728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
MENJAHIT PAKAIAN KEBERSAMAAN

Kalau pada suatu saat saya pengen baju , celana pakaian yang nyaman bagi saya untuk di pakai dan di kenakan, maka saya akan datang ke tukang jahit untuk minta di bikinkan pakaian yang pas dengan badan saya. Tentu saja celana pakaian saya hanya nyaman dan enak di pakai untuk badan saya karena di ukur dan di buat memang untuk badan saya. Bagi anda celana saya mungkin kekecilan, bisa juga terlalu longgar. Sehingga umpama suatu saat anda bersilaturahmi ke rumahku, dan saya berniat menghadiahkan baju baru kepadamu maka saya tidak bisa mengatakan ‘baju ini bagus dan sangat nyaman untukmu” karena baju-celana itu di jahit berdasarkan ukuran tubuhku. Sangat pas hanya untuk ukuran tubuhku, nyaman dan enak untuk situasi di sekitar rumahku.

Potret potret permasalahan, di dalam tubuh THL TBPP Indonesia juga sangat beragam, jumlahnya mungkin sebanyak jumlah THL TBPP itu sendiri. Mengapa sampai tahun ketiga ini belum mengkristal umpamanya solid dan kompaknya THL TBPP Indonesia bisa jadi karena setiap THL TBPP lebih mengedepankan “baju-celana” yang pas dan nyaman bagi diri dan daerahnya. Ada temen2 THL TBPP yang mendapat respone sangat bagus di daerahnya sehingga oleh “pemda”nya di berikan kenyamanan kenyamanan. Tapi banyak juga temen temen THL yang ketlingsut, di”acuhkan” keberadaannya walaupun sudah menjalankan amanah tanggung jawabnya umpamanya.

Potret potret permasalahan, di dalam tubuh THL TBPP Indonesia juga sangat beragam, jumlahnya mungkin sebanyak jumlah THL TBPP itu sendiri. Mengapa sampai tahun ketiga ini belum mengkristal umpamanya solid dan kompaknya THL TBPP Indonesia bisa jadi karena setiap THL TBPP lebih mengedepankan “baju-celana” yang pas dan nyaman bagi diri dan daerahnya. Ada temen2 THL TBPP yang mendapat respone sangat bagus di daerahnya sehingga oleh “pemda”nya di berikan kenyamanan kenyamanan. Tapi banyak juga temen temen THL yang ketlingsut, di”acuhkan” keberadaannya walaupun sudah menjalankan amanah tanggung jawabnya umpamanya.

Di dalam potret keinginan dan cita cita THL TBPP juga sangat beragam keinginannya, mungkin saja ada yang menganggap peran pekerjaan THL TBPP hanya sebagai “batu loncatan” karir pribadinya, ada juga yang bertahun tahun melamar pekerjaan dan “ndilalahnya” di terima di rekrutmen THL TBPP. Tapi adapula dan banyak yang sebenarnya sudah punya pekerjaan mapan sebelumnya namun karena panggilan jiwa atau apapun untuk bisa berbuat di bidang pertanian dengan terpaksa atau kesadaran melepas pekerjaan sebelumnya untuk ikut bergabung menyumbang tenaganya di bidang pertanian menjadi “tenaga bantu”di THL TBPP. Di dalam potret kesejahteraan financial dari honor yang di terima THL TBPP juga beragam dinamikanya. Ada yang honornya menjadi THL TBPP merupakan sumber nafkah utama bagi diri dan keluarganya, tidak sedikit pula yang honor sebagai THL TBPP hanya merupakan “uang jajan”bagi anaknya atau sekedar anggaran “pulsa”. Karena tidak sedikit temen2 THL TBPP juga menjadi pelaku bisnis yang sukses dan tangguh, entah di bidang pertanian atau yang lainnya. Dan masih banyak lagi potret keragaman diantara THL TBPP,

Mengapa sampai tahun ketiga ini belum ada kesolidan THL TBPP Indonesia yang maaf semua personelnya mengenyam pendidikan(menengah-tinggi) bahkan berada di dalam atmosfer pengetahuan keilmuan yang sama(pertanian). Mungkin salah satunya karena setiap gerakan aktifitas THL TBPP titik pandang kesadaranya hanya berlaku dan di semangati untuk “baju-celana’ yang nyaman bagi diri dan daerahnya kalau sedikit meluas. Belum muncul kesadaran dan pergerakan yang signifikan yang berupaya mewujudkan ‘pakaian kebersamaan”. Jambi berbeda dengan Riau. Gorontalo-Sumsel-NTB-Banten-Jabar-Papua masing masing berbeda atmosfer permasalahannya. Maka “celana-baju” THL TBPP Gorontalo dan Riau tidak muat di kenakan THL TBPP Banten walaupun temen temen pengen punya “celana’seperti itu.

Silaturahmi Nasional, Saresehan Nasinal, Temu Nasional oleh THL TBPP Indonesia atau apapun namanya hendaknya bukan di semangati keinginan mendapatkan “baju-celana” yang pas dan nyaman untuk diri dan daerahnya. Tetapi adalah semangat untuk menjahit “pakaian kebersamaan’yang siapa saja (THL TBPP) nyaman mengenakannya. Mungkin saja tidak bisa di sebut baju dan celana wujud pakaian itu.

Temu Nasional THL TBPP Indonesia semoga mampu mempertemukan sesobek dan secuil kain-kain dari THL TBPP Aceh hingga Papua untuk kemudian bersama sama di jahit menjadi lembaran kain Selimut THL TBPP Indonesia yang mampu menghangatkan kebersamaan dan persaudaraan THL TBPP Indonesia…. Semoga.. Tapi tunggu dulu jangan jangan kita belum bisa menyumbang sesobek kain, karena 3 tahun ini bisa jadi THL TBPP masih berupa “benang-benang” sehingga butuh energi yang lebih besar. Ayo bersama sama ”memintal dan menjahit pakaian kebersamaan” THL TBPP Indonesia.(AA/TGR/BTN)
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: MENJAHIT PAKAIAN KEBERSAMAAN - 9756people
Info Petani -
Jangan Ada Lahan Kosong
“Jangan ada sejengkal pun lahan kosong,” demikian Wakil Gubernur (Wagub) HM Masduki berpesan kepada masyarakat petani di Desa Cibingbin, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Jumat (29/5) lalu. Kala itu, Wagub melakukan kunjungan kerja melihat hasil proyek-proyek di lingkungan Pemprov Banten, baik berkaitan pendidikan, pertanian, kelautan, kehutanan, infrastruktur, hingga pemberdayaan masyarakat. Sehari sebelumnya, beliau melakukan perjalanan dari Kabupaten Lebak bagian timur hingga Lebak bagian selatan, lalu tiba di Kabupaten Pandeglang bagian selatan.

Wagub melanjutkan ungkapannya bahwa lahan bisa menjadikan pemiliknya sejahtera. Jika tidak dikelola, maka kerugiannya sangat besar. Penulis yang ada mendampingi Wagub saat itu termenung sejenak mendengar ungkapan itu. Begitu sangat dalam maknanya. Mengapa?
Lahan diciptakan untuk dikelola secara baik. Pengelolaan ini bertujuan untuk mendapatkan penghasilan bagi pemiliknya. Tanpa dikelola, lahan akan menjadi petaka. Musibah longsor, banjir, hingga gangguan alam lainnya adalah berawal dari lahan yang tidak dikelola dengan baik.
Pemandangan di hadapan rombongan pejabat Pemprov Banten termasuk Wagub yang didampingi para anggota kelompok tani hutan dan pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah hamparan pohon jati (Tectona grandis) yang luasnya ratusan hektar. Pohon jati yang ditanam di lahan masyarakat itu adalah hak milik masyarakat. Umur pohon jati yang tumbuh itu berumur 2 dan 3 tahun, buah dari program rehabilitasi lahan baik yang didanai APBD Banten maupun pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kehutanan, pada tahun 2005 dan tahun 2006. Ada juga hamparan kecil nun jauh pohon akasia, yang batangnya sudah terlihat berwarna jingga. Kalau jati bisa dipanen sekitar 7 tahun lagi, sedangkan umur akasia kurang dari itu.
Penyuluh Kehutanan setempat bernama Herman bertutur kepada Wagub bahwa perubahan pengelolaan lahan oleh masyarakat seiring dengan gerakan penanaman pohon. Masyarakat, lanjutnya, merasa senang karena sudah membayangkan apa yang akan mereka lakukan setelah memanen jati 10 tahun mendatang. Rata-rata ingin berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Cita-cita yang logis.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Mohammad Yanur merinci kepada penulis, bahwa pohon jati yang dipanen dengan umur 10 tahun menghasilkan 2 kubik lebih. Jika 100 pohon yang ditebang, maka dihasilkan 200 kubik. Dan jika 1 kubik harga minimalnya Rp 1 juta, maka dihasilkan Rp 200 juta. Tentu saja belum bersih, karena harus dipotong biaya penebangan dan proses izin serta lainnya. Tapi, ratusan juta setidaknya sudah benar-benar nyata. Luar biasa. Herman dan Yanuar menegaskan, bahwa warga di Cibaliung dan sekitarnya, bisa berangkat haji, membeli mobil, membuat rumah layak, dan setidaknya hidup lebih sejahtera adalah dari hasil penjualan kayu. Karena kayu apapun saat ini tidak pernah tidak laku untuk dijual.
Pertanyaan saya, bagaimana petani hutan itu memenuhi kehidupan harian, mingguan, atau bulanannya? Karena, jati dipanen 10 tahun setelah tanam? Yanuar menjawab, yakni dengan memadukan penanaman pohon musiman, baik pangan maupun palawija. Atau bisa juga dengan memanfaatkan hasil hutan lainnya, baik jamur, madu, hingga pembuatan pupuk kompos. Jadi tidak perlu dikhawatirkan, ujarnya. Memang syarat utamanya untuk bisa berdaya adalah masyarakat tidak malas. Dibantu dengan bimbingan penyuluh atau pendamping, maka hal itu akan mewujud sempurna.
Wagub sebelum meninjau ke lokasi penanaman jati juga meninjau demplot penanaman kacang kedele yang tumpang sari dengan pohon jati usia 2 dan 3 tahun. Kedele dijadikan komoditas unggulan selatan karena tanahnya yang cocok. Juga memiliki keunggulan spesifik lainnya. Mungkin perlu juga dilakukan demplot lainnya untuk penanaman jagung, ubi jalar, dan lainnya. Sehingga benar-benar tidak ada lahan kosong yang dibiarkan begitu saja. Perpaduan hutan kayu, tanaman pangan, dan palawija setidaknya mampu menjadikan masyarakat bisa lebih sejahtera. Konsep yang dikenal dengan agroforestry ini layak dikembangkan, tentu saja dengan pendampingan masyarakat yang sempurna.

Agroforestry

Hal yang paling menakjubkan saat peninjauan itu adalah, ketika penulis dan rombongan sama-sama masuk ke kawasan hutan rakyat untuk melihat agroforestry. Tepatnya di Desa Mendung, Kecamatan Cibaliung. Cerita dari anggota kelompok tani hutan dan penyuluh setempat, 5 tahun lalu kawasan itu hanya diisi tanaman perdu. Setiap kali kemarau, tentu saja gersang. Air pun langka. Hal ini menyebabkan sawah-sawah yang ada di lembah mengering. Masyarakat tidak mampu mengolah lahan sawah mereka, kecuali hanya sekedar menanam kacang-kacangan atau ubi. Itu pun hanya sedikit. Mereka lebih memilih untuk keluar desa mencari pekerjaan kasar, baik buruh petik kelapa, buruh bangunan, atau berdagang.
Namun, kini kondisi itu berubah. Di kawasan agroforestry telah tumbuh menjulang tinggi pohon akasia (Acasia mangium). Berderet berjajar rapi dengan jarak tanam 2 meter kali 2 meter. Wagub yang menyaksikan sedemikian rapat pohon itu, terkagum-kagum sambil berujar, ”Ini namanya hutan. Ini harus terus dikembangkan. Saat penebangan nanti saya minta jangan serentak, tapi tebang pilih.”
Di antara sela-sela, ditanam pohon hortikultura, antara lain durian, rambutan, dan mangga. Meski pertumbuhannya tidak sempurna, petani yakin jika pihaknya sudah melakukan penjarangan, maka pohon-pohon itu akan segera tumbuh maksimal. Harapannya, di lahan agroforestry itu, selain dihasilkan kayu juga dihasilkan buah-buahan yang menjadi unggulan Provinsi Banten. Semoga, masyarakat Banten di wilayah selatan benar-benar berjaya di bidang pertanian, kehutanan, hingga kelautan. Semoga!

Dadan A Hudaya, SP (thl tbpp kab. pandeglang/banten)
Rating: 5 Reviewer: Info Petani - ItemReviewed: Jangan Ada Lahan Kosong - 9756people
Info Petani -
728x90 , banner , kackdir , space iklan space banner
 
5 Info Petani © 2012 Design Themes By Blog Davit