728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
PENGOBATAN TRADISIONAL
Pengobatan tradisional Tionghoa adalah praktek pengobatan tradisional yang dilakukan di Cina dan telah berkembang selama beberapa ribu tahun. Praktek pengobatan termasuk pengobatan herbal, akupunktur, dan pijat Tui Na. Pengobatan ini digolongkan dalam kedokteran Timur, yang mana termasuk pengobatan tradisional Asia Timur lainnya seperti Kampo (Jepang) dan Korea.
Pengobatan tradisional Cina percaya bahwa segala proses dalam tubuh manusia berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penyakit disebabkan oleh ketidakharmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh seseorang. Gejala ketidakseimbangan ini digunakan dalam pemahaman, pengobatan, dan pencegahan penyakit.
Tidak seperti beberapa bentuk pengobatan tradisional yang telah punah, pengobatan tradisional Tionghoa kini menjadi bagian dari pengobatan modern dan bagian sistem kesehatan di Cina. Dalam beberapa dekade belakangan ini, banyak ahli kedokteran Barat yang juga meneliti kebenaran pengobatan tradisional Tionghoa
ini.
Pengobatan tradisional Cina sering diterapkan dalam membantu penanganan efek samping kemoterapi, membantu perawatan keteragantungan obat terlarangan, dan merawat berbagai kondisi kronis yang oleh pengobatan konvensional dianggap mustahil untuk disembuhkan.
Teori yang digunakan dalam pengobatan tradisional didasarkan pada beberapa acuan filsafat termasuk teori Yin-yang, lima unsur (Wu-xing), sistem meridian tubuh manusia (Jing-luo), teori organ Zang Fu, dan lainnya. Diagnosis dan perawatan dirujuk pada konsep tersebut. Pengobatan tradisional Cina tidak jarang berselisih dengan kedokteran Barat, namun beberapa praktisi mengombinasikannya dengan prinsip kedokteran berdasarkan pembuktian.
Sebagian besar filosofi pengobatan tradisional Cina berasal dari filsafat Taois dan mencerminkan kepercayaan purba Cina yang menyatakan pengalaman pribadi seseorang memperlihatkan prinsip kausatif di lingkungan. Prinsip kausatif ini berhubungan dengan takdir dari surga.
Selama masa kejayaan Kekaisaran Kuning pada 2696 sampai 2598 SM, dihasilkan karya yang terkenal yakni Neijing Suwen atau Pertanyaan Dasar mengenai Pengobatan Penyakit Dalam, yang dikenal juga sebagai Huangdi Neijing.
Ketika masa dinasti Han, Chang Chung-Ching, seorang walikota Chang-sa, pada akhir abad ke-2 Masehi, menulis sebuah karya Risalat Demam Tifoid, yang mengandung referensi pada Neijing Suwen. Ini adalah referensi ke Neijing Suwen terlama yang pernah diketahui.
Pada masa dinasti Chin, seorang tabib akupunktur, Huang-fu Mi (215-282 Masehi), juga mengutip karya Kaisar Kuning itu pada karyanya Chia I Ching. Wang Ping, pada masa dinasti Tang, mengatakan bahwaia memiliki kopi asli Neijing Suwen yang telah ia sunting.
Bagaimanapun, pengobatan klasik Tionghoa berbeda dengan pengobatan tradisional Tionghoa. Pemerintah nasionalis, pada masanya, menolak dan mencabut perlindungan hukum pada pengobatan klasiknya karena mereka tidak menginginkan Cina tertinggal dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Selama 30 tahun, pengobatan klasik dilarang di Cina dan beberapa orang dituntut oleh pemerintah karena melakukan pengobatan klasik. Pada tahun 1960-an, Mao Zedong pada akhirnya memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melarang pengobatan klasik. Ia memerintahkan 10 dokter terbaik untuk menyelidiki pengobatan klasik serta membuat sebuah bentuk standar aplikasi dari pengibatan klasik tersebut. Standarisasi itu menghasilkan pengibatan tradisional Tionghoa.
Terdapat empat macam metoe diagnosis pada pengobatan tradisional Tionghoa: mengamati (wàng), mendengar dan menghidu (wén), menanyakan riwayat (wèn), dan menyentuh (qiè). The pulse-reading component of the touching examination is so important that Chinese patients may refer to going to the doctor as "Going to have my pulse felt"
• Palpasi atau merasakan denyut nadi arteri rasialis pasien pada enam posisi
• Mengamati keadaan lidah pasien
• Mengamati wajah pasien
• Menyentuh tubuh pasien, terutama bagian abdomen
• Mengamati suara pasien
• Mengamati permukaan telinga
• Mengamati pembuluh darah halus pada jalur telunjuk kanak-kanak
• Membandingkan kehangatan relatif atau suhu pada beberapa bagian tubuh
• Mengamati bau badan pasien
• Menanyakan efek permasalahannya
• Pemeriksaan lain tanpa alat dan melukai pasien
Dalam sejarahnya, terdapat delapan cara pengobatan:
1. Pengobatan tradisional Tionghoa Tui na - terapi pijat
2. Pengobatan tradisional Tionghoa Akupunktur
3. Pengobatan tradisional Tionghoa Obat herbal Tionghoa
4. Pengobatan tradisional Tionghoa Terapi makanan Tionghoa
5. Pengobatan tradisional Tionghoa Qigong dan latihan meditas - pernapasan lainnya
6. Pengobatan tradisional Tionghoa T'ai Chi Ch'uan dan seni bela diri Tionghoa lainnya
7. Pengobatan tradisional Tionghoa Feng shui
8. Pengobatan tradisional Tionghoa Astrologi Tionghoa
Kini, pengobatan tradisional Tionghoa diajarkan hampir di semua sekolah kedokteran di Cina, sebagian besar Asia, dan Amerika Utara.
Walauapun kedokteran dan kebudayaan Barat telah menyentuh Cina, pengobatan tradisional belum dapat tergantikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor sosiologis dan antropologis. Pengobatan tradisional dipercaya sangat efektif, dan terkadang dapat berfungsi sebagai obat paliatif ketik kedokteran Barat tidak mampu menangani lagi, seperti pengobatan rutin pada kasus flu dan alergi, serta menangani pencegahan keracunan.
Cina sangat dipengaruhi oleh marxisme. Pada sisi lain, dugaan supranatural bertentantangan pada kepercayaan Marxis, materialisme dialektikal. Cina modern membawa pengobatan tradisional Cina ke sisi ilmiah dan teknologi serta meninggalkan sisi kosmologisnya.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PENGOBATAN TRADISIONAL - 9756people
Info Petani -
HEMAT ENERGI

Hemat energi perlu dilakukan, terutama energi yang tak terbarukan, mengingat sumbernya makin terbatas. Langkah pertama hemat energi adalah mengenali energi apa saja yang terbarukan dan yang tidak, selanjutkan manfaatkan energi tersebut secara efisien.

Hemat energi di rumah adalah awal yang perlu untuk dilakukan. Misalnya, pastikan setiap sudut rumah mendapatkan cahaya yang cukup sepanjang hari sehingga tidak perlu menyalakan lampu. Namun, cahaya matahari juga menghasilkan panas. Agar suhu udara di dalam rumah tetap nyaman, maka panasnya mesti kita kelola. ldealnya temperatur di dalam rumah sekitar 250C, pada suhu ini manusia dapat beraktivitas dengan nyaman.


Tanpa kita sadari pemakaian listrik dan perangkat listrik di rumah cukup memboroskan energi dan turut menyumbang terhadap pemanasan global. Oleh sebab itu, optimalkan pemanfaatan listrik, air atau gas. Kenalilah peralatan mana saja yang konsumsi listriknya besar.

Pengertian energi cukup luas, ia mencakup segala hal yang ada di bumi. Manusia memerlukan energi untuk hidup. Ketika sedang bergerak, manusia sedang membakar energi yang didapat dari makanan. Di rumah, Iistrik merupakan salah satu sumber energi yang banyak digunakan untuk mengoperasikan alat rumah tangga, seperti AC, televisi, komputer, kompor, lampu, dan lain-lain. Energi tidak hilang, melainkan hanya berubah-ubah bentuk, misalnya energi listrik menjadi energi panas (water heater), energi listrik menjadi energi gerak (kipas angin),dan seterusnya.Tapi dari manakah listrik berasal?

Listrik merupakan sumber energi sekunder, yakni perlu ada sumber energi lain yang menggerakkan elektron sehingga bisa memproduksi listrik. Saat ini terdapat beberapa sumber energi primer untuk listrik, seperti batubara, minyak bumi, dan lain-lain. Dari berbagai sumber energi itu terbagi menjadi 2 bagian, yakni yang bisa diperbaharui dan yang tidak. Sebagian besar sumber energi yang kini digunakan adalah yang tidak bisa diperbarui. Sumber energi yang tidak bisa diperbarui inilah yang kelak akan habis, terutama bila penggunaannya terlalu berlebihan.

Hemat energi juga dapat dilakukan dengan mencari sumber energi alternatif, tetapi kita juga perlu hemat energi. Bila sumber energi benar-benar habis, generasi mendatang akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Hemat energi berarti kita juga peduli akan keberlangsungan hidup anak cucu kita kelak.

Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: HEMAT ENERGI - 9756people
Info Petani -
PUPUK ORGANIK
Pupuk organik pada dasarnya merupakan bagian daripada pertanian itu sendiri. Pupuk organik diperkirakan sudah mulai digunakan pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.


Pupuk organik di Indonesia sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.

 Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik dengan menggunakan pupuk organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya. Penggunaan pupuk organik untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk organik pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat. Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium (Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk organik.

Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk organik penambat nitrogen sudah lama. Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 (Toxopeus, 1938), tetapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk organik.

Pupuk organik dan hayati yang digunakan sampai saat ini sulit diperoleh karena beberapa hal:
1). pupuk organik dan pupuk hayati diproduksi oleh pengusaha kecil dan menengah,
2). pupuk organik banyak diproduksi in situ untuk digunakan sendiri, dan
3). pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat terbatas.

Pupuk organik komersial yang kebanyakan diproduksi ex situ dipakai untuk tanaman hias pot di kota-kota besar. Baru pada tahun-tahun terakhir ini perusahaan pupuk BUMN Pupuk Sriwijaya sudah mulai memproduksi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik yang diproduksi secara in situ dilakukan pada tingkat usaha tani dengan menggunakan limbah pertanian/limbah ternak yang ada di usaha tani yang bersangkutan. Beberapa perusahaan pertanian/perkebunan seperti kelapa sawit, nanas,jamur merang mengolah limbahnya menjadi kompos untuk kebutuhan sendiri. Penggunaan pupuk hayati pernah terdata dengan baik beberapa waktu, yaitu ketika pupuk hayati (inokulan rhizobia) merupakan salah satu komponen paket produksi untuk proyek intensifikasi kedelai pemerintah. Pemerintah mengadakan kontrak pesanan inokulan untuk seluruh areal intensifikasi kedelai. Karena adanya sistem kontrak ini beberapa pabrik inokulan berdiri karena dengan sistem ini produksi inokulan mereka terjamin pembeliannya.

Pada periode 1983-1986, inokulan (Legin) sebanyak 68.034,67 kg telah digunakan untuk menginokulasi tanaman kedelai seluas 453.564 ha pada 25 provinsi di Indonesia (Sebayang and Sihombing, 1987). Pada musim tanam tahun 1997/1998, jenis inokulan lain (pupuk hayati majemuk Rhizoplus) sebanyak 41.348,75 kg digunakan untuk menginokulasi 330.790 ha kedelai di 26 provinsi (Saraswati et al., 1998). Perkembangan penggunaan inokulan Legin tiap tahun sejak tahun 1981-1995 tidak menunjukkan tendensi meningkat. Pencanangan “Go organic 2010” oleh Departemen Pertanian diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk organik dan hayati di Indonesia. Selain itu juga mulai dilaksanakannya sistem pertanaman padi SRI oleh para petani mendorong mulai diproduksinya kompos in situ oleh para petani.



Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PUPUK ORGANIK - 9756people
Info Petani -
Kontrak kerja THL-TBPP Angkatan I Tahun 2007 sedang disiapkan

Kontrak kerja THL-TBPP Angkatan I Tahun 2007 sedang disiapkan, mudah-mudahan bisa dimulai bulan April. Hari ini senin 29 Maret 2010 persetujuan dari BAPPENAS, selanjutnya diteruskan ke Kementerian Keuangan (sumber info: Kapusbangluhtan BPSDM Pertanian) Mohon tetap bersabar rekan-rekan, inilah prosedural dan birokrasi yg harus ditempuh. Semoga segera terealisasi.

Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Kontrak kerja THL-TBPP Angkatan I Tahun 2007 sedang disiapkan - 9756people
Info Petani -
Verifikasi dan Validasi Database THL TBPP
Kepada THL-TBPP di Seluruh Indonesia
Dalam rangka verifikasi dan validasi database THL TBPP yang dilakukan oleh FK THL TBPP Nasional, kami mohon perhatian,bantuan dan kerjasamanya:
1. Batas waktu maksimal pengiriman database yang telah ditandatangani Koordinator FK THL TBPP Kabupaten/Kota serta rekapitulasi data THL TBPP per Provinsi yang telah ditandatangani Koordinator FK THL TBPP Provinsi adalah TANGGAL 3 APRIL 2010.
2. Batas waktu maksimal perbaikan database adalah TANGGAL 3 APRIL 2010.
3. Database yang dibuat harus sesuai dengan blanko yang kami buat (terlampir Disini atau Disini).
4. Bagi Koordinator FK THL TBPP Kabupaten/Kota dan Koordinator FK THL TBPP Provinsi di Seluruh Indonesia harus memasukan semua THL TBPP yang masih aktif diwilayahnya ke dalam database dan dampak yang terjadi apabila ada THL TBPP yang tertinggal merupakan tanggung jawab FK THL TBPP Kabupaten/Kota dan Provinsi.
5. Database softcopy dikirim ke alamat email:fk_thltbppnas@yahoo.co.id dan database hardcopy dikirim melalui pos (alamat kami berikan setelah pengirim mengirimkan sms ke sms center FK THL TBPP Nasional).
6. Kami tidak menerima database yang tidak terisi lengkap.
7. Kami tidak melayani sms atau telepon selain dari Koordinator FK THL TBPP Kabupaten/Kota dan Koordinator FK THL TBPP Provinsi.
8. Hal-hal di luar ketentuan di atas,bukan merupakan tanggung jawab kami.

Atas perhatian,bantuan dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Tertanda

TIM DATA FK THL TBPP Nasional


sms center: 081281030849

Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Verifikasi dan Validasi Database THL TBPP - 9756people
Info Petani -
Mendongkrak Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan Teknologi
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dalam keragaman dan jumlahnya, namun sudahkah kekayaan alam itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya? Ubi kayu, sagu, ubi jalar, sukun, dan puluhan ubi lainnya berpotensi menjadi sumber bahan baku tepung untuk industri berbasis pertanian. Sudah saatnya produk negeri sendiri mendapat peran yang selayaknya.
Singkong atau ubi kayu adalah anugerah bagi tanah Nusantara. Melalui batangnya yang ditancapkan ke dalam tanah dapat dihasilkan umbi sebagai sumber pangan. Namun mengapa timbul kesan kasihan, nelangsa, dan kekurangan pangan jika ada warga negeri ini yang mengonsumsi ubi kayu?. Pandangan bahwa ubi kayu identik dengan kemelaratan perlu diluruskan.Ubi kayu memang lebih murah dari beras, dan memilih ubi kayu sebagai sumber karbohidrat menggantikan beras merupakan keputusan yang bijak. Ubi kayu sewajarnya dikembalikan menjadi bagian dari pangan pokok. Dalam pemenuhan pangan, ubi kayu semestinya sederajad dengan beras sebagai sumber karbohidrat. Tabir yang menutupi keunggulan ubi kayu harus dikuak, sehingga ubi kayu mendapat tempat yang layak dan menjadi bagian dari makanan melalui transformasi menjadi sajian yang modern.

Ubi kayu sangat mudah tumbuh, namun saat ini produktivitasnya belum maksimal. Salah satu penyebabnya adalah petani belum banyak memberi pupuk organik dan anorganik pada tanamannya. Di Lampung sebagai penghasil ubi kayu terbesar, kesenjangan produktivitas masih jauh. Produktivitas di tingkat petani berkisar 11-17 t/ha dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sementara di tingkat penelitian dapat mencapai 50-60 t/ha dengan memberikan pupuk kandang dan pupuk anorganik serta sistem tanam double row. Oleh karena itu perlu upaya keras untuk mendongkrak produktivitas ubi kayu, paling tidak menembus angka 35 t/ha.
Dilihat dari pemanfaatannya dalam skala besar, ubi kayu umumnya diolah menjadi tapioka dan gaplek. Rendemen yang diperoleh adalah 20-30% tapioka dan onggok sekitar 10%. Mutu tapioca sangat beragam, terutama derajad putih dan kebersihannya. Mutu gaplek juga sangat bervariasi karena penanganan yang kurang baik, bahkan tingkat kerusakan cukup tinggi.
Produk lain dari ubi kayu dalam skala kecil adalah pangan tradisional seperti tiwul dan gatot. Di beberapa daerah produk ini sudah dibuat instan atas binaan industri pangan dan peran pemerintah. Namun produk pangan tradisional ini masih kurang populer karena masalah selera dan penyajiannya kurang praktis. Bentuk olahan lainnya adalah krupuk dan berbagai camilan.
Dengan segala keterbatasan yang ada, sering kali petani ubi kayu hanya berperan sebagai produsen bahan baku yang tidak memiliki akses dalam menentukan harga produk segar, ditambah kondisi terdesak atas kebutuhan uang tunai. Untuk mengatasi masalah harga, ubi kayu dapat diolah menjadi produk olahan sederhana seperti chips, sawut kering atau tepung kasava. Pengolahan dapat dilakukan oleh petani atau kelompok tani sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava relatif mudah dan dapat ditangani oleh kelompok tani. Rendemen yang diperoleh berkisar 27-30%.
Tepung kasava cocok untuk substitusi terigu pada berbagai produk pangan. Ketiadaan gluten pada tepung kasava perlu dilihat sebagai keunggulan sehingga secara kesehatan dapat digunakan untuk diet bagi penderita autis. Kemampuan substitusi tepung kasava pada mi dan kue kering/biskuit mencapai 50%, pada roti 25%, dan pada produk cake dapat mengganti 100%
terigu. Peluang yang sangat besar dalam pengurangan impor gandum ini perlu didukung berbagai pihak.

Peluang lain yang cukup prospektif adalah mengolah kasava menjadi gula cair. Teknologi pengolahan gula cair skala pedesaan yang dapat dioperasikan oleh kelompok tani telah tersedia. Bahan baku gula cair tidak harus berupa tepung kasava atau tapioka kering, tetapi dapat langsung dari pati basah. Gula cair yang dihasilkan melalui proses enzimatis berupa glukosa. Bioreaktor sederhana skala 100 liter mampu mengkonversi 40 kg pati basah (kadar air 40%) menjadi 21-25 kg gula cair dalam 3 hari proses. Semakin besar kapasitas peralatan, semakin ekonomis biaya produksinya.
Sumber bahan baku tepung lainnya adalah sagu. Banyak orang mengenal pati sagu sebagai campuran dalam pembuatan kue kering dan lempeng sagu. Di Jawa Barat terdapat mi gleser yang 100% terbuat dari sagu. Dengan sedikit perbaikan pada proses pengolahannya, mi gleser telah berevolusi menjadi "mi metro" atau mi sagu yang lebih higienis, aman, dan mutu lebih baik.
Nama mi metro berasal dari Metroxilon sp. nama latin tanaman sagu.
Teknologi pembuatan mi sagu cukup sederhana meskipun berbeda dengan mi terigu, dan dapat dilaksanakan oleh kelompok tani. Sosialisasi mi sagu di daerah sentra sagu di Kabupaten Luwu Utara (Sulawesi Selatan) menunjukkan 72,5% anak SD dapat menerimanya, meskipun sebelumnya tidak mengenal mi sagu. Teknik pembuatan mi sagu dan alat pencetaknya sebagai contoh telah dicoba dan diadopsi di wilayah tersebut. Tampaknya mi sagu cocok disosialisasikan ke daerah sentra sagu lain sebagai variasi pangan dari sagu.
Secara kesehatan mengonsumsi mi sagu mendapat manfaat dari resistant starch (RS) atau pati tak tercerna. Pati ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan dalam usus manusia sehingga memiliki peran penting dalam diet. RS mampu mengikat asam empedu, meningkatkan volume feses dan mempersingkat waktu transit. RS juga mempunyai efek prebiotik.
Kandungan RS dalam mi sagu berkisar 45 mg/g, atau 4-5 kali lebih besar daripada RS mi instan asal terigu. Endang Yuli Purwani, peneliti yang menangani sagu menyatakan bahwa efek prebiotik dari RS pada orang dewasa diperoleh pada tingkat konsumsi RS 15 g tiap 3 hari. Jumlah tersebut cukup untuk menstabilkan populasi bakteri nonpatogen dalam usus.
Sumber pangan lain seperti sukun, labu kuning, ubi jalar, dan umbi lainnya (garut, ganyong, gembili) juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan setempat. Teknologi pengolahan untuk menghasilkan tepung dan pemanfaatannya, baik untuk substitusi terigu maupun produk lainnya sudah tersedia di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. (source: neocassava.blogspot.com)

Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Mendongkrak Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan Teknologi - 9756people
Info Petani -
Masalah Yang Dihadapi Padi SRI
Pengembangan padi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya "More Rice with Less Water" atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang lebih sedikit, sampai saat ini masih mengalami kendala teknis dan non-teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi pengairan (yang identik dengan potensi perluasan
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Masalah Yang Dihadapi Padi SRI - 9756people
Info Petani -
Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi
Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan poin-poin tersebut ? Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut :
Partisipatif ; sudah saatnya
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi - 9756people
Info Petani -
KRIPIK PISANG
Kripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tujuan pengolahan pisang menjadi kripik pisang adalah untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan/memperpanjang kemanfaatan buah pisang. Syarat mutu kripik pisang dapat mengacu SNI 01-4315-1996, Kripik Pisang.

Kripik pisang-Standar Teknis ini berlaku untuk pembuatan Pisang menjadi Kripik Pisang. Prosedur Opersional Pengolahan Kripik Pisang terdiri dari beberapa kegiatan meliputi penyiapan bahan baku Kripik pisang, penyiapan peralatan Kripik pisang dan kemasan Kripik pisang, pengupasan Kripik pisang dan pengirisan Kripik pisang, pencucian Kripik pisang dan perendaman Kripik pisang,
penggorengan Kripik pisang, penirisan minyak Kripik pisang, pemberian bumbu Kripik pisang, pengemasan Kripik pisang dan pelabelan Kripik pisang, serta penyimpanan Kripik pisang. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat keripik pisang adalah sebagai berikut:

1. Pisang
Bahan baku dalam pembuatan kripik pisang adalah pisang mentah. Pisang yang dipilih adalah pisang yang sudah tua dan masih mentah sehingga mudah diiris-iris/dirajang tipis- tipis dan dibentuk sesuai dengan selera konsumen. Syarat Mutu Pisang Kepok Kuning Segar dapat mengacu pada SNI 01 – 4481 – 1998.

1. Air Bersih
Air dalam pembuatan kripik pisang digunakan untuk mencuci pisang. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum dan air bersih sesuai standar
Permenkes RI No. 416/MENKES/PERK/IX/90. Air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung zat yang membahayakan.

2. Minyak goreng
Minyak goreng yang digunakan adalah minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yang bermutu baik (jernih dan tidak tengik), sesuai SNI 01 – 3741 – 2002. Penggunaan minyak goreng dengan kualitas rendah akan menghasilkan kripik yang tidak tahan lama(cepat tengik).

3. Larutan Natrium Bisulfit (Na2SO3)
Larutan Natrium Bisulfit 0,3% - 0,5% digunakan untuk merendam pisang agar tidak terjadi perubahan warna menjadi coklat. Di perdesaan larutan ini dapat diganti dengan potongan-potongan daun sirih.

Dalam pembuatan kripik pisang dapat ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP). Tujuan penambahan bahan tambahan pangan ini adalah untuk memperbaiki tekstur, rasa, dan penampakan. Penggunaan bahan-bahan tersebut baik jenis maupun jumlahnya harus memenuhi persyaratan yang direkomendasikan. Persyaratan bahan tambahan pangan mengacu pada SNI 01-0222-1995, Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan kripik pisang adalah :

1. Gula pasir
Fungsi gula dalam pembuatan kripik pisang adalah untuk memberikan rasa manis. Gula pasir dibuat sirup terlebih dahulu dengan perbandingan 1 kg gula pasir dilarutkan dalam 5 gelas air. Gula yang digunakan harus bermutu baik, yaitu kering, tidak bau apek atau masam, tidak nampak adanya ampas atau bahan asing dan berwarna putih. Standar gula kristal putih (SNI 01-3140-2001).

2. Garam dapur
Fungsi garam dapur adalah untuk memberi rasa asin. Garam yang digunakan adalah garam beryodium (SNI 01 – 3556 – 2000).

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat kripik pisang antara lain:
1. Baskom
2. Alas Telenan
3. Alat perajang (slicer)
4. Pisau stainless steel
5. Ember plastik
6. penggorengan (wajan)
7. Vacuum Frying
8. Sealer
9. Tungku atau kompor atau kompor gas
10. Tampah/nyiru/wadah
11. Container plastik
12. Plastik Polipropilen (PP) ketebalan 0,8 mm/aluminum foil
13. Label

Tahapan-tahapan poses yang harus dilakukan dalam pembuatan keripik pisang adalah sebagai berikut:

a. Pengupasan dan Pengirisan
Pisang dikupas, kemudian diiris tipis-tipis (tebal 2 – 3 mm) secara memanjang atau melintang, langsung ditampung dalam bak perendaman untuk menghindari proses oksidasi enzim fenolase yang ada dalam getah pisang.

b. Perendaman
Hasil irisan direndam dalam larutan natrium bisulfit (Na2SO3) 0,3 – 0,5% selama 10 menit lalu ditiriskan.

c. Penggorengan
Irisan buah pisang digoreng menggunakan minyak yang cukup banyak sehingga semua bahan terendam. Tiap 1 kg irisan pisang membutuhkan 3 liter minyak goreng. Selama penggorengan, dilakukan pengadukan secara pelan-pelan. Penggorengan dilakukan sampai kripik cukup kering dan garing. Hasil penggorengan disebut dengan kripik pisang. Untuk mendapatkan keripik pisang dengan rasa manis dapat dilakukan penaburan dengan gula halus.

d. Penirisan minyak
Hasil penggorengan pertama ditiriskan dengan menggunakan peniris minyak hingga minyak yang ada menetes tuntas.

e. Pemberian Bumbu
Untuk melayani konsumen yang memiliki selera berbeda-beda, dapat diciptakan rasa kripik pisang yang beraneka rasa, misalnya kripik pisang manis, kripik pisang asin, dan kripik pisang pedas. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Kripik Pisang Rasa Manis
Penyiapan larutan gula. Gula pasir putih dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 kg gula : 250 ml air, dan diaduk-aduk sampai larut merata. Setelah itu larutan dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, api segera dikecilkan untuk menjaga larutan gula tetap panas dan cair. Pencelupan dalam larutan gula. Keripik yang telah ditiriskan segera dicelupkan ke dalam larutan gula, diaduk sebentar agar merata, lalu diangkat dan didinginkan / dianginanginkan.

2. Kripik Pisang Rasa Asin
Kripik pisang yang sudah digoreng setengah kering dicelupkan ke dalam larutan garam dengan perbandingan 1:100

3. Kripik Pisang Rasa Pedas
Kripik pisang yang sudah digoreng setengah kering dicelupkan ke dalam larutan bumbu yang terdiri dari cabe, bawang putih, dan garam. Setelah itu larutan dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, api segera dikecilkan untuk menjaga larutan bumbu pedas tetap panas dan cair.

Siapkan bumbu yang telah dihaluskan, seperti gula halus, garam halus, cabe bubuk, coklat bubuk yang sudah diolah, seasoning (bumbu siap saji). Keripik pisang yang telah digoreng dan dingin ditaburi bahan-bahan atau bumbu dalam suatu kantong plastik, kemudian kantong plastik dibolak balik sedemikian rupa sehingga bumbu dapat melapisi secara merata.

1. Kripik Pisang Rasa Manis
Untuk mendapatkan kripik pisang dengan rasa manis dapat dilakukan penaburan dengan tepung gula halus.

2. Kripik Pisang Rasa Asin
Untuk keripik pisang dengan rasa asin dapat dilakukan penaburan dengan tepung garam halus

3. Kripik Pisang Bumbu Siap Saji
Untuk keripik pisang dengan rasa bumbu siap saji (seasoning) dapat dilakukan penaburan dengan tepung seasoning

Kripik pisang yang telah masak didinginkan sambil ditiriskan sehingga diperoleh kripik pisang yang betul-betul kering.

Penggorengan vacuum merupakan cara pengolahan yang
tepat untuk menghasilkan kripik buah pisang dengan mutu
tinggi. Cara menggoreng dengan menggunakan penggoreng
vacuum (hampa udara), akan menghasilkan kripik dengan
warna dan aroma buah asli serta rasa lebih renyah dan nilai
gizi tidak banyak berubah. Kerenyahan tersebut diperoleh
karena proses penurunan kadar air dalam buah terjadi
secara berangsur-angsur dengan suhu penggorengan yang
rendah.
Pisang yang biasa digunakan untuk pembuatan keripik
menggunakan vacuum frying adalah pisang dengan tingkat
kematangan penuh > 80%.

Cara menggoreng dengan menggunakan penggorengan
vakum sebagai berikut :
a. Isi bak air sampai ejector tercelup sedalam ± 3 cm dan
usahakan temperatur air bersuhu < 270C selama
penggorengan berlangsung.
b. Isi tabung penggorengan dengan minyak goreng hingga
setengah volume
c. Atur kedudukan jarum penyetel suhu pada 85oC – 95oC,
kemudian hubungkan steker boks pengendali suhu
dengan sumber listrik.
d. Masukkan bahan irisan pisang ke dalam keranjang
penggoreng
e. Nyalakan kompor elpiji untuk memanaskan minyak
sampai suhu 900 C dan usahakan suhu konstan selama
penggorengan.
f. Tutup tabung penggorengan
g. Nyalakan pompa air
h. Tunggu sampai tekanan di dalam tabung mencapai
minimal – 76 cmHg, pastikan tidak ada yang bocor
i. Putar keranjang penggorengan dengan menggunakan
tuas setengah putaran (1800)
j. Biarkan proses penggorengan berlangsung sampai kaca
indikator sudah tidak ada lagi uap air/embun dan suara
gemersik sudah hilang. Selama penggorengan
berlangsung usahakan sesering mungkin mengaduk
dengan memeutar tuas berkali-kali.
k. Kembalikan posisi keranjang penggorengan di atas
minyak penggorengan
l. Biarkan selama 5 menit agar minyak yang ada di dalam
bahan dan keranjang tertiriskan.
m. Buang tekanan dengan membuka katup pembuang
tekanan dan tekan tombol off untuk mematikan mesin
vakum
n. Buka tutup tabung penggoreng dan tutup keranjang
penggorengan
o. Ambil hasil penggorengan dan langsung dimasukkan ke
dalam mesin spinner dan hidupkan mesin spinner
selama 2-3 menit.
p. Hentikan mesin spinner, aduk keripik pisang, lalu
nyalakan lagi selama 1 menit
q. Keluarkan kripik dari mesin spinner dan didinginkan.
Contoh cara pemakaian minyak goreng yang ekonomis:
_ Minyak baru ditambah 120 ppm TBHQ (120 mg/kg
minyak)
_ Panaskan, goreng sampai matang
_ Agar minyak selalu baik, tambahkan 30 mg per kg
minyak setiap jam. Jika awal pakai 5 kg minyak,
tambahkan 150 mg TBHQ
_ Selesai menggoreng, api dimatikan, tambahkan 30
ppm/kg TBHQ (150 mg)
Saran : jika minyak bekas akan dipakai lagi, maka
diperlukan penambahan minyak baru dengan
perbandingan minyak bekas : minyak baru 1 : 1 (jika
intesitas pemakaian dalam satu hari lebih dari 3
(tiga) kali (sering) atau 3 : 1 (jika intesitas
pemakaiannya kurang dari 3 (tiga) kali.

Proses sortasi dilakukan untuk mengklasifikasi kualitas atau
mutu dengan cara memilah dan mengelompokkan berdasarkan
ukuran, warna, dan bentuk keripik yang dihasilkan, dilakukan
secara manual.

Proses pengemasan bertujuan untuk meningkatkan daya
simpan produk. Bahan pengemas yang umum digunakan
untuk kripik pisang adalah plastik polipropilen dengan
ketebalan minimal 0,8 mm atau aluminium foil.
Pengemasan produk yang berupa kripik sebaiknya
menggunakan mesin pengemas vakum (vacuum sealer).
Ruang pengepakan usahakan mempunyai kelembaban
udara (RH) yang rendah mengingat sifat keripik vakum ini
higroskopisitasnya tinggi misalnya dilakukan dalam ruang
ber-AC. Setelah produk dikemas, dilakukan pemeriksaan
terhadap penutupan kantong plastik.

2. Pelabelan
Pelabelan makanan harus mengikuti ketentuan PP No. 69
Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pemberian
label bertujuan untuk memberi informasi tentang produk
dan memberi penampilan yang menarik. Informasi terdiri
dari nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat
bersih, nama produsen, tanggal, bulan, dan tahun
kadaluwarsa, nomor registrasi, serta label Halal.

Penyimpanan produk akhir sebaiknya dilakukan di ruang yang
terpisah dengan ruang penyimpanan bahan baku. Dalam proses
pengangkutan dihindarkan dari kerusakan fisik dan pengaruh
cahaya sinar matahari langsung untuk mencegah terjadinya
proses oksidasi. Apabila semua faktor tersebut dilakukan
dengan benar, maka kripik pisang yang dikemas dengan
menggunakan plastik propilen dapat bertahan 3 bulan, jika
menggunakan alumunium foil bisa mencapai ± 1 (satu) tahun.
Sebab alumunium foil kedap uap air dan oksigen serta sinar
ultra violet dari sinar matahari.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: KRIPIK PISANG - 9756people
Info Petani -
Cerita Setitik Air
Pernahkah kamu mendengar ceritera setitik air? Dengarkanlah!!

Aku dilahirkan di tengah laut.

Aku terbang ke udara bersama-sama dengan teman-temanku.

Kami berkumpul-kumpul.

Oleh manusia kami dinamai Awan.

Angin berhembus, dibawanya kami ke arah gunung Lawu.

Kami tidak mau berlanggar dengan gunung.

Oleh sebab itu kami naik,naik terus.

Bertambah tinggi, hampir setinggi gunung Lawu.

Alangkah dinginnya udara.

Kami gemetar kedinginan.

Aku tak sanggup lagi naik.

Aku terbanting jatuh.

Untung saja aku jatuh ke atas daun-daun tua.

Aku bersama-sama teman-teman ku bersembunyi di balik daun.

Kami bertambah lama bertambah banyak.

Kami tidak lama beristirahat di situ.

Kami harus melanjutkan perjalanan.

Melalui daun-daun busuk, pasir-pasir, dan batu.

Akhirnya sampailah aku da kali.

Bertambah lama, bertambah banyak aku bertemu dengan temen-teman.

Kami sampai di ujung pipa besar.

Wah, kami harus melalui pipa itu!

Teman-teman mendorong aku.

Dengan suara gemuruh kami melalui pipa itu.

Taukah kamu apa yang terdapat di ujung pipa itu?

Mesin pembangkit tenaga listrik.

Roda mesin itu kami langgar,roda yang berputaritu membangkitkan tenaga lastrik yang menerangi seluruh desa.

Aku teruskan perjalanan, jalan semakin sempit.

Kami berlomba-lomba.

Aku tiba di dekat suatu jurang yang dalam.

Aku ingin mencari jalan lain.

Kami tolak-menolak.

Terjunlah aku, diikuti oleh teman-temanku.

Alangkah indahnya pemandangan ditempat kami terjun itu.

Sering orang datang melihat kami terjun.

Rupanya senang sekali manusia melihat kami terjun.

Aku melanjutkan perjalananku .

Aku dialirkan orang ke sawah.

Di sawah aku dapat beristirahat sebentar.

Aku disuruh membantu pak tani melumatkan tanah.

Nanti aku akan menuruskan perjalananku lagi.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Cerita Setitik Air - 9756people
Info Petani -
Restore Ecology to Prevent Rice Pest Outbreaks in Thailand
Bangkok, Thailand – Devastating outbreaks of brown planthoppers (BPH) in Thailand’s rice crop can be prevented if an eco-friendly approach to pest management is adopted, according to the International Rice Research Institute (IRRI). The brown planthopper (BPH) is one of the most destructive pests of rice and, this season, they are in plague proportions in Thailand – the world’s biggest exporter of rice.
Khun Manit Luecha, director of Chainat Rice Seed Center, says, “This is the worst outbreak of BPH I have seen in my career since 1977. Most of the paddy fields – probably more than 1 million hectares – will suffer rice yield losses of more than 30%.” Damage has spread from the north, especially in Khampaeng Phet and Phichit, to Suphan Buri, Chainat and Ang Thong in the Central Plains – the rice bowl of Thailand. Damages are serious already and new outbreaks are being reported every day. BPH also transmits two viral diseases that can severely stunt and discolor the plant and prevent grain formation. “BPH becomes a pest when natural control mechanisms fail,” says Dr. K.L. Heong, an insect ecologist at IRRI.
“To prevent outbreaks we must restore the natural environment and biodiversity to keep BPH numbers below economically damaging levels," he added. "To achieve this, farmers will have to use pesticides more strategically and adopt ecological engineering principles."
To manage BPH, IRRI recommends that farmers:
  • Adopt integrated pest management (IPM) practices.
  • Grow beneficial plants in the “bunds” between rice paddies to attract BPH predators such as spiders, crickets, and parasitoids.
  • Synchronize rice plantings so that there are times when no rice is growing to prevent immigrant BPH from establishing new populations.
  • Plant a BPH-resistant rice variety, such as RD29, RD31, RD41, Pisanulok2, Supanburi2, Supanburi3, and Supanburi90.
  • Do not apply fertilizer in excess as overfertilized crops tend to promote BPH growth.
  • Limit pesticide use to control leaf-eating insects as these products kill the BPH’s natural predators as well.
  • If a pesticide must be used to control BPH, use BPH-specific chemicals, such as buprofezin, as it has fewer effects on BPH’s natural enemies.
IRRI has been monitoring the BPH and virus situation across Asia with increasing concern over the past several years. “Last year, high rice prices motivated Thai farmers to grow rice continuously, fertilize their rice more in an effort to boost yields, and attempt to protect their investment by spraying more pesticides to keep leaf-eating insects at bay,” said Dr. Heong. “This combination of practices helped cause the current BPH outbreak in Thailand."  Dr. Heong coordinates the Rice Planthopper Project, a collaborative research network with national scientists in Asia co-funded by IRRI and the Asian Development Bank that aims to share knowledge and develop sustainable ways to manage BPH problems.
If farmers or their advisors want to find ways to manage existing BPH problems and to prevent future outbreaks they can go to the Ricehoppers Blog.
IRRI helps farmers manage pests in a sustainable way by developing pest-resistant rice varieties, IPM strategies, and ecological engineering approaches.beta.irri.org
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Restore Ecology to Prevent Rice Pest Outbreaks in Thailand - 9756people
Info Petani -
PUPUK ORGANIK
http://petanitangguh.blogspot.com/2010/03/pupuk-organik.htmlPupuk organik sudah lama dikenal para petani, jauh sebelum Revolusi Hijau berlangsung di Indonesia pada tahun 1960-an. Sedangkan pupuk hayati dikenal para petani sejak proyek intensifikasi kedelai pada tahun 1980-an. Namun sejak Revolusi Hijau petani mulai banyak menggunakan pupuk buatan karena praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas unggul memang membutuhkan hara makro (NPK) yang tinggi dan harus cepat tersedia.




Pupuk organik-Bangkitnya kesadaran sebagian masyarakat akhir-akhir ini akan dampak penggunaan pupuk buatan terhadap lingkungan dan terjadinya penurunan kesuburan tanah mendorong dan mengharuskan penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Sedangkan pupuk hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengguna sebagai salah satu acuan tentang perkembangan dan peranan pupuk organik dan pupuk hayati bagi pengembangan pertanian di Indonesia.


Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral.


Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Pupuk organik /Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau/ pupuk organik merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas.


Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza. Penambatan N2 secara simbiotis dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian. Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik. Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria=PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping

(1) menambat N2, juga;

(2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain);

(3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan

(4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995;

Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991).


Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza. Cendawan ini selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut. Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah, misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain atau strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh. pupuk organik


Subha Rao (1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Ia sendiri mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman. pupuk organik


FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah. Pengertian pupuk hayati pada buku ini lebih luas daripada istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan FNCA Biofertilizer Project Group (2006). Mereka hanya membatasi istilah pupuk hayati pada mikroba, sedangkan istilah yang dipakai pada buku ini selain melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah. Bila inokulan hanya mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan tersebut dapat juga disebut pupuk mikroba (microbial fertilizer) Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikroba. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional. pupuk organik
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PUPUK ORGANIK - 9756people
Info Petani -
SEJARAH PUPUK ORGANIK
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.



Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.

Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya. Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat. Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium (Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.

Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama. Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 (Toxopeus, 1938), tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.

Penggunaan pupuk organik dan hayati sampai sekarang sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain:
1). karena kebanyakan pupuk organik dan pupuk hayati diproduksi oleh pengusaha kecil dan menengah,
2). pupuk organik banyak diproduksi in situ untuk digunakan sendiri, dan
3). jumlah penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat terbatas.

Pupuk organik komersial yang kebanyakan diproduksi ex situ dipakai untuk tanaman hias pot di kota-kota besar. Baru pada tahuntahun terakhir ini perusahaan pupuk BUMN Pupuk Sriwijaya sudah mulai memproduksi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik yang diproduksi secara in situ dilakukan pada tingkat usaha tani dengan menggunakan limbah pertanian/limbah ternak yang ada di usaha tani yang bersangkutan. Beberapa perusahaan pertanian/perkebunan seperti kelapa sawit, nanas,jamur merang mengolah limbahnya menjadi kompos untuk kebutuhan sendiri. Penggunaan pupuk hayati pernah terdata dengan baik beberapa waktu, yaitu ketika pupuk hayati (inokulan rhizobia) merupakan salah satu komponen paket produksi untuk proyek intensifikasi kedelai pemerintah. Pemerintah mengadakan kontrak pesanan inokulan untuk seluruh areal intensifikasi kedelai. Karena adanya sistem kontrak ini beberapa pabrik inokulan berdiri karena dengan sistem ini produksi inokulan mereka terjamin pembelinya.

Pada periode 1983-1986, inokulan (Legin) sebanyak 68.034,67 kg telah digunakan untuk menginokulasi tanaman kedelai seluas 453.564 ha pada 25 provinsi di Indonesia (Sebayang and Sihombing, 1987). Pada musim tanam tahun 1997/1998, jenis inokulan lain (pupuk hayati majemuk Rhizoplus) sebanyak 41.348,75 kg digunakan untuk menginokulasi 330.790 ha kedelai di 26 provinsi (Saraswati et al., 1998). Perkembangan penggunaan inokulan Legin tiap tahun sejak tahun 1981-1995 tidak menunjukkan tendensi meningkat. Pencanangan “Go organic 2010” oleh Departemen Pertanian diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk organik dan hayati di Indonesia. Selain itu juga mulai dilaksanakannya sistem pertanaman padi SRI oleh para petani mendorong mulai dproduksinya kompos in situ oleh para petani.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: SEJARAH PUPUK ORGANIK - 9756people
Info Petani -
PENGOLAHAN LIMBAH
Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar.




Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.


Tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization).

Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi, sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.


Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.


Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain

a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;

b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;

c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;

d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;

e). Mengurangi biaya penaatan hukum;

f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);

g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;

h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.


Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah.

Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah.


Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan.

Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.


Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemunian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi.

Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki kesamaan karekteristik dapat digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.

Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan.


Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.

Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama.

Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.


Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.


Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond, dll.

Proses biologi deilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.

Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan.

Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PENGOLAHAN LIMBAH - 9756people
Info Petani -
PISANG
Pisang, salah satu buah yang paling populer di dunia. Siapa yang tidak kenal pisang? Hampir semua orang kenal buah ini, kecuali orang2 di daerah kutub yang makanannya hanya daging dan daging. Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari Kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pisang termasuk dalam famili Musaceae,



dan terdiri atas berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yang berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Barangan, Pisang Badak, Pisang Raja Besar, Pisang Kepok Kuning, Pisang Susu, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka.


Pisang yang dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Pisang yang buahnya enak dimakan (Musa paradisiaca L.)

2. Pisang yang hanya diambil sebagai serat (Musa textilis Noe) atau

sering disebut pisang manila).

3. Pisang liar yang hanya digunakan sebagai hiasan seperti pisang-pisangan

(Heliconia indica Lamk) atau pisang lilin yang diambil

lilinnya (Musa zebrina Van Hautte).


Tanaman Pisang tumbuh baik dan dibudidayakan di seluruh wilayah

Indonesia. Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, sekalipun di

antaranya hanya menanam pisang pada pekarangan. Di beberapa daerah

seperti Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan Pisang telah

diusahakan secara perkebunan (estate).


Pisang sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi merupakan sumber

vitamin, mineral, dan karbohidrat. Pisang dikonsumsi bukan saja sebagai

bahan tambahan tetapi juga di beberapa negara dikonsumsi sebagai bahan

makanan pokok.


Pisang dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang.

Pisang mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung, dan kripik,

sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah,

digoreng, direbus, kolak, getuk, selai, dodol, puree, saus, dan sale pisang.


Pisang mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada

buah-buahan lainnya, dan buah pisang mudah busuk. Untuk mencegah

pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk sale.

Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses

pengeringan dan/atau pangasapan. Pisang sale kaya Karbohidrat, Vitamin,

dan Mineral.


Pisang mempunyai sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakan, serta

penyimpanan produknya. Sale yang dibuat selama ini sering kali mutunya

kurang baik terutama bila dibuat pada waktu musim hujan. Bila dibuat

pada musim hujan perlu dikeringkan dengan pengeringan buatan (dengan

sistem tungku).


Dikenal ada 3 (tiga) cara pembuatan sale pisang, yaitu :

1. Cara tradisional dengan menggunakan asap kayu

2. Cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang

3. Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit.

Sale pisang yang dihasilkan hanya mencapai 25% atau seperempat

bagian dari berat pisang utuh (masih ada kulitnya). Jenis pisang yang

sering dibuat sale adalah pisang ambon. Untuk kripik pisang manis dapat

ditambahkan gula pasir halus pada kripik yang sudah digoreng.
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PISANG - 9756people
Info Petani -
TEKNOLOGI SAMPAH
Teknologi sampah-Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada  Pasal 5  UU Pengelolan Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas  Lingkungan  hidup yang baik dan sehat. Untuk mendapatkan  hak tersebut,  pada Pasal 6 dinyatakan  bahwa masyarakat  dan pengusaha  berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah dan  menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
  Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12 dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah  dengan cara berwawasan lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial  budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi kewajiban dan hak setiap orang  baik secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok  masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam  pengelolaan sampah  dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik,  bersih, dan sehat.   Teknologi sampah-
            Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1.  Teknologi sampah-Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K  lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi sampah-Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Teknologi sampah-Pengolahan sampah menjadi listrik. Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA.   Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
4. Teknologi sampah-Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar  masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
5 . Teknologi sampah-Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1)   Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur  Kaja, dan Desa Temesi Gianyar, yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.
2)  Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya  dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang terkait)  dengan menjadikan komunitas lokal sebagai  objek dan subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah perkotaan  harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas), sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di kawasan tersebut.Teknologi sampah



Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: TEKNOLOGI SAMPAH - 9756people
Info Petani -
SAMPAH
Sampah-Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.  Sampah-Sampah-Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.   Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan
. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif sampah terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.Sampah
Sampah-Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan  berkesinambungan yang meliputi pengurangan sampah dan penanganan sampah. Sampah-Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti Sampah sisa sayuran, Sampah sisa daging, Sampah daun dan Sampah lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti Sampah plastik, Sampah kertas, Sampah karet, Sampah logam, Sampah sisa bahan bangunan dan Sampah lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari Sampah industri dan Sampah rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.

Sampah-Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah. Sampah-Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah mampu mengantarkan Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan kota di Bali telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Sampah-Walaupun telah mendapat adipura bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang  bersih dan hijau di Provinsi Bali.

Sampah-Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan,  pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut  tidak menjadi media berkembang biaknya  bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya  suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986).

Sampah-Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari Kota  Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200 m3/hari (Tim Kota  Sanitasi Kota Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.

Sampah-Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta  upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan  sampah,  (2) Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut  keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala,  jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6)  keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan (5) kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan (sampah).

Sampah-Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam katagori sedang sampai rendah, masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.

Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain.  Sampah


Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: SAMPAH - 9756people
Info Petani -
PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah-Perubahan pola konsumsi dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk secara signifikan serta gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.  Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.   Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Pada saat ini sampah sulit dikelola karena berbagai hal, antara lain:
a.      Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b.   Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah
c.   Meningkatnya biaya operasional  pengelolaan sampah
d.   Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e.   Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan mempercepat menjadi sampah.
f.    Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g.   Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah.
h.   Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i.    Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.
j.    Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh pemerintah.

Pengelolaan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Pengelolaan sampah selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jaring   ke TPA.  Pengelolaan sampah di daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan.  Bagi  Usaha atau kegiatan yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau pihak swasta. Pengelolaan sampah dari sumber-sumber sampah  dengan cara tersebut cukup efektif. Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah dilakukan dengan beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang.  Pengelolaan sampah ini ternyata sebagai mata pencaharian untuk mendapatkan penghasilan.  Pengelolaan sampah terhadap sampah yang mudah busuk telah dilakukan usaha pengomposan.  Namun usaha Pengelolaan sampah ini masih menyisakan sampah yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator  atau pembakaran di tempat terbuka  dan open dumping dengan pembusukan secara alami.  Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.

Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1.   Pengelolaan sampah-Penyusunan Peraturan daerah (Perda)  tentang  pemilahan sampah
2.   Pengelolaan sampah-Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya  tempat-tempat wisata, pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3.   Pengelolaan sampah-Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum
4.   Pengelolaan sampah-Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5.   Pengelolaan sampah-Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia  menarik (membeli) kembali dari masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol, alluminium foil, dan lain lain.
6.   Pengelolaan sampah-Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang, komposting, dan penggunaan incenerator.
7.   Pengelolaan sampah-Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8.   Pengelolaan sampah-Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur ulang.
9.   Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu
10. Pengelolaan sampah-Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM, Perguruan Tinggi untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11. Pengelolaan sampah-Melakukan evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya, kondisi TPA dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah lingkungan
12. Pengelolaan sampah-Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem pendanaan pengelolaan sampah
13. Pengelolaan sampah-Konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan hidup.
14. Pengelolaan sampah-Meningkatkan usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah terurai ditingkat desa/kelurahan
15. Pengelolaan sampah-Memberikan fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan pengelolaan sampah.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi. Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.Pengelolaan sampah

Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: PENGELOLAAN SAMPAH - 9756people
Info Petani -
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
5 Info Petani © 2012 Design Themes By Blog Davit