukung perdagangan internasional, khususnya produk-produk hortikultura, perlindungan tanaman memerlukan SDM yang memahami berbagai hal, tidak saja ilmu-ilmu dasar entomologi dan fitopatologi, tetapi juga berbagai pengetahuan implementasi konsep-konsep perlindungan tanaman di tataran administrasi maupun lapangan.

Pengetahuan dan keterampilan dasar entomologi dan fitopatologi sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans, identifikasi secara benar jenis OPT, misalnya dalam penyusuanan pest list, identifikasi OPT dalam pelabuhan-pelabuhan masuk produk impor, maupun penentuan cara-cara pengelolaan yang tepat. Khususnya dalam hal koleksi referensi, pengetahuan dasar proteksi termasuk dalam pembuatan dan pemeliharaan koleksi tersebut sangat diperlukan.

Pengetahuan bioekologi OPT, termasuk distribusi geografisnya dan teknologi pengelolaannya, disamping diperlukan untuk pengelolaan di lapangan, juga sangat diperlukan misalnya dalam penyusunan Pest Risk Analysis (PRA). Bioekologi, nilai ekonomi yang diakibatkan (kerusakan yang timbul, konsekuensi biaya pengelolaan dan lain-lain), upaya-upaya pengelolaan, mitigasi dan lain-lain harus dianalisis secara akurat.

Standar-standar perdagangan internasional yang terkait dengan perlindungan tanaman hortikultura merupakan persyaratan perdagangan yang perlu dipahami secara cermat dan baik. Pemahaman terhadap standar-standar tersebut, digabungkan dengan pemahaman pengetahuan dasar maupun pemahaman penerapan perlindungan tanaman secara umum, dijadikan suatu bahan dalam merumuskan langkah-langkah operasional pemenuhan persyaratan-persyaratan tersebut. Dalam operasionalisasi, pemenuhan persyaratan perdagangan internasional, terutama yang di tingkat lapang, perlu ditambah pemahaman yang baik kondisi pengelolaan tanaman, sosial ekonomi-budaya masyarakat, pengelolaan pestisida secara aman dan benar, organisasi pemerintahan dan masyarakat/petani, penyuluhan dan lain-lain. Karena pada dasarnya, operasionalisasi di tingkat lapang menghadapi masalah yang sangat kompleks.

V. Penutup

Perlindungan tanaman mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam ikut mendukung kelancaran perdagangan internasional produk-produk hortikultura. Berbagai persyaratan produk-produk hortikultura, untuk dapat diperdagangkan secara global sangat terkait dengan perlindungan tanaman. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain mutu fisik, mutu akibat cemaran biologi, mutu oleh adanya residu pestisida, mutu yang merupakan hasil proses produksi yang baik (GAP), maupun persyaratan yang sifatnya teknis administratif. Persyaratan teknis administratif tersebut antara lain persyaratan-persyaratan standar-standar fitosanitari yang telah ditetapkan oleh konvensi internasional pelindungan tanaman (IPPC). Sedangkan persyaratan yang terkait dengan mutu oleh adanya residu pestisida telah ditetapkan angka-angka batas minimum residu (BMR) pestisida oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).

Melihat pentingnya dan strategisnya posisi perlindungan tanaman dalam perdagangan internasional hortikultura tersebut, dituntut keberadaan dan kesiapan SDM perlindungan tanaman, baik di lapangan, laboratorium maupun pada tataran kebijakan/administrasi. Pengetahuan-pengetahuan dasar proteksi, persyaratan-persyaratan perdagangan internasional, perumusan kegiatan dan operasionalisasi upaya-upaya pemenuhan persyaratan yang cukup kompleks tersebut perlu dipahami oleh para pelaku perlindungan tanaman dengan baik.


Jakarta, 10 Mei 2007



________________________________________
[1] Disampaikan pada seminar dalam rangka:”Plant Protection Show” Ikatan Mahasiswa Hama Penyakit Tumbuhan (IMHPT), Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta pada tanggal 13 Mei 2007. (Penyesuaian judul terhadap permintaan panitia: Peran Pelaku Perlindungan Tanaman terhadap Pertanian Indonesia di Pasar Internasional)

[2] Direktur Perlindungan Tanaman Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian.
Jl. AUP, Pasar Minggu Jakarta Selatan.



Bacaan

Anonim (?) Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 2005. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. 56 hal.
______ (?) The WTO Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement. SPS Cap. Build. Program. AUSAID. 18 pgs.
______ (2002) Pedoman Teknis Perjanjian Sanitasi dan Fitosanitasi Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures WTO). Barantan, Deptan. Jakarta. 55 hal.
______ (2006) Agricultural Statistics. Statistical Pocketbook of Indonesia. 2006. MOA. Cent. of . Agric. Data and Info. Jakarta. 246 pgs.
______ (2006) International Standards for Phytosanitary Measures 1 to 24 (2005 edition). FAO-UN. Roma. 291 pgs.
______ (2006) Rencana Pembangunan Pertanian 2005 – 2009. Biro Perencanaan Departemen Pertanian RI. Jakarta. 88 hal.
______ (2007) Pedoman Khusus Pelaksanaan Kegiatan Utama Pengembangan Hortikultura Tahun 2007. Ditjen Hortikultura, Jakarta.


Lampiran

International Standards For Phytosanitary Measures (ISPMs), (Anonim, 2006)

ISPM No. 1. (1993) Principles of plant quarantine as related to international trade
ISPM No. 2. (1995) Guidelines for pest risk analysis
ISPM No. 3. (2005) Guidelines for export, shipment, import and release of biological control agents and other benefecial organisms
ISPM No. 4. (1995) Requirements for the establishment of pest free areas
ISPM No. 5. (2005) Glossary of phytosanitary terms
ISPM No. 6. (1997) Guidelines for surveillance
ISPM No. 7. (1997) Export certification system
ISPM No. 8. (1998) Determination of pest status in an area
ISPM No. 9. (1998) Guidelines for pest eradication programmes
ISPM No. 10. (1999) Requirements for the establishment of pest free places of production and free pest production sites
ISPM No. 11. (2004) Pest risk analysis for quarantine pests, including analysis of environmental risks and living modified organisms
ISPM No. 12. (2001) Guidelines for phytosanitary certificates
ISPM No. 13. (2001) Guidelines for the notification of non-compliance and emergency action
ISPM No. 14. (2002) The use of integrated measures in a system approach for pest risk management
ISPM No. 15. (2002) Guidelines for regulating wood packing material in international trade
ISPM No. 16. (2002) Regulated non-quarantine pests: concept and application
ISPM No. 17. (2002) Pest reporting
ISPM No. 18. (2003) Guidelines for the use of irradiation as a phytosanitary measure
ISPM No. 19. (2003) Guidelines on lists of regulated pests
ISPM No. 20. (2004) Guidelines for a phytosanitary import regulatory system
ISPM No. 21. (2004) Pest risk analysis for regulated non-quarantine pests
ISPM No. 22. (2005) Requirements for the establishment of areas of low pest prevalence
ISPM No. 23. (2005) Guidelines for inspection
ISPM No. 24. (2005) Guidelines for the determination and recognition of equivalence of phytosanitary measures
ISPM No. 25. (2006) Consignment in transit
ISPM No. 26. (2006) Establishment of pest free areas for fruitflies (Tephritidae)
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Peran Pelaku Perlindungan Tanaman - 9756people
Info Petani -
Studi Banding Produk Perikanan dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta

Disambut dengan ramah oleh petugas Pasar Pelelangan Ikan Tsukiji

1. Pada tanggal 20 – 25 Agustus 2007 empat pejabat dari Propinsi DKI yaitu Bapak Aliman A’at SE Ketua Komisi B DPRD Propinsi DKI Jakarta, Bapak Riyadi S.Sos, M.M. Kepala UPT Pelabuhan Perikanan dan PPI, Bapak Ir. Sarjoni, M.M. Kepala Seksi Evaluasi Program, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Nugroho S.E., M.M. Kepala Seksi Penyusunan Program, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta telah melakukan kunjungan kerja ke Jepang.

2. Tujuan kunjungan ke Jepang adalah studi banding dalam rangka pengembangan pengolahan sumber daya perikanan dan kelautan di Provinsi DKI Jakarta.
3. Tempat yang telah dikunjungi adalah Pelelangan ikan Tsukiji; Japan Fish Trader Association; Pabrik Sosis Ikan Hachioji General Plant Nissui; Ishinomaki Fishing Port; Fisheries Research Center; dan Oyster Factory.

4. Pada kunjungan ke Tsukiji Market dipandu oleh Mr. Uchiyama pensiunan dari Ministry of Agriculture, Fisheries and Forestry (MAFF) yang diperbantukan di Pasar Pelelangan ikan Tsukuji. Mr. Uchiyama menyampaikan peraturan untuk pengunjung ke pasar pelelangan ikan ini harus mengenakan tanda pengenal khusus, tidak diperbolehkan memegang ikan yang dipasarkan, tidak boleh memotret menggunakan blitz, dan harus hati-hati di dalam pasar ikan karena banyak hilir mudik kendaraan pengangkut ikan.


Suasana Pelelangan ikan di Pasar Lelang Tsukiji

5. Ikan yang dipasarkan di Jepang sebagian besar melaui proses pelelangan di Tokyo, Osaka, Shizuoka, Ichinomaki dan 55 pusat penjualan yang tersebar di seluruh di Jepang.
6. Ikan yang berasal dari Luar negeri dilakukan pemeriksaan di pelabuhan pemasukan oleh Devisi Sanitasi, Departemen Kesehatan (MHLW).
7. Harga ikan di Pasar lelang Tsukiji menjadi acuan untuk harga ikan di pasar-pasar ikan yang lebih kecil.
8. Jumlah ikan yang terjual di pasar pelelangan ikan Tsukiji adalah 2.400 ton per hari, merupakan jumlah yang terbesar di dunia. Jumlahnya 80 kali yang dipasarkan di Muara Baru (30 ton) per hari. Jumlah sebanyak itu disiapkan untuk 12 juta penduduk Tokyo dan 33 juta orang yang bertempat tinggal di sekitar Tokyo.

9. Pasar Pelelangan Ikan yang dikelola oleh pemerintah pusat tidak ada, Pasar pelelangan ikan dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Sedangkan perizinannya diberikan oleh MAFF.
10. Luas tempat pelelangan ikan tuna beku 3000 m2, sedangkan untuk pelelangan tuna segar 900 m2. Pemerintah daerah tidak berorentasi untuk memperoleh keuntungan. Sewa tempat penjualan di pasar ikan 530 yen per m2 per bulan. Pengelola pasar memperoleh 0,25% dari omset per bulan penjualan ikan oleh took-toko di dalam pasar ikan.

11. Pada kunjungan ke Japan Fish Trader Association (JFTA) diterima oleh Mr. Akio Kamimura Executive Managing Director. Mr. Kamimura yang sudah berpengalaman di bidang pemasaran ikan selama 10 tahun diangkat oleh rapat anggota Asosiasi. Pada kesempatan itu beliau menjelaskan kepada delegasi RI tentang organisasi dan aktivitas JFTA.
12. JFTA mempunyai 53 anggota yang terdiri dari para pedagang besar, pengusaha hasil laut, dan Koperasi perikanan. JFTA beroperasi menggunakan dana yang berasal dari iuran para anggota.

13. Peran JFTA adalah sebagai loket atau penghubung anatara pedagang ikan dan para stake holder lainnya. Karena prinsipnya bahwa satu Asosiasi kecil peran dalam menyelesaikan suatu masalah lebih dipercaya dari pada sebuah perusahaan Besar.
14. Kegiatan JFTA adalah membuat data produk perikanan yang diimpor dan yang diekspor oleh pengusaha di Jepang dan data lain yang berhubungan dengan data perdagangan ikan. Data tersebut harus memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Jepang terlebih dahulu. Setelah itu baru dapat disebar-luaskan kepada para anggota secara cuma-cuma. Sedangkan kepada kalangan di luar anggota dikenakan biaya.

15. Selain itu JFTA membantu untuk mencari jalan keluar apabila terdapat masalah yang menimpa para anggotanya termasuk memfasilitasi pertemuan dengan Kedutaan Besar.
16. JFTA juga melakukan pemeriksaan atau penelitian yang berhubungan dengan proses sanitasi ke negara pengekspor ikan sperti Vietnam, China dan Thailand.
17. Apabila terdapat perusahaan yang akan mengimpor ikan dari memperkenalkan dan memfasilitasi dalam negosiasinya. Tetapi JFTA tidak terlibat langsung dalam perdagangan ikan ini.

18. Kesan terhadap Indonesia, Mr. Akio Kamimura menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara yang baik dalam perdagangan ikan dunia, hanya pada akhir tahun lalu (2006) dan awal tahun ini (2007) terdapat maslah residu AOZ pada udang yang diekspor ke Jepang. Harapan dari pedagnag importir di Jepang memperoleh informasi mengenai perkembangan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan para peternak udang di Indonesia. Peran dari JFTA yang penting tentang informasi pasar.

19. Jawaban dari pihak Indonesia yang disampaikan oleh , Bapak Riyadi S.Sos, M.M. Kepala UPT Pelabuhan Perikanan adalah sebagai berikut. Pemerintah Indonesia telah melakukan peningkatan metoda pengujian mutu produk perikanan dan termasuk udang. Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan pengujian yang menggunakan metoda sesuai dengan persyaratan yang diperlukan oleh negara pengimpor.
20. Kabar sementara dari Pemerintah propinsi DKI adalah hasil penangkapan ikan tuna menurun begitu pula produksi udang juga menurun.

21. Jepang siap untuk menerima berbagai macam ikan dari Indonesia termasuk ikan teri dan lain-lain yang penting memenuhi persyaratan mutu yang diminta oleh Jepang. Bukan ikan segar saja yang disantap orang Jepang, ikan yang sudah diolahpun konsumen Jepang siap untuk menikmatinya. Konsumen Jepang sudah mulai menyukai makanan ikan siap saji. Konsumsi ikan seorang Jepang setahun sebanyak 63 kg, sedangkan konsumsi penduduk Indonesia baru mencapai 36 kg.

22. Pihak Indonesia akan memperkenalkan Bandeng Presto agar bisa masuk ke Jepang.
23. Negara tidak mensubsidi kepada para pedagang ikan, tetapi apabila mereka menginginkan untuk dilakukan penelitian terhadap suatu masalah penting yang segera ditangani maka pemerintah akan memberikan bantuan anggaran penelitian tersebut.
24. Berhubungan dengan ekspor produk perikanan untuk pertama kali, Mr. Akio Kamimura menyarankan agar memberikan 4 informasi penting yaitu kemampuan penyediaan jumlah produk, mutu produk, kesinambungan produksi, dan harga yang ditawarkan.

25. Selain dari Indonesia Jepang juga mengimpor ikan dari Argentina, Chlili, Peru, Australia dan negara lainnya. Sedangkan Jepang mengekspor produk ikan ke Hongkong, Singapore, Taiwan. JFTA juga melakukan observasi kondisi pelabuhan, pabrik pengolahan ikan dsb. Jepang juga mengekspor ikan cakalang ke Indonesia sebagai bahan ikan kaleng.
26. JFTA telah menyelesaikan masalah tentang a) Ikan salmon yang mengandung garam tinggi yang berasal dari Norvegia, b) Udang yang berasal dari China, setelah sampai di lapangan ternyata berbeda. Selain masalah Sanitary and Phytosanitary juga ditangani masalah penting lain yang berhungan dengan perdagangan ikan.

27. Pada saat berkunjung ke Hachioji General Plant Nissui disambut oleh Mr. Masahiro Yoshioka General Manager dan Mr. Yamamoto. Beliau menjelaskan tentang sejarah pendirian Pabrik tersebut sampai dengan inovasi teknologi terbaru yang dikembangkan oleh Nissui dalam memproduksi makanan olahan yang berasal dari ikan.

28. Pabrik di dirikan pada tahun 1962, kemudian dilakukan pembangunan tambahan pada tahun 1981 dan terakhir dilakukan pengembangan pada tahun 2006. Hachioji dipilih sebagai lokasi pabrik karena tempatnya yang strategis dalam transportasi menuju ke kota-kota besar yang berpenduduk padat. Untuk memenuhi persyaratan lingkungan, pabrik telah mengembangkan teknologi sehingga tidak mencemari lingkungan baik suara, bau enak, sampah dan jumlah pegawai yang banyak.

29. Luas pabrik 69.263 m2 dengan jumlah pegawai tetap 400 orang, kalau ditambah jumlah pegawai tidak tetap menjadi 1.200 orang. Pabrik ini mempunyai 4 cabang di Kyoto, Nagoya, Hyogo dan Miyagi.
30. Produk yang dihasilkan oleh pabrik ini adalah Sosis ikan, Chikua, Kepiting buatan, bakso ikan, dan pilaf (nasi goreng) serta pasta ikan sebagai bahan baku pembuatan makanan olahan. Permintaan produk tersebut akhir-akhir ini mengalami peningkatan seiring dengan kecenderungan penduduk di beberapa negara di dunia cenderung menyukai makanan yang berasal dari ikan dengan alasan untuk menjaga kesehatan. Produk andalan yang terbaru pabrik ini adalah Onigiri (Rice ball) bakar dalam bentuk beku, diakui menempati urutan nomor satu di Jepang.

31. Pabrik ini dalam inovasi mutu produknya, telah mengembangkan bahan olahan tanpa tambahan putih telur ayam. Putih telur ayam telah diketahui sebagai salah satu bahan yang digunakan untuk mengenyalkan produk ikan akan tetapi putih telur dapat menimbulkan alergi pada orang-orang tertentu. Maka dari itu pabrik ini telah mengembangkan teknologi terbaru sehingga untuk kekenyalan produk tidak perlu menggunakan putih telur lagi.

32. Teknologi terbaru yang telah dikembangkan adalah kemasan sosis ikan tanpa tali kawat pada kedua ujungnya sehingga efiseien dalam proses produksi sosis di pabrik maupun dalam pembukaan kemasan sosis oleh konsumen. Contoh dapat dilihat seperti gambar di bawah.


33. Pabrik ini selain mempunyai peralatan produksi yang canggih juga difasilitasi dengan Pusat Penelitian Bahan Makanan dengan bahan baku ikan se Jepang. Penelitian ditujukan pada Pengembangan mutu dan keamanan produk .

34. Dalam Standard ISO, pabrik ini telah mengantongi akreditasi ISO 9001 pada tahun 1999 dan ISO 14001 sejak tahun 2004.
35. Nissui mempunyai beberapa pabrik diluar negeri, Starfish di Thailand, Kantag di Australia dan Unisea di Alaska. Beberapa pabrik tersebut selain untuk produksi juga sebagai tempat latihan para pegawai Nissui dalam kesungguhan dan dedikasi kerja mereka di perusahaan pengolahan ikan. Nissui juga mempunyai kapal yang berada di Luar negeri, Yamamoto di Amerika Latin; A. Pollack di Amerika Utara; Alaska Ocean; Ocean Phonix; dan NBW (Eropa Utara)

36. Untuk memperoleh bahan prdoduksinya, Pabrik Nissui juga mengimpor pasta ikan (Surimi) dan Filet dari China dan Thailand.
37. Pada Kunjungan ke Pelabuhan Ikan Ishinomaki disambut dan dipandu oleh Mr. Tsunobu Kunio Kepala Pelabuhan Ishinomaki.
38. Pelabuhan ikan Ishinomaki merupakan pelabuhan nomor 3 terbesar di Jepang. Luas tempat Pelelangannya 625 X 30 m2. Dari 200 jenis ikan dan hasil laut yang dapat ditangkap, ikan yang menjadi andalan yang diturunkan dari kapal di pelabuhan ini yaitu Tuna dan Cakalang.

39. Hasil tangkapan ikan per hari berkisar antara 150 ton samapai dengan 3000 ton. Rata-rata tangkapan selama satu trahun sekitar 400 ton per hari.
40. Pada tempat pelelangan ikan ini telah dilengkapi peralatan baru untuk pembuatan es dimana bahan bakunya berasal dari air laut. Air laut tersebut disuling terlebih dahulu.
41. Ikan tuna Ishinomaki sebagian diekspor ke Thailand sebagai bahan makanan kaleng untuk manusia maupun binatang. Pada saat ini banyak kapal yang istirahat, sedangkan mulai bulan September kapal-kapal trawl mulai aktif kembali untuk menangkap ikan tuna.

42. Ikan yang terlihat pada saat pelelangan adalah Sea Peanaple (Koya), Anago (belut laut), dan Unagi.
43. Kunjungan ke Pabrik Kamaboko Ishinomaki diterima dan dipandu oleh Presiden Direktur Pabrik tersebut
44. Di pabrik ini dipresentasikan proses pembuatan kamaboko dan dilanjutkan dengan peninjauan proses pembuatan di pabrik kamaboko.
45. Pabrik ini memproduksi 30 ribu buah kamaboko per hari. Untuk menjaga mutu Kamaboko tetap terbaik, perusahaan melakukan penelitian terus menerus tentang rasa, kekenyalan, kebersihan, peredaran udara dsb.

46. Produk yang didinginkan perlakuannya dipanggang atau dikukus atau dibungkus dengan kain yang mengikat air. Kalau digoreng perlu diperhatikan waktu penggorengannya jangan terlalu lama.
47. Penangkapan ikan menggunakan trawl diperuntukan laut dalam. Ikan merah atau kikiji.
48. Sebanyak 90% bahan baku diimpor dari luar negeri. Balida dari USA, sedangkan ikan kakap dari Thailand.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Studi Banding Produk Perikanan dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta - 9756people
Info Petani -
Sekolah Pertanian Pembangunan di Indonesia
NAMA DAN ALAMAT SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN (SPP) SELURUH INDONESIA

No. /Nama SPP /Alamat Provinsi /No. Telp.

1.N. Saree Aceh (Nanggroe) Jl. Banda Aceh Medan Km.69 Saree, Aceh Besar Nanggroe Aceh 0651 48289
2.N. Kutacane Jl. Kutacane-Blangkejeran Km.10 Simpang Tanjung Darussalam 0629 21085
Kec. Badar Agara Kutacane
3.N. Bireun Jl. Bireun - Takengong Km. 10 Teupun Mane Aceh Utara
4.N. Asahan Komplek SPPN Asahan Rawang Pasar IV. Kec. Meranti Sumatera Utara 0623 44814
Kisaran, Kab. Asahan
5.N. Tapanuli Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan No.58 Kel. Padang Matinggi 0634 24337
Padang Sidempuan 22727
6.N. Gunting Saga, Lab.Batu Jl. Lintas Sumatera, Medan Rantau Prapat Ds. Gunting Saga 0624 24537, 21862
Kec. Kualuh Selatan, Kab. Labuhan Batu
7.N. Tapanuli Utara Komplek SPPN Tapanuli Utara
Jl. KS. Tubun No.5, Soposuring - Balige 0632 21019
8.Muh. Tanjung Anom
9.Putra Jaya Stabat
10.N. Pekanbaru (Riau) Komplek SPMA Marpoyan Riau 07611 674172
Jl. Kaharuddin Nasution Km.10, Desa Maharatu
Kec. Marpoyan Damai
11.N. Jambi Komplek SPP - SPMAN Jambi Jambi 0743 21865
Jl. Jambi - Muara Bulian, Desa Jembatan Mas,
Kec. Pemayung, Kab. Batang Hari
12.N. Kerinci Jl. Casiavera KP.19. Sanggaran Agung, Danau Kerinci
13.N. Merangin Jl. Syeh Maulana Qori Titian Teras PO.Box. 17 Bangko
Merangin - Jambi 0744 322494
14.N. Bengkulu Jl. Raya Kelobak, Kepahiyang no.1 Desa Pelangkiang, Bengkulu 0732 391413
Kec. Kepahiang, Kab. Kepahiyang, Bengkulu
15.N. Padang Jl. KH. A. Dahlan 10, KP.36 Padang Sumbar 0751 7051509, 442321
Desa Alai Parak Kopi, Kec. Padang Utara
16.N. Padang Mengatas Komplek SPPN Pd.Mengatas
Jl. Padang Mengatas Payakumbuh KP 102 Desa Mungo 0752 759406
Kec. Limapuluh Kota 26261
17.N. Sembawa Komplek SPP Negeri Sembawa Sumsel
Jl. Palembang Sekayu KM.29 Desa Lalang Sembawa
Kec. Banyuasin III, Kab. Banyuasin 0711 365553, 7083526
18.N. Musi Rawas (L. Linggau) Jl. Yos Sudarso Km.7 Toba Pingin, Lubuk Linggau
19.N. Lampung Jl. Hajimena KP.42, Bandar Lampung Lampung 0721 702062, 707201
20.N. Serang Jl. Raya Cilegon Km.4, Po.Box 105 Ds. Dragong Banten 0254 212228
Kec. Taktakan, Serang Banten
21.N. Ciganjur Jl. Aselih No. 100 Ciganjur, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta 12630 DKI Jakarta 021 7270419
22.N. Tanjungsari Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.29 Ds. Gunung Manik Jawa Barat 022 7911050
Kec. Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat Fax 7914284
23.N. Gegerkalong Jl. Raya Tangkuban Perahu Km.3 Desa Cibogo, Cilumber 022 2789348
Lembang Bandung Po. Box 84465 Bandung
24.N. Tasikmalaya Jl. Mulyasari no.07 Kel. Mulyasari, Kec. Tamansari 0625 331411
Tasikmalaya
25.N. Sukabumi Jl. Raya Cimahpar, Sukaraja Sukabumi 43192 0266 217697
26.N. Sumedang Jl. Margamukti Ds. Licin, Kec. Cimalaka Sumedang 45353 0261 203144
27.N. Kuningan -
28.N. Subang -
29.N. Karawang Jl. Suroto Kunto, Rawa Gabus, Karawang 0267 401901
30.N. Cianjur Jl. Raya Cibeber Km.5, KP.134 Ds. Sirnagalih Kec. Cilaku 0263 265004, 269277
31.N. Ciamis Jl. Kawali Km.7, Dusun Cijoho, Desa Muktisari, Kec. Cipaku 0265 775348
Ciamis 46252
32.N. Garut Jl. Raya Cimanuk No.285, Ds. Pataruman, Kec. Tarogong 0262 231672
Kidul, Kab. Garut
33.Cikole Lembang Jl. Raya Tangkuban Perahu Km.22 Cikole, Lembang 022 2788498
Bandung
34.N. Ungaran (H. Moenadi) Jl. Gatot Subroto, Komplek Pertanian Tarubudaya Jawa Tengah 024 6921010, 6921060
Semarang
35.Yos Sudarso Cilacap Jl. Ronggoseno 596 Sidareja, Cilacap 53261, KP.211 0280 523858
36.Muh. Magelang Jl. Mayjend Bambang Sugeng Km.5 Kel. Sumberrejo 0293 326094, 493522
Kec. Mertoyudan, Magelang
37.Kanisius Ambarawa Jl. MGR A. Sugiapranata SJNo.56B Ds. Kaliputih 0293 594881
Ambarawa Kab. Semarang 50614
38.Pop Bayo Bantul Jl. Wahid Hasyim Gosse, Bantul, Yogyakarta DI Yogyakarta 0274 367374
39.N. Banjarbaru Jl. Putri Junjung Buih No.15 Banjarbaru 70711 Kalsel 0511 4772317
40.N. Pelaihari Jl. A.Yani Km.5 Pelaihari 0512 21079, 23586
41.N. Paringin Jl. A. Yani Km.2 No.50 Ds. Haur Batu, Kec. Paringin 0526 22792, 28066
Kab. Balangan 71462
42.N. Buntok Jl. Buntok-Ampah Km.14 Sababilah, Ds. Sababilah, Kalteng 0525 22458, F. 21500
Kec. Dusun Selatan, Kab. Barito Selatan 73712
43.N. Sampit Jl. HM. Arsyad Km.0,5 Sampit 74322 0531 21502
44.N. Pangkalan BUN Jl. Jenderal Sudirman No.13A Kel.Sidorejo, Pangkalan BUN 0532 21978
45.N. Samarinda Jl. Toyib Hadiwijaya, Ds.Semapaja Kec. Samarinda Utara Kaltim 0541 251021, 250014
Samarinda KP. 1077-75119
46.N. Malinau Jl. Ladang Malinau Seberang Kc. Malinau Utara, Kab. Malinau
47.N. Singkawang Jl. Sagatani Km.7,8 Ds. Sijangkung Kalbar 0562 637112
Komplek Kampus SPP Singkawang, Kalbar 79151
48.N. Karya Sekadau Jl. Rawak K,2 Sekadau Hilir 78582, Ds. Sungai Ringin 0564 41390
Kec. Sekadau Hilir Sanggau
49.N. Mandau Putra Jl. KS Tubun KP.132. Ds. Sukaharja, Kec. Delta Pawan
Kab. Ketapang
50.N. Uncak Kapuas Jl. Lintas Timur Km.1,2 Kel. Kedamin, Kec. Kedamin
Kab. Kapus Hulu
51.N. Tumbang Lahang Jl. Jakuluk, Ds. Tumbang Lahang, Kec. Katingan Tengah 0542 593508
Kab. Katingan
52.N. Kediri Jl. Pare Wates, Desa Sumbeagung, Kec.Ploso Jawa Timur 0354 352619
Klaten, Kediri
53.N. Bondowoso Jl. Gunung Purnama Po.Box.27 Ds.Tanggulangin 0332 422078, 421153
Kec. Tegalampel, Bondowoso
54.N. Nganjuk Jl. Solo Ds. Selorejo, Kec. Bagor, Nganjuk 64461 0355 325853
55.N. Tulungagung Jl. Raya Tulungagung Boyolangu Km.5 Kab.Tulungagung 66271 0355 325853
56.Muh. Batu Jl. Welirang 17, Batu Malang Ds. Sisir, Kec. Batu 0341 595459
57.Muh. Modo Lamongan Jl. Lap. Olahraga-Ds. Mojorejo, Kec. Modo, Lamongan 62275
58.Wiyata Bakti Sengkaling Jl. Manggar No.24B, Mulyo Agung Belakang KUD DAU 0341 460647
Sengkaling, Malang
59.N. Mataram Jl. Langko No.4, Mataram NTB 0370 32574
60.N. Bima Jl. Datuk
61.N. Sumbawa Besar Jl. Garuda, Sumbawa Besar
62.N. Kupang Jl. Timor Raya Km.39 Lilis, Ds. Canplong I, Kec. Fatuleu NTT 0380 833176, F.822262
Kupang Timur
63.Isidorus Boawae Jl. Boawae-Soa, Ds. Natanage, Kec. Boawae Kab. Ngada 0384 21235
64.N. Lembata Desa Lewaleba Utara, Kec. Nubatukan Kab. Lembata 081339464007
Flores Timur
65.N. Manggarai Ruteng-Borong Km.14 Mano, Kel. Mandosawu
Kec. Poco Rnngka, Kab, Manggarai
66.Lindiwatu Lewa Jl. R. Suprapto 23, Kantor Sinode GKS Waingapu 87111 0387 61342
67.N. Rappang Jl. Puncak KP.1 Mario Kab. Sidrap, Rappang Sulsel !
68.N. Polman Jl. Rea Timur, Amessangeng, Polman Sulawesi Barat
69.N. Luwu Palopo Jl. Poros Palopo-Masamba Km.14 Karetan, Kab. Luwu
Palopo 91951
70.N. Kalasey Jl. Manado, Tanawangko KP.1318, Kom. Pertanian Kalasey Sulut 0431 826173
71.GMIM Tomohon Komplek Pendidikan GMIM, Kaaten KP.12 Tomohon 95362 0431 351091, 351036
354464, F.351161
72.N. Panca Marga Kotamobagu Jl. Gatot Subroto No.410 Kel.Mangkonai Kec. Kotamobagu
Kab. Bolaang Mongondow
73.N. Kosgoro Luwuk Jl. WR. Supratman 27 Luwuk Banggai Sulteng
74.St. Paulus Makale Komplek SPP St. Paulus Makale KP.103 Makale 91811 Sulawesi Selatan 0423 24156
Tana Roraja
75.N. Palu Jl. Emi Saelan No.43 Kec. Palu Timur, Kab. Kota Palu 0451 481896
76.N. Wawotobi Jl. Poros Kendari-Kolaka Km.66-67, Ds. Laosabila, 0408 21020, F.21300
Kab. Konawe Kec. Wawotobi KP 93461
77.N. Passo Ambon Jl. W. Monginsidi KP.207 Kom. SPP Prov. Mauluku, Ambon Maluku 0911 61004
78.N. Manokwari Jl. SPMA KP.143 Manokwari Barat Papua 0986 211993. 2133223
79.N. Jayapura Jl. SPMA Kampung Harapan Ds. Nolokla Sentani Timur 0967 595015
80.Restu Taruna Harapan Jl. Thamrin 9, Wamena, Irian Jaya 0969 33124

Kembali ke hal. derpan
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Sekolah Pertanian Pembangunan di Indonesia - 9756people
Info Petani -
Kunjungan kerja Bupati Purbalingga

Bupati Purbalingga Drs. H. Triyono Budi Sasongko (kiri) bersama Ibu singgah di KBRI Tokyo ketika melakukan studi banding pengelolaan lingkungan hidup di Jepang.

Di Purbalingga terdapat 7 investor Asing yang menanamkan modalnya yang telah mendorong laju perekonomian di Purbalingga. Pada kesempatan itu Bapak Bupati menyampaikan potensi pertanian di daerahnya dan menyerahkan Buku Potensi Kabupaten Purbalingga kepada Atase Pertanian KBRI Tokyo sebagai bahan untuk promosi pertanian Kabupaten Purbalingga.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Kunjungan kerja Bupati Purbalingga - 9756people
Info Petani -
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
5 Info Petani © 2012 Design Themes By Blog Davit