728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
G-8 Environment Ministers Meeting di Kobe 24-26 Mei 2008
G-8 Environment Ministers Meeting telah diselenggarakan di Kobe dari tanggal 24 sampai dengan 26 Mei 2008. Pertemuan ini diketuai oleh Dr. Ichiro Kamoshita, Minister of Environment, Jepang, dengan dihadiri oleh segenap perwakilan negara anggota G-8 dan Outreach berjumlah total 18 negara, termasuk Indonesia. Pertemuan ini dihadiri pula oleh perwakilan lembaga-lembaga regional/internasional antara lain Global Environment Facility (GEF), GLOBE, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), United Nation Environment Programme (UNEP), World Bank, Secretariat of Basel Convention dan Secretariat of UNFCCC.

Menteri Lingkungan Hidup Jepang Dr. Ichiro Kamoshita selaku pimpinan sidang pada pembukaan menyampaikan bahwa masalah lingkungan yang dihadapi oleh komunitas internasional saat ini telah mendorong setiap negara untuk lebih meningkatkan upayanya pada setiap level baik nasional, regional maupun global, serta menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam pelaksanaannya. Masalah lingkungan juga merupakan salah satu tema utama yang akan dibahas dalam Pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan G-8 di Toyako, Hokkaido, yang dijadwalkan pada tanggal tanggal 7-9 Juli 2008. Karenanya, hasil pertemuan tingkat menteri di Kobe ini akan menjadi bahan masukan untuk Pertemuan tingkat Kepala Negara/Pemerintahan G-8 di Toyako, Hokkaido tersebut.

Tiga tema utama yang dibahas dalam pertemuan adalah climate change , biodiversity dan Reduce, Reuse & Recycle (3Rs).

Hasil-hasil pembahasan pertemuan G-8 dan Outreach countries antara lain:

1. Climate Change
a. Pentingnya transisi ke low carbon societies guna mencapai tujuan jangka panjang menuju realisasi tujuan akhir UNFCCC. Dalam hal ini, negara-negara maju harus berada di lini depan dalam upaya mengurangi reduksi emisi global hingga separuh pada tahun 2050. Guna mencapai low carbon societies, seluruh negara perlu melakukan inovasi dalam gaya hidup, pola konsumsi dan produksi, serta infrastruktur sosial, disamping inovasi teknologi;
b. Upaya kerjasama antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, antara lain meliputi alih teknologi, dukungan finansial dan pengembangan kapasitas guna meningkatkan aktivitas mitigasi dan adaptasi di negara-negara berkembang. Dalam hal mitigasi, diakui perlunya penggunaan carbon markets dan public-private partnership (PPP), serta mekanisme pendanaan yang mendukung;
c. Dalam hal negosiasi kerangka pasca 2012, diakui pentingnya menyelesaikan proses negosiasi sejalan dengan Bali Action Plan selambat-lambatnya Desember 2009. Dalam hal penetapan mid-term target yang efektif, diperlukan komitmen dan langkah nyata oleh negara-negara maju, serta langkah nyata oleh negara-negara berkembang. Dalam hal ini, masih terdapat negara-negara yang memperlihatkan keenganannya untuk memberikan komitmennya secara jelas dan pasti, contohnya AS. Sebaliknya, negara-negara Eropa terutama Jerman memperlihatkan kesan kesiapannya;
d. Terdapat dukungan luas untuk menindaklanjuti hasil pertemuan ini yang dikenal sebagai “Kobe Initiative”, antara lain pengembangan jaringan internasional dalam low carbon societies, analisa potensi bottom-up sectoral mitigation, peningkatan co-benefit dalam kebijakan terkait, dan dukungan pengembangan kapasitas bagi negara-negara berkembang untuk penemuan-untuk dan pengumpulan data berdasarkan measurablity, reportability, and verifiability.

2. Biodiversity
a. Pentingnya langkah-langkah peningkatan biodiversity lebih lanjut, termasuk pengembangan dan implementasi Rencana Aksi dan Strategi Biodiversity Nasional guna mencapai target biodiversity 2010;
b. Perlunya pelaksanaan pendekatan ilmiah dalam aktivitas riset biodiversity, termasuk proses monitoring, penilaian (assesment), dan penyediaan informasi;
c. Dalam hal pemanfaatan biodiversity secara berkelanjutan, diakui pentingnya merealisasikan konservasi biodiversity dan pengelolaan sumber alam secara berkelanjutan di alam sekunder seperti Satoyama di Jepang, termasuk lahan pertanian dan ekosistem di sekitarnya;
d. Pentingnya menanggulangi masalah illegal logging yang dipandang membawa kerugian besar terhadap biodiversity dan emisi tinggi gas rumah kaca. Dalam kaitan ini, diakui pula perlunya tindakan efektif baik dari negara pengimpor maupun pengekspor untuk tidak memasukkan illegal logged timber dari/ke pasar internasional;
e. Penekanan perlunya peningkatan keterlibatan seluruh aktor sosial termasuk aktor sektor swasta dalam memfasilitasi konservasi dan pemanfaatan biodiversity secara berkelanjutan;
f. Penekanan bahwa climate change mempunyai dampak besar terhadap biodiversity, bahkan kehidupan manusia. Karenanya, perlu perhatian terhadap keterkaitan climate change dan biodiversity;
g. Terdapat kesepakatan atas “Kobe Call for Action for Biodiversity” termasuk Satoyama Initiative yang diusulkan Jepang, guna upaya lebih lanjut mengatasi tantangan dalam hal biodiversity.

3. 3Rs
a. Diakui perlunya peningkatan langkah-langkah 3Rs dan resource productivity guna mencapai pembangunan secara berkelanjutan di negara-negara G-8 dan yang lainnya. Selain penanganan sampah secara tepat dan proses recycle (daur ulang), prioritas utama juga diletakkan pada reduksi sampah. Salah satu upaya misalnya mengurangi penggunaan disposable plastic bags. Negara-negara G-8 dan non G-8 mengakui keterkaitan kuat antara peningkatan pengelolaan sampah secara tepat dan 3Rs, dengan upaya reduksi emisi gas rumah kaca;
b. Dalam upaya pengembangan kapasitas guna mencapai pengelolaan sampah secara tepat di negara-negara berkembang, diakui perlunya kerjasama lebih lanjut antara 3R Initiative dan Basel Convention;
c. Diakui pula pentingnya dukungan teknik dan finansial mencapai pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan 3Rs di negara-negara berkembang;
d. Terdapat kesepakatan terhadap Kobe 3R Action Plan dan melaporkan perkembangannya di tahun 2011. Jepang telah meluncurkan “New Action Plan towards a Global Zero Waste Society”, yang diharapkan dapat mendorong kerjasama internasional lebih lanjut berdasarkan spirit Kobe 3R Action Plan.

Secara umum, pertemuan berjalan dengan lancar dan efektif. Seluruh delegasi, baik G-8 maupun Outreach countries, termasuk Indonesia, mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya terhadap ketiga isu yang dibahas, yaitu biodiversity, 3Rs dan climate change. Satu hal yang menarik terjadi di persidangan adalah terdapatnya perubahan format pertemuan atas kesepakatan bersama G-8 dan Outreach countries. Awalnya pertemuan senantiasa menggunakan format dimana negara anggota G-8 yang mendapat kesempatan memberikan pandangan mereka, diikuti dengan Outreach countries, dan lembaga-lembaga regional/internasional terkait. Namun, hal ini kemudian berubah dan kesempatan berbicara diberikan kepada partisipan siapa saja, tanpa memperhatikan urutan sebagaimana sebelumnya. Hal ini di sisi lain juga memperlihatkan kesan bahwa masalah lingkungan sudah sedemikian mendesaknya sehingga pembahasan dan proses negosiasi harus cepat dilakukan dan kesempatan menyampaikan pendapat saat ini terbuka bagi siapa saja atau negara mana saja yang memberikan perhatiannya terhadap masalah lingkungan.

Terdapatnya beberapa hal yang menjadi pending issues, utamanya persoalan sharing burden and balanced responsibility dalam upaya reduksi emisi gas rumah kaca, serta kepastian negara-negara maju untuk menetapkan mid-term target reduksi emisi masing-masing. Hal ini antara lain juga menyiratkan bahwa masih terdapat perbedaan pandangan/posisi antar negara-negara maju yang tergabung dalam G-8 dan Outreach countries, termasuk Indonesia. Dari pembahasan, terkesan bahwa di satu sisi, beberapa negara maju seperti Jerman dan Perancis, memperlihatkan kesiapannya dalam upaya pencapaian/realisasi target reduksi emisi dalam jangka panjang maupun jangka menengah. Namun di sisi lain, AS masih memperlihatkan keenganannya untuk memberikan komitmen utamanya dalam hal penentuan mid-term target reduksi emisi.

Jepang sebagai tuan rumah sekaligus pimpinan sidang nampaknya berusaha mengambil peran termasuk dengan meluncurkan Kobe Initiative. Akan tetapi posisi Jepang terlihat lebih di tengah dan “kurang” berhasil mendorong negara maju lainnya, khususnya AS, dalam hal penentuan mid-term target reduksi emisi. Sebaliknya, posisi Outreach countries yang dimotori oleh Afrika Selatan, China, Brazil dan India serta Indonesia, berusaha keras mendorong negara-negara maju agar menunjukkan komitmennya dalam upaya realisasi target reduksi emisi. Hasil pertemuan di Kobe, termasuk pending issues ini, kiranya akan disampaikan dan dibahas dalam G-8 Summit di Hokkaido, bulan Juli 2008 mendatang.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: G-8 Environment Ministers Meeting di Kobe 24-26 Mei 2008 - 9756people
Info Petani -
Seminar Coalition for Africa Rice Development
– Toward a Green Revolution in Africa -

1. Seminar Coalition for Africa Rice Development Toward a green revolution in Africa diselenggarakan tanggal 29 Mei 2008 Pasifico Yokohama, Yokohama. Penyelenggara utamanya adalah NEPAD, AGRA, FASID dan JICA dan disponsori oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF). Seminar ini merupakan bagian dari Forth Tokyo International Conference on African Development (TICAD IV).

2. Dengan latar belakang isu kekurangan bahan makanan dan kenaikan harga makanan di dunia seminar diselenggarakan dengan tujuan: a) Menetapkan pentingnya perbaikan produktivitas pertanian menuju pengembangan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan penurunan kemiskinan di Afrika; b) Mempertimbangkan kemungkinan sebuah revolusi hijau padi dan pengembangan pedesaan, terutama melalui peningkatan produksi padi secara cepat.

3. Agendanya meliputi : Opening Remarks, Key Note Speech, “Launching of : Coalition for African Rice Development”, Messages from Vietnam, Togo, World Bank, UNDP, AfDB and IRRI/WARDA; Panel Discussion: Toward a rice Green Revolution in Africa.

4. ”Coalition for African Rice Development” (CARD) merupakan insiatif strategi dalam rangka membantu usaha-usaha negara Afrika meningkatkan produksi berasnya, dan juga berperan sebagai kelompok konsultasi donor bilateral maupun multilateral. CARD juga menjadi wadah organisasi regional dan internasional bekerja sama dengan negara Afrika penghasil beras. Anggotanya pada saat ini adalah AGRA, NEPAD, FARA, WARDA, IRRI, JIRCAS dan JICA. Sasaran CARD adalah meningkatkan produksi beras dua kali lipat di Sub-Sahara Africa dalam waktu sepuluh tahun, dari 14 juta ton per tahun menjadi 28 juta ton per tahun.

5. Mr. Masatoshi Wakabayashi Menteri Pertanian Jepang dalam sambutan tertulisnya menyebutkan MAFF Jepang juga akan aktif berpartisipasi dalam “Coalition for African Rice Development”. Jepang akan membantu sebaik-baiknya dalam peningkatan keahlian, ketrampilan dan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran berupa peningkatan produksi padi menjadi dua kali lipat di Afrika selama 10 tahun ini. Pendekatan konkrit dalam usaha peningkatan produksi beras, sangat penting mengimplementasikan penelitian dan pengembangan bidang pembibitan padi termasuk varietas NERICA, desiminasi teknologi penanaman padi, peningkatan fasilitas irigasi dan pengembangan sumber daya manusia.

6. Mr. Kenzo Oshima, Senior Vice President, JICA dalam presentasinya menyampaikan tujuan seminar ini adalah untuk Launching inisiatif multi-stake holder bidang pertanian di Afrika yang dinamakan “Coalition for African Rice Development” disingkat CARD. Organisasi yang berperan dalam launching ini adalah Alliance for a Green Revolution (AGRA) yang diwakili oleh Dr. Namanga Ngongi dan Forum for Agricultural Research in Africa (FARA) diwakili oleh Dr. Mothly Jones. Tiga hal yang perlu diperhatikan CARD dalam menjalankan tugasnya adalah: a) Peningkatan produksi padi yang menyebabkan kenaikan keuntungan para petani padi sehingga dapat mengantarkan ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan petani; b) CARD ini harus respek terhadap prinsip kepemilikan dan kepemimpinan Afrika; c) Inisiatif pembangunan pedesaan dan peningkatan taraf hidup petani. Jepang sendiri akan meningkatkan bantuannya melalui ODA ke Afrika, direncanakan jumlahnya menjadi dua kali lipat dalam 5 tahun mendatang sampai dengan 2012.

7. Duta Besar Ambassador O. Wiloughby, Acting CEO, NEPAD Secretariat pada Key Note Speech menekankan : a) Pemimpin Afrika telah sepakat bekerjasama melalui NEFAD untuk melihat visi CAADP terealisir; b) NEFAD sebagai salah satu program African Union, akan meneruskan bekerja lebih dekat dengan AUC yang saling menguntungkan dalam implementasi CAADP; c) Pemerintah Jepang diundang untuk bergabung dengan NEPAD dan AUC dalam implentasi dan intervensi nyata yang telah diidentifikasi pada level negara maupun komunitas regional; d) Empat hal yang harus dipertimbangkan adalah: program produktivitas pertanian; program fasilitasi perdagangan produk pertanian; program tatalaksana pencegahan bencana alam; dan pendanaan sektor pertanian.

8. Prof. Kojiro Otsuka dari FASID pada Key Note Speech yang berjudul Fundamental Strategy for African Agricultural Development menyimpulkan : a) Panen padi di Afrika dengan hasil dua kali lipat dapat dicapai dengan cara peningkatan produktivitas padi 50% dan peningkatan area panen padi 33% (1,5x1.33 = 2.0); b) Dengan keberhasilan penanaman padi dapat menjadi model Green Revolution untuk tanaman lain.

9. Pesan tertulis dari Mr. Bui Ba Bong, Vice Minister of Agriculture and Rural Development Vietnam menyebutkan Vietnam 20 tahun yang lalu masih sebagai Negara pengimpor beras, tetapi sejak 1989 Vietnam telah menjadi Negara pengekspor beras kedua di dunia dengan volume ekspor 4 – 4,5 jutan ton beras setiap tahun. Vietnam telah memperoleh bantuan internasional untuk pengembangan pertanian termasuk sektor beras. Pada saat ini lebih dari 80% sawah padi dapat irigasi yang cukup dan petani dapat menanam padi 2 kali setahun bahkan bisa 3 kali setahun. Rata-rata produksinya sekitar 5 ton per ha dan dibeberapa tempat pada musim kering bisa mencapai 8 ton beras per ha. Melalui land reform dan pengembangan teknologi pertanian Vietnam telah dapat mencukupi kebutuhan beras dalam negeri dan telah dapat mengekspor ke beberapa Negara di Asia dan Afrika. Vietnam akan meningkatkan kerjasama teknik dalam peningkatan produksi beras dengan negara-negara Afrika. Dr. Karen Brooks, Sector Manager dari World Bank menyampaikan perlu digalakannya kerjasama selatan-selatan dan World Bank siap membantu projek-projek pertanian terutama untuk perluasan area tanaman padi. Mr. Kossi Messan Ewovor Pimpinan WARDA mengutarakan bahwa dua puluh satu anggota West Africa Rice Development Association (WARDA) dan 15 pusat Kelompok Konsultasi pada Penelitian Pertanian Internasional secara resmi ditetapkan menjadi ”Coalition for African Rice Development"(CARD).

10. Diskusi Panel dengan Judul “Toward a rice Green Revolution in Africa” yang dimoderatori Prof. Kejiro Otsuka, FASID menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a) World Bank akan membantu projek berhubungan dengan Teknologi pertanian untuk peningkatan produksi pangan, World Bank akan membantu pembangunan infrasturktur irigasi, pembiayaan penelitian bidang pertanian, dan bantuan peningkatan pembangunan agribisnis; b) FARA mengemukakan perlu dibangun struktur penelitian bidang pertanian di Afrika dengan cara pengembangan African Rice Research Center; Peningkatan taraf hidup para petani; CARD dipacu untuk meningkatkan produksi tanaman pangan; c) IRRI/WARDA mendorong program implementasi tekonologi bercocok tanam dalam rangka peningkatan produksi padi dengan dititikberatkan pada peningkatan kwalitas bibit, perbaikan varietas, tatalaksana pertanahan, praktek agronomi, tatalaksana pengairan, dan penanganan pasca panen; Perkiraan biaya untuk capacity buliding sekitar 22,8 juta US dolar selama 5 tahun; d) AGRA mengungkapkan perlunya usaha mengantisipasi tantangan biodiversity; rencana Program for Africa’s Seed System (PASS) dengan dana 10 juta US dolar; serta Soil Health Initiative dengan dana 180 juta US dollar.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Seminar Coalition for Africa Rice Development - 9756people
Info Petani -
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
5 Info Petani © 2012 Design Themes By Blog Davit